Untuk pertama kalinya orang nomor satu di keraton Yogyakarta kini berpotensi diduduki seorang perempuan. Apa pula hubungannya dengan Jakarta? Bagaimana pendapat Anda? Simak opini Rahadian Rundjan.
Iklan
Bentuk-bentuk pemerintahan yang menempatkan seorang raja sebagai penguasa absolut memang cenderung kesulitan untuk bertahan dan menunjukkan relevansi politiknya di tengah-tengah iklim demokrasi dan kuasa rakyat masa modern ini, terlebih di Indonesia. Kesultanan Yogyakarta adalah salah satunya, dan mungkin yang kekuasaannya paling diperhitungkan secara sosial dan politik dibandingkan raja-raja lokal lain, yang titelnya sudah menjadi sekedar simbol-simbol sosial-budaya semata. Dapat dikatakan, dalam bingkai keindonesiaan, pengaruh emosional tahta Yogyakarta masih terasa secara secara nasional.
Penulis:Rahadian RundjanFoto: Rahadian Rundjan
Belakangan ini, sebagaimana pemberitaannya yang kian ramai, untuk pertama kalinya orang nomor satu di keraton Yogyakarta kini berpotensi diduduki seorang perempuan. Penguasa incumbent sejak 1989, Sultan Hamengkubowono X, telah memutuskan mengangkat anak perempuan pertamanya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, sebagai pewaris tahta; sebuah keputusan yang tidak pernah dilakukan oleh para leluhurnya di masa silam.
Para pakar dan publik memandang peristiwa tersebut sebagai angin segar dan simbol partisipasi perempuan yang kian besar di ruang-ruang publik Indonesia. Namun, faksi konservatif di dalam keraton menentangnya dengan keras. Sederhananya, mereka mengemukakan bahwa sultan haruslah seorang laki-laki. Faksi ini terdiri dari saudara-saudara sultan sendiri. Mereka menimbang-nimbang bahwa perempuan sebagai pemimpin Yogyakarta adalah anomali, baik secara religius (berdasarkan ajaran Islam), mistis (raja semestinya adalah pasangan spiritual Nyai Roro Kidul, dewi laut selatan Jawa) dan aspek-aspek kultural-historis lainnya.
Hal tersebut membuat polemik suksesi tahta Yogyakarta, yang setidaknya telah menjadi pembicaraan publik sejak tiga tahun silam, berpotensi menjadi titik balik sejarah tidak hanya bagi pihak keraton dan rakyat Yogyakarta, namun juga sebuah ujian politik bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Akankah polemik ini memicu perpecahan politik yang serius atau memicu reformasi damai?
Perempuan-perempuan Yogyakarta ini Ciptakan Produk Fesyen dari Limbah Tahu
Siapa di antara Anda yang suka tahu atau tofu? Makanan ini banyak disukai, tapi, limbah dari tahu produksi bisa mencemari air. Agar tak cemari lingkungan, perempuan-perempuan di Yogyakarta ubah limbah tahu jadi fesyen.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Proyek SOYA C(O)U(L)TURE
SOYA C (O) U (L) TURE adalah sebuah proyek yang diprakarsai oleh XXLAB, inisiatif perempuan yang mengembangkan teknologi open source dan bermarkas di Yogyakarta, Indonesia. Dengan proyek ini, mereka ingin mengurangi pencemaran air dan mengganti bahan-bahan fesyen yang biasanya berasal dari kulit binatang dengan kain yang unik terbuat dari limbah tahu.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Merancang 'haute couture'
Salah satu proyek XXLAB adalah SOYA C (O) U (L) TURE. Inisiatif ini menggunakan metode digital dan biologis untuk merancang gaun, bahan kerajinan dan bentuk lain dari 'haute couture' dari proses produksi limbah tahu. Dalam foto ini, Anda bisa lihat bagaimana hasilnya. Tak disangka bukan? Dari limbah buangan bisa jadi busana seperti ini.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Berawal dari tahu
Tahu dari kacang kedelai merupakan salah satu makanan favorit orang Indonesia. Ini sehat, karena mengandung banyak protein dan diproduksi dengan menggunakan proses biologis. Di Indonesia, produksi tahu mudah ditemukan, mulai dari industri rumahan sampai pabrik skala besar. Tapi terkadang, proses produksi ini menghasilkan limbah cair yang mencemari dan meracuni air dan sungai.
Foto: AP
Bagaimana prosesnya?
XXLAB mengambil tahu limbah cair produksi tahu dari pabrik pembuat tahu. Mereka mendidihkan limbah cair itu dengan cuka, gula dan pupuk urea. Setelah itu, mereka menambahkan bakteri dan menunggu selama sepuluh hari sampai campuran menjadi selulosa mikroba. Langkah selanjutnya adalah menekan-nekan bahan itu guna mengurangi kandungan air. Setelah itu dibiarkan menjadi kering.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Unik, jadi barang komersil
Hasilnya adalah kain-kainan atau bahan fesyen. Semua peralatan dan bahan yang diperlukan untuk memproduksi barang ini pun ongkosnya murah. Dari bahan material ini, mereka tidak hanya memproduksi pakaian tapi juga dompet, sepatu dan tas.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Lakukanlah sendiri
Metode pembuatan kain ini adalah salah satu contoh metode DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It with Others), dengan menggunakan benda sehari-hari. Artinya, setiap orang bisa mencoba melakukannya sendiri di rumah. Proyek ini juga bisa menjadi alternatif bagi praktik ekonomi berkelanjutan untuk menciptakan sumber pendapatan atau untuk meningkatkan pendapatan perempuan di daerah miskin.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Pemenang penghargaan
XXLAB didirikan pada tahun 2013. Penggagasnya adalah Irene Agrivina Widyaningrum, Ratna Djuwita, Eka Jayani Ayuningtias, Asa Rahmana dan Atinna Rizqiana. XXLAB tumbuh sebagai usaha kolektif perempuan dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang untuk mengeksplorasi seni, sains dan teknologi dan menggabungkan terapannya.
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
Memerangi polusi dan kemiskinan
Dengan semua proyek mereka, XXLAB mencoba untuk mengeksplorasi solusi kreatif untuk hubungan yang sebelumnya tidak begitu banyak diteliti antara pengelolaan limbah, kekurangan pangan dan bahan bakar atau ketidakamanan, dan pengurangan kemiskinan. Sekali tepuk, bisa mengurangi pencemaran sekaligus memerangi kemiskinan. (Ed: Ayu Purwaningsih/vlz) Foto: XXLAB (SOYA C (O) U (L) TURE))
Foto: XXLAB BIO/SOYA C(O)U(L)TURE
8 foto1 | 8
Tahta Jawa, Perpecahan, dan Perempuan
Ada sebuah pepatah Jawa yang bunyinya "rukun agawe santosa, congkrah agawe bubrah”, yang artinya kurang lebih adalah "kerukunan menjadikan sentosa, cekcok menjadikan rusak”. Jika mengaitkannya dengan sejarah dinamika suksesi kekuasaan di Jawa, maka penggalan ungkapan yang terakhir agaknya lebih cocok; keruntuhan kekuasaan raja-raja Jawa kerap kali disebabkan oleh perpecahan di antara mereka sendiri dengan intervensi pihak ketiga, yang justru kerap muncul sebagai pihak yang paling untung.
Sebut saja Majapahit, kerajaan Jawa yang termegah dalam sejarah, memasuki fase keruntuhannya akibat polemik suksesi sebelum orang-orang Islam dari Demak memberikan pukulan penghabisan tahun 1518. Kesultanan Mataram yang pernah begitu tangguh dalam mengepung Batavia pada 1628 juga harus tunduk kepada keputusan VOC Belanda yang memutuskan untuk membagi-bago kutub politik tahta Jawa menjadi dua, yakni di Yogyakarta dan Surakarta. Ketika kolonialisme Belanda akhirnya hengkang dari Jawa, kini orang-orang Republik dengan payung demokrasinya yang menjadi partner politik senior bagi raja-raja Jawa.
Namun, rakyat Yogyakarta masih memiliki ego dan harga diri yang tinggi sebagai penduduk wilayah yang secara sosial-kultural masih begitu kental menganut budaya Jawa dalam kehidupan sehari-hari, karena itulah kharisma Sultan Hamengkubuwono X sebagai raja dan gubernur Yogyakarta tidak dipertentangkan sampai sekarang ini. Pertanyaannya, apakah pantas kharisma itu semata-mata dibanggakan hanya karena sang pemimpin adalah laki-laki dan menjadikan urusan gender penerusnya sebagai alasan penolakan?
