1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Surga Pedofilia, Neraka Bagi Anak-anak

23 Agustus 2016

Bali, surga bagi wisatawan, namun neraka bagi anak-anak setempat yang beresiko mengalami pelecehan seksual, demikian peringatan para aktivis perlindungan anak.

Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images

“S“ baru berusia 14 tahun. Dia adalah salah satu korban dalam kasus pelecehan seksual dengan tersangka Robert Andrew Fiddes Ellis, warga Australia, yang dituduh mencabuli setidaknya 11 gadis di bawah umur.

Ellis yang ditahan sejak Januari 2016 menghadapi ancaman hingga 15 tahun penjara jika terbukti bersalah. Polisi Bali mengatakan pihaknya terus mengejar beberapa tersangka terkait kasus pelecehan seksual tanpa mengungkapkan kebangsaan mereka.

“Dari dia saya menerima pakaian, tapi ketika ia (tersangka) ingin memberikan pil, aku bilang tidak," demikian dikisahkan "S" yang bekerja sebagai tukang angkut barang di sebuah pasar lokal. "Saya lega," kata “P“ korban lainnya. "Sekarang saya bebas, tidak perlu dijemput-jemput lagi."

Surga Wisata, Neraka bagi Anak-anak

01:30

This browser does not support the video element.

Tak berhenti sejak 2011

Salah satu aktivis di Bali mengatakan kasus tersebut hanya salah satu dari sekian banyaknya kasus-kasus serupa."Kasus-kasus yang saya wakili adalah kasus pedofilia dan penganiayaan anak, yang belum berhenti sejak 2011. Oleh karena itu saya sangat marah, melihat Bali saat ini telah menjadi surga bagi pedofil," kata Siti Sapurah, seorang pengacara dan aktivis yang bekerja untuk kasus-kasus dengan korban anak-anak di Bali.

"Seperti yang saya lihat, Bali tidak menaruh banyak perhatian untuk melindungi anak-anak setempat. Jika kita pergi di sekitar pulau, kita bisa melihat banyak anak-anak yang berkeliaran di jalan-jalan. Mereka kemudian dibawa ke hotel yang akan 'digunakan' orang asing. Negara tidak hadir," tambahnya.

Banyak yang tak melaporkan

Tak mudah mendapat data resmi pelecehan seksual di Indonesia, di mana lebih dari 90 persen kasus perkosaan tidak dilaporkan, demikian menurut sebuah survei terbaru oleh kelompok pendukung korban Lentera Sintas Indonesia.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berjanji untuk bekerjasama dengan penegak hukum lokal Bali untuk mengidentifikasi lokasi yang berisiko tinggi terjadi pelecehan seksual.

"Lembaga di tingkat provinsi kami bekerja dengan polisi untuk melakukan razia rahasia di beberapa tempat di lokasi berisiko tinggi bagi anak-anak yang menjadi korban," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembisa kepada Reuters.

Pemerintah juga bermitra dengan organisasi non-pemerintah untuk menemukan mekanisme yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

Penegak hukum harus proaktif

Kalangan aktivis menilai kemiskinan dan kurangnya pendidikan merupakan faktor kunci yang dapat menyebabkan eksploitasi anak. Penegak hukum dituntut berbuat lebih banyak untuk membantu para korban.

"Penegakan hukum harus lebih proaktif karena banyak kasus di mana anak-anak menjadi korban tak dilaporkan, karena orang tua malu dengan apa yang telah terjadi. Bagi mereka hal itu dianggap sebagai aib keluarga. Oleh karena itu penegak hukum harus memainkan proaktif peran dalam menyelidiki kasus pelecehan seksual anak," tandas Anto Sudaryanto,yang bekerja untuk organisasi Terres Des Hommes, sebuah organisasi perlindungan anak non-pemerintah yang berbasis di Belanda.

Menurutnya, diperkirakan terdapat 40.000 sampai 70.000 anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual, terutama di kawasan pariwisata seperti Bali, Lombok dan Batam.

Para aktivis memperingatkan pemerintah dan aparat agar serius melindungi anak-anak sebagai kaum yang rentan di tengah booming pariwisata.

ap/vlz (rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait