Utang-utang luar negeri Indonesia atas nama Sungai Citarum bukan sedikit. Namun sejauh mana keberhasilannya? Apa dengan tambahan lagi utang baru, Sungai Citarum akan membaik?
Iklan
Sungai Citarum mungkin memegang rekor terlama dengan biaya sangat besar dalam proses menaklukan banjirnya dan membersihkannya dari limbah industri dan limbah rumah tangga. Program perbaikannya sudah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun. Utang-utang luar negeri Indonesia atas nama Sungai Citarum juga sangat besar.
Sebagai contoh, dari satu program utang pada 2008 saja, yaitu Integrated Citarum Water Resource Management Investment Program (ICWRMIP), uang utang yang mengalir ke Citarum ditargetkan 500 juta dolar AS, atau sekitar Rp 6 triliun. Utang-utang Indonesia sebelumnya sejak tahun 1980-an juga mencapai ratusan miliar rupiah.
Masih seksi untuk digunakan sebagai pemancing
Sekarang pemerintah masih seksi untuk digunakan sebagai pemancing akan mencoba memancing utang lagi dengan menggunakan nama Sungai Citarum. Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, meminta kepada IMF dan Bank Dunia untuk memberikan pinjaman lagi kepada Indonesia agar bisa membersihkan Sungai Citarum. Belum diketahui berapa uang yang ingin dipinjam Indonesia kepada IMF dan Bank Dunia. Tapi kabar ini semakin menguatkan dugaan saya, nama Citarum masih seksi untuk digunakan sebagai pemancing utang.
Tahun 2009 dan 2014, saya pernah menulis berita-berita mendalam, tentang program utang luar negeri untuk Citarum yang diberi nama ICWRMIP itu. Utang itu diberikan oleh Asian Development Bank dan perjanjian utangnya ditandatangani di Manila, Filipina pada Desember 2008.
Ironis, di hari yang sama program utang itu ditandatangani, di daerah Baleendah dan Dayeuhkolot, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ribuan warga sedang mengungsi di sekolah-sekolah dan ruang-ruang publik, karena Sungai Citarum meluap dan merendam ribuan rumah di kawasan itu. Saat itu, bahkan mungkin sampai sekarang, tak banyak warga yang tahu nasib mereka digunakan sebagai alasan untuk memancing utang luar negeri.
Sejauh mana keberhasilan program ICWRMIP—dan juga program-program lainnya—belum diketahui secara objektif, karena kenyataannya sampai hari ini Sungai Citarum masih disiksa dengan ribuan ton limbah industri dan dan limbah rumah tangga setiap hari.
Dengan kondisi Sungai Citarum yang tidak juga membaik, ditambah utang yang sudah triliunan rupiah, lalu kenapa Indonesia masih juga akan berutang dengan mengatasnamakan Citarum? Dikutip dari Katadata, Menteri Luhut menyampaikan, dengan utang baru nanti akan digunakan untuk membangun instalasi-instalasi pengolahan limbah (IPAL) di sepanjang sungai tersebut.
Apakah usulan itu sudah dilakukan dengan melakukan kajian menyeluruh terhadap persoalan Sungai Citarum? Saya tidak yakin.