Secara historis, sebagian kerajaan-kerajaan Nusantara memang pernah memiliki perempuan sebagai penguasa tahta, atau setidaknya pemegang posisi-posisi kunci dalam kemajuan kerajaan. Dalam konteks Jawa-Islam, nama-nama seperti Ratu Kalinyamat (pemimpin armada Jepara melawan Malaka-Portugis abad ke-16) dan Ratu Ageng Tegalrejo (komandan prajurit elit "korps srikandi” kesultanan Yogyakarta abad ke-18) adalah bukti bahwa keperkasaan perempuan dalam kronik Jawa adalah hal yang layak disimak publik Indonesia dan menjadi opsi pembelajaran lain di tengah-tengah dominannya narasi sejarah pejuang-pejuang perempuan Aceh.
Di Mana Perempuan Berkuasa
Di dunia ada 194 negara yang diakui secara internasional. Sebagian besar dipimpin pria. Perempuan jarang memimpin pemerintahan. Tapi mereka yang berkuasa benar-benar pemimpin yang kuat.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Angela Merkel
Merkel berusia 62 tahun, dan jadi kanselir sejak 2005. Ia adalah pemimpin perempuan pertama Jerman, dan sekarang sedang berkampanye untuk periode ke empat. Putri seorang pendeta, yang besar di negara komunis Jerman Timur itu punya gelar Doktor di bidang kimia, dan dijadikan "Tokoh 2015" oleh majalah Time.
Foto: picture-alliance/dpa/O.Hoslet
Theresa May
Theresa May adalah perdana menteri perempuan ke dua di Inggris, setelah Margaret Thatcher yang memimpin di tahun 1980-an. May (60) dulu menjabat menteri dalam negeri, dan resmi jadi perdana menteri Juli 2016, hanya beberapa pekan setelah Brexit. Berapa lama ia akan memerintah belum jelas. Tetapi sebuah jajak pendapat yang baru diadakan menunjukkan ketidaksukaan warga terhadapnya.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Tyagi
Tsai Ing-wen
ia adalah perempuan pertama yang jadi presiden Taiwan. Inaugurasinya Mei 2016 menyebabkan Cina membekukan hubungan dengan negara pulau, yang dinilai Cina provinsi yang membangkang. Tsai menyatakan tidak akan tunduk pada tekanan untuk takluk kepada Cina.
Foto: Reuters/T. Siu
Ellen Johnson Sirleaf
Perempuan yang berusia 78 tahun ini sudah jadi presiden Liberia sejak 2006. Ia juga jadi perempuan pertama yang memimpin negara di Afrika. 2011, Sirleaf dan dua aktivis prempuan lain dari Liberia dan Yaman dianugerahi Nobel Perdamaian, untuk "perjuangan tanpa kekerasan untuk keamanan perempuan, dan hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam penegakkan perdamaian."
Foto: Reuters/N. Kharmis
Dalia Grybauskaite
Dalia Grybauskaite adalah perempuan pertama yang memimpin Lithuania, di tepi Laut Baltik. Ia kerap disebut "Iron Lady" atau "Magnolia Baja" karena punya sabuk hitam dalam karate dan selalu berbicara dengan tegas. Grybauskaite (61) sudah memangku beberapa jabatan pemerintahan sebelum dipilih jadi presiden tahun 2009, kemudian untuk periode ke dua di tahun 2014.
Foto: Reuters/E. Vidal
Erna Solberg
Norwegia juga dipimpin perempuan. Erna Solberg (56) jadi perdana menteri 2013, dan jadi perempuan kedua yang memangku jabatan itu, setelah Gro Harlem Brundtland. Kebijakan suakanya yang ketat menyebabkan orang memberikannya julukan "Iron Erna."
Foto: picture-alliance/dpa/V. Wivestad Groett
Beata Szydlo
Ia adalah perdana menteri perempuan Polandia yang ketiga, dan memangku jabatan sejak November 2015. Fokus politiknya: menjamin keamanan bagi seluruh warga Polandia, dan berperan dalam keamanan Uni Eropa. Sebelum jadi perdana menteri, ia jadi walikota dan anggota parlemen.
