Superman dinilai Politis, "Superhero yang Terlalu Progresif"
16 Juli 2025
Film Superman yang tayang di bioskop pada awal Juli 2025 dibuka dengan adegan tokoh utama yang nampak babak belur dan terdampar di sebuah daerah terpencil di Arktik.
"Kami memang sengaja menampilkan Superman yang babak belur di awal cerita karena itulah situasi negara kami,” kata James Gunn, sutradara Superman, dalam konferensi pers pasca pemutaran perdana trailer film tersebut.
Menurut Gunn, Superman melambangkan kondisi Amerika Serikat (AS) yang sedang melalui masa-masa sulit, tetapi tetap perpihak pada kebaikan.
Selama ini, tokoh Superman senantiasa digambarkan sebagai sosok pahlawan super AS yang memperjuangkan kebenaran atau perwujudan American Dream.
Namun, kali ini Gunn memilih fokus pada kebaikan yang lebih universal. Superman bukan hanya melindungi orang Amerika melainkan juga setiap kelompok lemah di seluruh penjuru dunia. "Meskipun hal itu membuat dia terjebak dalam masalah,” tutur Gunn.
"Ya,film ini memang tentang politik,” kata Gunn dalam wawancara dengan The Times, surat kabar harian asal Inggris. Di samping itu, Gunn berpendapat bahwa film ini tentang, "kebajikan manusia”.
"Tentu masih akan ada orang di luar sana yang menganggap film ini ofensif karena haya berfokus pada tema kebaikan,” lanjut sang sutradara. "Tapi biarlah mereka berpendapat sesuka hati mereka.”
Pernyataan Gunn mengusik kelompok sayap kanan di AS. Mereka menganggap Gunn mengubah sosok Superman yang ikonik menjadi figur yang terlalu progresif. Kelompok sayap kanan juga menginisiasi gerakan memboikot film Superman.
Fox News juga sempat menyiarkan kritik terhadap Superman karya Gunn. "Kami tidak menonton film untuk diceramahi atau mendengar seseorang biacara soal ideologinya. Saya mempertanyakan apakah film ini akan sukses,” kata Kellyanne Conway, presenter The Five, saat siaran.
Perang Marvel dan DC
Biasanya, film-film superhero Blockbuster enggan menunjukkan tayangan yang bisa membuat mereka mendapat label tertentu. Baik itu konservatif maupun liberal. Namun, para fans film superhero menganggap bahwa telah terjadi polarisasi di antara penikmat cerita karya DC dan Marvel Comics. Perbedaan ideologi telah memunculkan konflik di kalangan fans dari dua penerbit komik terbesar di Amerika Utara tersebut.
Para pahlawan dalam DC Universe seperti Superman dan Batman sejauh ini dianggap sebagai figur konservatif-otoritarian. Mereka digambarkan sebagai pembela hukum yang sangat taat. Tidak ada yang mengawasi mereka karena mereka adapah perpanjangan dari hukum itu sendiri.
"Tidak ada partisipasi demokratis dalam dunia Batman,” kata A.O. Scott, kritikus film, dalam podcast X Man: The Elon Musk Origin Story.
Scott juga beranggapan bahwa para pahlawan dalam semesta Marvelseperti Iron Man, Captain America, Ant Man, dan Avengers; adalah figur pahlawan yang bertindak dengan belas kasih. Bagi Scott, film-film Marvel merepresentasikan cara pandang ala Obama dan Biden.
Gunn, kritikus Trump yang vokal
Gunn tadinya adalah bagian dari tim Marvel. Di lain sisi, ia juga dikenal sebagai kritikus Donald Trump yang cukup vokal. Pada 2017 Gunn mengunggah Tweet, "Kita sedang berada dalam kondisi krisis nasional karena presiden kita yang tidak kompeten ini melancarkan serangan besar-besaran terhadap fakta dan jurnalisme dengan gaya ala Hitler dan Putin.”
Unggahan tersebut menyinggung kelompok sayap kanan. Salah satu situs berita sayap kanan, Daily Caller meriset unggahan Gunn di X yang dianggap ofensif dan membaginya di media sosial. Sejumlah warganet merespons dengan menuntut Disney untuk memutus kerja sama dengan Gunn.
Gunn pun sempat dibebastugaskan dari proyek film ketiga Guardians of the Galaxy. Ia direkrut kembali setelah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan bernegosiasi dengan para petinggi studio Disney.
Akhirnya Gunn memilih beralih ke penerbit komik lain. Pada 2022 ia diangkat sebagai co-chairman DC Studios. Ia kini menjabat sebagai kepala kreator DC Universe yang bertanggungjawab untuk membuat sejumlah film termasuk Superman.
Istilah 'alien ilegal' untuk para migran
Gunn tidak bermaksud untuk memprovokasi penonton yang tidak progresif. Pada kenyataannya, tokoh Superman diciptakan oleh Jeryy Siegel dan Joe Shuster. Dua imigran Yahudi yang menciptakan figur Superman sebagai respons atas kebangkitan Hitler dan antisemitisme di Eropa.
Superman pertama kali tampil dalam Action Comics #1 pada 1938.
Superman lahir di planet Krypton dengan nama Kal-El. Orang tua Kal-El mengirimnya ke bumi agar ia tidak menjadi korban kehancuran planet Krypton. Keluarga yang mengadopsi Kal-El menganggapnya sebagai anak biologis dan memberinya nama Clark Kent. Hal itu dilakukan agar tidak ada yang mengetahui bahwa Kal-el adalah ‘alien ilegal'. Istilah untuk menyebut para migran dan sesungguhnya dianggap ofensif bagi kelompok migran.
Asal usul Superman mulai dikulik kembali pada 2018 ketika Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) menerbitkan buku Superman was a Refugee Too.
Setahun sebelumnya, Action Comics edisi #987 menggambarkan Superman melindungi sekelompok imigran tanpa dokumen dari serangan orang kulit putih bersenjata. Komik tersebut dirilis tak lama setelah Presiden Trump menghapus kebijakan Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA). DACA adalah program yang memungkinkan ratusan ribu imigran Amerika Serikat yang tiba di sana sejak masa kanak-kanak bisa tinggal dan bekerja tanpa ancaman deportasi.
Pada awal 2025, pemerintah Amerika Serikat kembali memakai kata ‘alien' untuk menyebut para migran. Penggunaan istilah tersebut sempat dilarang ketika Joe Biden masih menjabat. Kini pemerintahan Trump juga meningkatkan pengetatan imigrasi yang mengancam demokrasi di Amerika Serikat dan memperbesar polarisasi di kalangan masyarakat.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Joan Rumengan
Editor: Prita Kusumaputri