Inilah Pemberi Utang Terbesar buat Indonesia
Menurut Statistik Utang Luar Negeri yang dirilis Bank Indonesia, utang pemerintah saat ini mencapai 4000 triliun Rupiah. Inilah daftar negara dan lembaga internasional yang meminjamkan uang paling banyak buat Indonesia
Foto: picture alliance/AFP Creative/K. Bleier
1. Singapura
54,1 miliar Dollar AS atau sekitar 728 triliun Rupiah
Foto: O. Barbieri
2. Jepang
32,9 miliar Dollar AS atau sekitar 442,8 triliun Rupiah
Foto: Getty Images/AFP/Y. Tsuno
3. Bank Dunia
17,2 miliar Dollar AS atau sekitar 231,5 triliun Rupiah
Foto: ullstein - Giribas
4. Cina
14,3 miliar Dollar AS atau sekitar 192,5 triliun Rupiah
Foto: picture-alliance/dpa/H.H. Young
5. Amerika Serikat
10,3 miliar Dollar AS atau sekitar 138,6 triliun Rupiah
Foto: Getty Images/AFP/Joe Raedle
6. Belanda
9,3 miliar Dollar AS atau sekitar 125,1 triliun Rupiah
Foto: Jenifoto-Fotolia.com
7. Asian Development Bank
9 miliar Dollar AS atau sekitar 121,1 triliun Rupiah
Foto: Reuters/E. De Castro
7 foto1 | 7
Bukan saja persoalan fisik sungai
Persoalan Sungai Citarum bukan saja persoalan fisik sungainya saja. Persoalan Sungai Citarum berkaitan dengan erat pula dengan pertambahan jumlah penduduk, pendidikan yang rendah, penghasilan yang rendah—dua hal itu berkaitan dengan perilaku warga sekitar—juga berkaitan erat dengan situasi kawasan industri dari wilayah hulu sampai wilayah hilir.
Di kawasan hulunya saja tak kurang dari 1.500 pabrik yang beroperasi dan membuang limbah secara langsung dan tak langsung ke Sungai Citarum. Saat ini penduduk di Daerah Aliran Sungai Citarum sekitar 15 juta jiwa. Sungai itu melewati 11 kabupaten/kota di Jawa Barat dan menopang 20% total produksi industri Indonesia dan 60% produksi tekstil nasional.
Alih-alih mengontrol manusia dan industri, berbagai proyek pemerintah lebih banyak ditujukan langsung ke sungai itu. Mulai dari pengerukan, penyodetan, dan berbagai manipulasi teknik untuk membuat sungai itu kembali ramah. Dana yang dihabiskan sudah ratusan miliar rupiah, tetapi sampai hari ini Citarum masih menderita. Beban Citarum bukan saja erosi, sedimentasi, limbah, dan sampah. Sungai itu pun kini terbebani utang luar negeri Indonesia.
Daftar Negara Pengutang Terbesar di Dunia
Secara umum negara-negara maju mencuat berkat nilai utang yang menggunung dan terus membengkak. Menurut Dana Moneter Internasional, Jepang, Amerika Serikat dan Cina adalah tiga negara dengan jumlah utang terbesar.
Foto: picture-alliance/dpa
Jepang - 10,46 Triliun Dolar AS
Perekonomian negeri sakura yang ikut terjerat resesi global banyak mengalami kemajuan sejak era Perdana Menteri Shinzo Abe. Namun begitu, rasio utang Jepang terhadap produk domestik bruttonya masih yang tertinggi di dunia, yakni sekitar 245,5 %. Kenaikan utang antara lain berkat kebijakan ofensif Abe yang memperbesar belanja pemerintah demi pertumbuhan ekonmi.
Foto: picture-alliance/dpa
Yunani - 447 Miliar Dolar AS
HIngga detik ini Yunani masih menggantungkan nasibnya pada uluran tangan Eropa. Negeri yang babak belur oleh krisis ekonomi itu memiliki rasio utang sebesar 171% dari PDB-nya. Athena saat ini tengah berupaya mengajukan pemotongan utang kepada para krediturnya.
Foto: Reuters/A. Konstantinidis
Italia - 2,25 Triliun Dolar AS
Setelah Yunani, Italia mencatat rasio utang tertinggi kedua di Eropa dengan kisaran 136% terhadap produk domestik brutto. Jurus yang dirapal pemerintah di Roma untuk menanggulangi utang yang menggunung adalah dengan memprivatisasi aset negara, antara lain sebagian saham di perusahaan jasa pos nasional, Poste Italiane.