Foto: picture-alliance/W. Dabkowski
Saara Kuugongelwa-Amadhila
Perdana menteri ke empat Namibia ini mulai menjabat tahun 2015. Kuugongelwa-Amadhila (49) hidup di pengasingan di Sierra Leone ketika remaja. Ia mendapat pendidikan tinggi di AS, tamat kuliah dengan gelar di bidang ekonomi, sebelum kembali ke Namibia tahun 1994, dan mulai aktif dalam politik. Ia perempuan pertama yang memimpin pemerintahan Namibia, dan jadi pendukung kuat hak-hak perempuan.
Foto: Imago/X. Afrika
Michelle Bachelet
Michelle Bachelet sudah jadi presiden di Chili sejak 2014. Ini periode ke dua. Ia sudah pernah jadi presiden Chili dari 2006-2010. Ketika muda ia pernah dipenjara dan mengalami penyiksaan di Chili. Ia kemudia tinggal di pengasingan di Australia dan Jerman Timur, di mana ia kuliah kedokteran. Setelah kembali ke Chili tahun 1979, ia mendorong diadakannya transisi menuju demokrasi.
Foto: Getty Images/AFP/C. Reyes
Sheikh Hasina Wajed
Majalah bisnis AS, Forbes menempatkan perempuan berusia 69 tahun ini dalam daftar 100 perempuan paling berkuasa tahun 2016. "Sheikh Hasina Wajed memimpin negara dengan populasi ke delapan terbesar di dunia, yaitu 162 juta. Dan ia mulai berkuasa sejak 2009." Demikian ditulis Forbes. Penulis: D. Breitenbach, C. Burack (ml/hp)
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
10 foto1 | 10
Peter Carey dan Vincent Houben dalam bukunya, Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX telah memberikan sedikit pencerahan perihal posisi sentral perempuan dalam kehidupan keraton. Misalnya mengenai permaisuri Hamengkubuwono II, Ratu Kencono Wulan, yang dilaporkan mampu membuat gubernur jendral Daendels ketakutan. Permaisuri Hamengkubuwono V, Ratu Kedaton, juga terkenal cerdik dalam memainkan politik suksesi walau pada akhirnya pemberontakan yang disulutnya gagal dan ia diasingkan Belanda ke Manado.
Posisi perempuan Jawa memang kerap ditenggelamkan dalam narasi sejarah karena begitu dominannya patriarki dalam feodalisme Jawa. Namun, sifat tersebut seharusnya cukup menjadi relik masa lalu dan tidak menjadi alasan penolakan terhadap kemungkinan munculnya seorang sultan perempuan dalam puncak kekuasaan Jawa modern. Bahkan, keputusan Sultan Hamengkubuwono X terhadap urusan suksesi tersebut mungkin adalah langkah modernisasi yang brilian dan selaras dengan nilai-nilai kekinian setelah sebelumnya ia memutuskan untuk menghentikan tradisi poligami dan selir.
Pengangkatan GKR Mangkubumi juga menjadi episode menarik karena melihat rekam jejaknya sebagai perempuan yang tumbuh dalam lingkungan gagasan keterbukaan modern. Tidak seperti leluhur-leluhurnya, perempuan berusia 46 tahun tersebut menempuh studi tingkat tingginya di luar negeri seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Australia selain pendidikan tradisional di keraton. Ia juga menyatakan terbuka terhadap inovasi dan teknologi, dan media-media asing seperti BBC, Telegraph, Dailymail, Straitstimes, dan lain-lain melabelinya tidak hanya sebagai feminis namun juga seorang reformis terhadap citra perempuan, politik, dan Islam di Indonesia.
Banyak harapan bahwa GKR Mangkubumi akan memberikan pembaharuan dan menjadi inspirasi perubahan bagi status Yogyakarta sebagai institusi monarki dengan kekuatan politik yang sesungguhnya. Lantas, bagaimana pemerintah pusat di Jakarta harus menanggapinya?
Indonesia Usung Identitas Maritim di Pameran Pariwisata ITB
Indonesia kembali menyemarakkan ajang pameran pariwisata terbesar sejagad, ITB di Berlin. Kali ini kekayaan laut dan beragam corak kebudayaan Jawa dan Bali menjadi primadona parwisata nusantara.
Foto: KBRI Berlin
Ambisi Wisata Indonesia
Menteri Pariwisata Arief Yahya (tengah) punya ambisi besar menggandakan jumlah wisatwan asing ke Indonesia, terutama dari Eropa. Untuk itu ia memboyong 169 pelaku industri pariwisata dan perwakilan daerah ke ajang pameran pariwisata terbesar sejagad, ITB di Berlin, Jerman.
