1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sukmawati Minta Maaf Atas Puisi Kontroversial

4 April 2018

Sukmawati mengaku menyesali kontroversi yang ditimbulkan oleh puisinya karena dinilai melukai perasaan umat Islam. Namun alumni 212 bersikeras melanjutkan proses hukum terhadap putri mantan Presiden Sukarno itu.

Sukmawati Sukarnoputri
Foto: Reuters/Beawiharta

Setelah menuai kontroversi akibat puisinya yang berjudul "Ibu Indonesia," Sukamawati Sukarnoputri menyampaikan permintaan maaf karena sudah menyinggung perasaan sebagian umat Islam Indonesia.

"Dengan ini saya mohon maaf lahir dan batin kepada umat Islam di Indonesia, khususnya bagi yang merasa tersinggung terhadap puisi," kata dia kepada media dalam jumpa pers di Cikini, Jakarta, Rabu (4/4). "Saya sebagai seniman dan budayawan, ini murni karya satra saya mewakili pribadi tidak ada niatan menghina Islam dengan puisi. Saya muslim yang bangga dengan keislaman," imbuhnya.

Saat ini puteri mantan Presiden Sukarno itu sudah dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan telah menghina Islam. Ia diduga melanggar Pasal 156 dan Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama.

Baca:  Bacakan Puisi Ibu Indonesia, Sukmawati Soekarnoputri Picu Kontroversi

Gelombang gugatan hukum terhadap puisi Sukmawati dikawal oleh alumni 212 yang juga menggalang aksi protes terhadap bekas Gubernur DKI Basuki Tjhahaja Purnama, 2017 silam. "Kita akan laporkan kasus ini. Alhamdulillah sudah empat laporan hari ini. Insya Allah akan bergelombang terus," kata jurubicara alumuni 212 dan pentola FPI, Novel Bamukmin, kepada Merdeka.

Namun tidak semua sepakat dengan tudingan tersebut. "Puisi Sukmawati yang sangat verbalis itu merupakan ekspresi seni yang memiliki derajat kebenaran faktual memadai, karena justifikasi faktualnya sebenarnya memang ada" kata Direktur Setara Institute, Hendardi, melalui keterangan pers.

Menurutnya satu-satunya perkara dalam puisi tersebut adalah sifatnya yang mudah dijadikan pemantik "untuk membelah masyarakat. Apalagi di tengah kontestasi politik Pilkada, Pileg dan Pilpres 2019." lebih lanjut ia mendesak pemerintah merevisi pasal penodaan agama karena "sering mengkriminalisasi kebebasan berekspresi."


rzn/hp (cnnindonesia, merdeka, detik, kompas)