Foto: picture-alliance/dpa
Portugal - 293 Miliar Dolar AS
Selama bertahun-tahun Portugal memompa kemakmuran lewat utang. Hasilnya tahun 2015 rasio utang negara di selatan Eropa itu meningkat tajam menjadi 128,7% terhadap PDB. Namun begitu pemerintah di Lisabon telah banyak mencatat kemajuan dengan program penghematan anggarannya.
Foto: AFP/Getty Images
Singapura - 310 Milliar Dolar AS
Kecil tapi besar. Itulah perekonomian Singapura yang sayangnya juga termasuk jumlah utangnya. Saat ini Singapura mencatat rasio utang sebesar 105% terhadap PDB. Jika dibagi rata, setiap penduduk negeri jiran itu berutang 57,5 ribu Dolar AS atau sekitar 750 juta Rupiah per kepala.
Foto: AFP/Getty Images
Amerika Serikat - 16,3 Triliun Dolar AS
Rasio utang Amerika Serikat berada di kisaran 105,1% terhadap produk domestik brutto. Dampaknya rating kredit AS diturunkan dari AAA menjadi AA+ 2011 lalu. Sejak krisis melanda 2008 silam, Washington menggelontorkan dana miliaran untuk menopang pertumbuhan, antara lain lewat belanja infrastruktur, keringanan pajak untuk dunia bisnis dan kebijakan intervensi pasar modal
Foto: Getty Images
Cina - 8,2 Triliyun Dolar AS
Kendati berjumlah besar, utang Cina tidak banyak membebani perekonomiannya. Saat ini rasio utang negeri tirai bambu itu cuma berkisar 41,3% dari produk domestik brutto. Yang mengejutkan adalah kenaikan utang domestik Cina yang meroket sejak 2007. Beijing diwanti-wanti agar memperhatikan pertumbuhan utangnya jika tidak ingin mengalami perlambatan pertumbuhan.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Indonesia - 293,7 Miliar Dollar AS
Produk Domestik Brutto Indonesia yang menembus angka 1 Triliun USD tahun 2014 silam membuat rasio utang pemerintah mengecil, menjadi cuma 26% dari total PDB. Dalam hal utang, Indonesia tergolong sehat dan termasuk negara dengan rasio utang terkecil di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
8 foto1 | 8
Apakah dengan tambahan lagi utang baru, seperti yang disampaikan Menteri Luhut Panjaitan, Sungai Citarum akan membaik? Saya meragukannya.
Selama pemerintah tidak tegas kepada perusahaan-perusahaan pembuang limbah, selama korupsi masih berjalan (yang membuat para pembuang limbah bisa lepas dari tanggung jawab mereka dengan membayar sejumlah uang), selama masalah kemiskinan dan pendidikan tidak terselesaikan dengan baik (yang membuat warga terus merambah kawasan hulu Sungai Citarum demi mendapatkan penghasilan), selama tidak pernah ada transparansi atas pelaksanaan program-program perbaikan, persoalan Sungai Citarum tidak akan selesai.
Rekayasa-rekayasa teknik mungkin akan membantu memperbaiki kondisi Sungai Citarum. Tetapi semua itu akan percuma jika perilaku manusia-manusianya tidak diperbaiki, karena manusialah yang menjadi penyebab utama persoalan Sungai Citarum. Sungai itu semakin bermasalah ketika semakin banyak manusia yang tinggal di sekitar kawasannya.
Metamorfosis Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung adalah nadi kehidupan sejak era Tarumanegara hingga Jakarta. Setelah dijadikan lubang sampah ibukota, sungai bersejarah itu mulai berubah. Kini Ciliwung menjadi ladang perseteruan demi identitas kota
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Nadi Peradaban
Tanpa Ciliwung Jakarta mungkin tidak pernah ada. Sungai sepanjang 120 kilometer itu ikut melahirkan peradaban awal berupa Kerajaan Tarumanegara. Kesultanan Banten, pemerintahan kolonial Portugal dan Belanda menggunakan Ciliwung sebagai jalur transportasi utama dan sumber air minum. Namun sejarah panjang sungai tersebut kini nyaris dilupakan.