Foto: KBRI Berlin
Kekayaan Budaya dan Keindahan Laut
Tahun ini pemerintah mencoba menghidupkan gairah wisatawan asing dengan mengusung keindahan laut dan kebudayaan Indonesia. Sebuah kapal Pinishi berukuran besar dan desain gerai yang bernafaskan arsitektur tradisional Bali menghiasi paviliun Indonesia di Berlin.
Foto: KBRI Berlin
Satu Juta dari Jantung Eropa
Tahun lalu Indonesia disambangi 14 juta wisatawan asing, 260.000 di antaranya berasal dari Jerman. Negeri di jantung Eropa ini mencatat tingkat pertumbuhan paling tinggi di antara negara asal wisatawan asing. Pemerintah berharap bisa meningkatkan kunjungan wisatawan dari Jerman menjadi satu juta pelancong dalam beberapa tahun ke depan.
Foto: KBRI Berlin
Nyaman, Mudah dan Beragam
Untuk menggandakan jumlah wisman Eropa, Indonesia menawarkan 18 destinasi wisata yang memenuhi tiga kriteria utama Kementerian Pariwisata, yakni kemudahan akses, kenyamanan akomodasi dan keragaman atraksi. Uniknya 10 destinasi wisata baru selain Bali yang dicetuskan Presiden Joko Widodo belum seluruhnya menggaung di pameran ITB Berlin tahun ini.
Foto: KBRI Berlin
Memanjakan Wisman, Mendatangkan Devisa
Selain Bali, pemerintah juga mengusung ragam budaya Jawa di Yogyakarta, Solo dan Surabaya, keindahan pantai di Lombok, Kepulauan Seribu, Labuan Bajo dan kawasan pesisir Jember dan Banyuwangi. Kemenpar menawarkan paket hemat wisata di luar musim liburan yang menawarkan tiket pesawat dan akomodasi dengan harga terjangkau, serta seratusan acara pariwisata yang diadakan di seluruh negeri
Foto: KBRI Berlin
Yang Terbaik dari 187 negara
Kemegahan paviliun Indonesia bukan hal baru di ITB Berlin. Tahun 2016 dan 2017 desain paviliun nusantara mendapat penghargaan The Best Exhibitors Award untuk kategori Asia, Australia dan Oceania. Tahun ini pun Indonesia membidik penghargaan tersebut. (rzn/yf - Sumber: KBRI Berlin)
Foto: KBRI Berlin
6 foto1 | 6
Jakarta Pihak Ketiga?
Jika polemik suksesi tahta Yogyakarta ini kian tak terkendali, terlebih ketika faksi konservatif di dalam keraton secara terang-terangan ingin mengusir GKR Mangkubumi dari keraton setelah Hamengkubuwono X wafat, akankah pemerintah di Jakarta mengintervensi? Dahulu, tahun 2010, komentar pemerintah terhadap sistem monarki Yogyakarta, yang dianggap tidak cocok dalam iklim demokrasi Indonesia, dibalas kecaman oleh keraton. Jakarta akhirnya mundur setelah pernyataan kontroversial tersebut berujung protes dari masyarakat.
Jika ada hal yang patut diintervensi oleh Jakarta, maka itu adalah memastikan bahwa calon pemimpin Yogyakarta yang selanjutnya harus mampu menekan tingkat radikalisme dan intoleransi yang belakangan ini kian terasa. Pergulatan politik dengan simbol-simbol agama sebagai jubahnya kian mengkhawatirkan, belum lagi masalah persekusi terhadap kelompok LGBT dan aktivis-aktivis kiri yang dilakukan oleh kelompok-kelompok fundamentalis. Ditambah, masalah diskriminasi pelarangan kepemilikan tanah yang menimpa orang-orang Cina di Yogyakarta sangat layak untuk direvisi secara konstitusional.
Memang betul bahwasanya pemerintah Indonesia pernah berhutang terhadap Kesultanan Yogyakarta selama masa-masa perang kemerdekaan Indonesia, namun seharusnya hal itu tidaklah menjadi pembatas dialog antara kedua belah pihak. Yogyakarta memang istimewa, namun ia haruslah sadar akan perkembangan zaman. Melihat dari sejarah Jawa, dan segi kecocokannya dengan semangat modernitas, seharusnya gagasan sultan perempuan bukanlah alasan perpecahan, namun sebuah modal berupa langkah maju untuk menghadirkan Kesultanan Yogyakarta yang lebih baik bagi Indonesia.