Foto: public domain
Pelarian Kaum Terbuang
Sejak 40 tahun terakhir wajah bantaran Ciliwung dipenuhi pemukiman kumuh buat kaum terpinggirkan. Ketiadaan ruang hidup yang terjangkau memaksa mereka menempati lahan milik negara tersebut. Buruknya perencanaan tata kota dan infrastruktur untuk mendukung pemukiman penduduk membuat Ciliwung menjadi daerah kotor dan berpolusi.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Polusi demi Uang
Namun begitu penduduk bukan satu-satunya sumber polusi Ciliwung. Studi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama empat tahun yang dipublikasikan 2014 silam menyebut 17 perusahaan rajin membuang limbahnya di sungai tersebut. Pada 2011 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Jakarta telah memperingatkan, air resapan tanah di Ciliwung telah terkontaminasi bakteri E Coli lebih dari 90 persen.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Proyek Masa Depan
Bahkan sejak 1995 perusahaan air minum Jakarta, PT Palyja dan PT Aetra, tidak lagi mengambil air dari Ciliwung, melainkan Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Seharusnya harga air buat sekitar 5 juta konsumen di Jakarta bisa berkurang drastis jika kejernihan air Ciliwung bisa dikembalikan. Dengan kebutuhan air yang kian melonjak, normalisasi Ciliwung menjadi proyek masa depan yang tak bisa diabaikan
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Polemik di Bantaran Sungai
Rencana itu kemudian dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Normalisasi Ciliwung melibatkan pelebaran bibir sungai hingga mencapai 50 meter, seperti pada era kolonial Belanda. Namun hal tersebut berarti menggusur penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Ujung-ujungnya proyek pemprov DKI itu mengundang polemik dan kritik karena dianggap mengorbankan penduduk miskin.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang Identitas Kota
Arus balik animo publik berkutat pada masalah penggusuran. Sejumlah aktivis menilai normalisasi Ciliwung mengebiri identitas kota dan mengubur predikat Jakarta yang inklusif buat semua. Membangun tanpa menggusur menjadi moto yang dirapal oleh sebagian pakar tata kota. Pemerintah Provinsi sebaliknya terkesan ingin mempercepat normalisasi karena khawatir kehilangan momentum politik jelang Pilkada
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Penggusuran atau Relokasi?
Penggusuran sebagai bagian dari normalisasi sungai adalah ganjalan terbesar. Menurut Pemprov DKI, sebanyak 75.000 keluarga harus direlokasi untuk membebaskan bantaran sungai dari pemukiman kumuh. Kondisi tersebut menambah rumit masalah Ciliwung. Tidak heran jika rencana awal menyebut proyek normalisasi akan memakan waktu hingga 20 tahun.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Jernih Sungai Ciliwung
Perlahan wajah Ciliwung mulai berubah. Sungai yang dulunya dipenuhi sampah dan berbau busuk, kini bersih dan terkesan asri. Pemerintah dan penduduk berharap normalisasi bisa menghadang banjir yang tiap tahun menggenangi bantaran sungai. Namun proyek raksasa ini belum akan selesai dalam waktu dekat. Prahara yang menyertai penggusuran pun akan terus berlanjut selama belum ada model pendekatan lain
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
8 foto1 | 8
Apakah butuh utang luar negeri untuk memperbaiki manusia-manusia yang terkait dengan Sungai Citarum? Tidak perlu. Meningkatkan kualitas seluruh penduduk Indonesia—termasuk para pengusaha dan warga di sekitar Sungai Citarum—adalah kewajiban pemerintah. Anggaran untuk itu sudah masuk di dalam APBN, tinggal pemerintahnya saja yang serius dan mencoba mencapai yang terbaik dengan anggaran yang ada, agar kualitas manusia Indonesia membaik, yang pada akhirnya akan membuat kondisi Sungai Citarum membaik pula.
Meminjam uang untuk melakukan rekayasa teknik tanpa mendidik manusianya, adalah wujud kemalasan. Jangan lagi menggunakan nama Citarum untuk utang yang tak jelas hasilnya.
Penulis: Zaky Yamani
Jurnalis dan novelis. Laporannya tentang Sungai Citarum terbit di dalam buku kumpulan reportasenya Komedi Sepahit Kopi (2010) dan di majalah National Geographic Indonesia edisi April 2014
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Sungai Gangga Antara Sampah dan Mayat Manusia
Sungai Gangga adalah nadi kehidupan warga India. Namun sungai berjuluk "ibu" itu kian sekarat oleh sampah plastik, limbah pabrik dan jenazah manusia yang dibuang ke sana.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Sampah Mengalir di Sungai Gangga
Setiap tahun 115.000 ton sampah plastik mengotori sungai Gangga di India. Padahal sungai yang mengalir dari pegunungan Himalaya hingga ke Teluk Bengal itu menghidupi 450 juta orang. Bukan hanya sampah, polusi limbah pabrik dan rumah tangga mempercepat kematian sungai suci yang sering dijuluki "ibu" oleh warga setempat itu.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Nadi Kehidupan India
Sungai Gangga lahir dari curahan air gletser di Himalaya. Namun seiring mendekati laut, sungai sepanjang 2620 kilometer yang melewati 29 kota dengan populasi lebih dari 100.000 orang dan 23 kota lain yang berpopulasi di atas 50.000 penduduk itu mulai dicemari sampah dan limbah manusia. Padahal Gangga memainkan peranan besar dalam ritual keagamaan Hindu dan sudah membumi sejak ratusan tahun silam.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Kesucian Membawa Perkara
Umat Hindu meyakini sungai Gangga sebagai titisan tuhan yang mengalir dari surga buat membersihkan Bumi. Maka membasuh diri dengan menggunakan air sungai Gangga diyakini akan menyucikan manusia dari semua dosa-dosanya. Tidak heran jika setiap hari ribuan peziarah menyemuti bantaran sungai untuk mandi dan berdoa.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Kuburan Buat Kaum Penyembah
Bantaran sungai Gangga juga digunakan umat Hindu sebagai tempat kremasi atau pembakaran jenazah. Tradisi yang dipercaya akan membebaskan manusia dari lingkaran hidup dan mati itu setiap tahun menghasilkan upacara pembakaran 32.000 jenazah dan menyisakan 300 ton potongan tubuh manusia di sungai Gangga.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Kutukan Sungai Gangga
Kesucian sungai Gangga turut mengundang jutaan peziarah setiap tahunnya. Pada sebuah hari suci agama Hindu yang cuma dirayakan selama 12 tahun sekali, jumlah pengunjung bahkan menembus angka 12 juta orang. Sebab itu pula polusi di sungai Gangga kini dianggap sebagai penyebab utama tingginya angka kematian bayi dan gangguan kesehatan buat penduduk di sekitar.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Ambisi Besar New Delhi
Kondisi tersebut memaksa Perdana Menteri Narendra Modi buat bertindak. Ia menjanjikan pembangunan pusat pemurnian air dan memindahkan 400 pabrik pengolahan kulit dari bantaran sungai. Namun proyek lingkungan senilai 3 milyar Dollar AS itu belum banyak terwujud. Hingga kini hanya sepertiga dari 4.800 juta liter limbah yang disuling sebelum dibuang ke sungai.
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Ujian Bagi India
Untuk proyek ambisius tersebut Bank Dunia bahkan bersedia meminjamkan dana senilai 1 milyar Dollar AS. Tapi upaya pemerintah di New Delhi membersihkan sungai Gangga dianggap menjadi ujian terhadap kemampuan India memodernisasi struktur pemerintahan, mengentaskan korupsi dan membenahi manajemen limbah.