Penulis: Rahadian Rundjan (ap/vlz)
Esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis.
Desa Teletubbies Ini Ada di Indonesia
Rumah-rumah ini imut tapi modern. Bentuknya setengah bola atau berupa kubah. Mirip rumah Eskimo. Tapi letaknya di kampung Ngelepen, Yogyakarta, yang dibangun pasca gempa bumi besar tahun 2006.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/P. Utama
Rumah teletubbies
Ingat rumah yang dihuni para teletubbies di serial TV anak-anak: Tinky-Winky, Dipsy, Lala, Po? Tahukah Anda rumah sejenis ini juga terdapat di sebuah di desa di Indonesia. Bahkan rumah-rumah di desa Ngelepen, Yogyakarta ini bentuknya mirip semua. Mirip rumah teletubbies atau rumah orang Eskimo.
Foto: Getty Images/D. Ardian
Ketika bencana tiba
Mei 2006 saat terjadi gempa bumi dengan kekuatan 5,9 skala Richter yang berpusat di Bantul. Gempa ini menyebabkan pergeseran tanah hingga 20 meter dengan kedalaman 7-15 meter. Dusun Sengir Desa Ngelepen yang berada di daerah perbukitan pun amblas dan rata dengan tanah akibat bencana itu. Setahun kemudian dibangunlah pemukiman baru.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Dana patungan donatur
April 2007, perkampungan baru ini diresmikan. Pembuatan rumah-rumah ini didukung oleh yayasan Amerika Serikat: Domes For The World Foundation, the World Association of Non-Government Organisations dan Mohammad Ali Alabar dari Dubai. Masing-masing rumah dibangun dengan dana sekitar 53 juta rupiah.
Foto: Getty Images/D. Ardian
Rumah kubah atau setengah bola
Rumah-rumah di perkampungan unik menjadi pemukiman baru yang modern di kampung Ngelepen. Berdasarkan pengalaman bencana, pembuatan rumah ini sengaja dibuat dengan model kubah yang kokoh agar tahan dari gempa bumi. Tiap rumah masing-masing berdiameter 7 meter dan tingginya 4,6 meter.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/P. Utama
Tahan gempa, api dan angin
Sekilas, bentuknya mirip dengan rumah orang-orang Eskimo. Tiap rumah rata-rata terdiri dari dua lantai. Rumah ini sejuk saat terik matahari bersinar, hangat jika hujan turun. Selain tahan gempa, rumah ini juga tahan api dan angin. Fondasinya 20 cm dan ditutupi dengan 200 rangka besi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Seperti rumah pada umumnya
Lebih dari 70 rumah dibangun di kampung ini. Tiap rumah kubah dihuni rata-rata empat anggota keluarga. Rumah tersebut dilengkapi 2 pintu, 4 jendela dan kamar sebanyak 2 ruangan. Tiap rumah juga dilengkapi dengan ruang tamu, dapur dan kamar mandi seperti layaknya rumah pada umumnya. Di halaman anak-anak bisa bebas bermain.
Foto: Getty Images/D. Ardian
Kembali normal
Mayoritas penduduk bekerja di desa adalah petani. Mereka kini bisa kembali hidup normal, kembali bercocok tanam, bahkan mengembangkan hobi.
Foto: Getty Images/D. Ardian
Fasilitas lengkap
Di kampung teletubbies ini juga tersedia fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan warga. Misalnya poliklinik, sekolah dan juga aula pertemuan warga. Tersedia pula di sini lapangan-lapangan bermain untuk anak-anak.
Foto: Getty Images/D. Ardian
Tempat ibadah
Saroni merupakan penjaga makam di kampung ini. Ia tampak berpose di depan masjid kampung baru Ngelepen, Yogyakarta.
Foto: imago/ZUMA Press
Jadi pusat wisata
Ini Sulasmono di depan rumahnya. Ia bekerja sebagai pemandu wisata desa teletubbies in Ngelepen, Yogyakarta. Karena bentuknya unik, maka banyak wisatawan yang datang untuk melihat-lihat lokasi bekas gempa besar ini. Perkampungan serupa juga ada di Thailand, Kenya dan India. Penulis: Ayu Purwaningsih (vlz)