Suriah berniat memposisikan diri sebagai mitra barat dalam perang melawan ISIS. Dari lingkaran militer muncul perkiraan, tanpa Suriah perang melawan ISIS tidak akan berakhir cepat.
Iklan
Beberapa jam setelah serangan udara AS terhadap ISIS di Suriah, pemerintah Damaskus menelurkan pernyataan yang mendukung "semua upaya internasional" untuk memerangi kelompok teror tersebut. Washington sebelumnya mengklaim tidak meminta izin terlebih dahulu dari pemerintahan Assad sebelum menggelar serangan udara.
Pernyataan Damaskus diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri, Walid Muallem di televisi nasional. Katanya, Suriah akan berkonstribusi dalam perang melawan teroris, "entah itu melawan IS, Nusra Front atau siapapun," ujarnya.
Namun Walid Muallem juga menuntut agar Amerika Serikat dan koalisi lima negara Arab agar mengkoordinasikan serangan dengan pemerintah di Damaskus. Kritik juga datang dari pemerintah Rusia. Menlu Sergey Lavrov menyebut serangan udara AS melanggar kedaulatan Suriah.
Suriah kini ingin memposisikan diri sebagai mitra barat dalam memerangi ISIS. Namun tawaran Damaskus itu sejauh ini belum bergayung sambut. Terutama Jerman menolak segala bentuk kerjasama dengan rejim Bashar Assad di Damaskus.
Dalam sebuah laporan rahasia milik Kementrian Luar Negeri yang mendarat di halaman muka mingguan Der Spiegel, kemenlu menegaskan bahwa "Assad tidak boleh menjadi mitra dalam perang melawan ISIS."
Agenda tersebut akan menjadi acuan diplomasi bagi Jerman di pertemuan-pertemuan internasional. Berlin mencurigai, Assad ingin menghalau ISIS "sebagai bagian dari strateginya untuk melucuti legitimasi oposisi."
Bukan Jumlah Anggota yang Jadikan IS Kuat
Melihat aksi Islamic State, banyak orang heran tentang bagaimana kelompok jihad kecil itu bisa merajalela.
Foto: picture alliance / AP Photo
Kekuatan IS kecil
Kelompok jihadi itu masih relatif merupakan kekuatan kecil dan kekuatannya tidak terletak dalam jumlah. Berikut alasan yang diidentifikasi oleh para ahli militer mengenai kenapa IS sukses.
Foto: Imago/Xinhua
Punya senjata baru
Islamic State menggunakan peralatan militer yang mereka rebut dari para musuh yang mereka taklukkan, termasuk tank-tank, Humvees, rudal dan berbagai senjata berat lainnya. Sejumlah perlengkapan, sebagian besar buatan Amerika, yang ditinggal kabur pasukan Irak yang melarikan diri ketika para jihadis meluncurkan serangan pertama mereka lebih dari dua bulan lalu, telah mengubah kemampuan IS.
Foto: picture alliance/AP Photo
Pengalaman Suriah
IS telah lama memiliki pijakan di Irak – yang bahkan menjadi tempat inkarnasi pertama kelahiran kelompok itu pada 2004 – namun apa yang membuat mereka kuat seperti hari ini adalah berkat pertempuran di negara tetangga Suriah. Mereka telah memerangi rezim Suriah dan kelompok pemberontak saingannya sejak 2011, kelihatan tidak takut mati dan mengadopsi taktik yang sangat agresif.
Foto: picture alliance/AP Photo
Memilih perang dengan cerdik
IS telah memilih perang dengan kecerdikan yang tajam, mefokuskan diri pada wilayah-wilayah Sunni di mana mereka bisa mendapatkan dukungan, infrastruktur-infrastruktur kunci atau tempat-tempat yang tidak dijaga dengan baik, serta pada saat bersamaan menghindari kekalahan yang tidak perlu untuk tetap memelihara momentum dan kesatuan di dalam organisasi.
Foto: Reuters
Propaganda efektif
IS menggunakan faktor ketakutan untuk menaklukkan seluruh kota tanpa perlawanan. Mereka menggunggah berbagai foto mengerikan orang-orang yang dipenggal dan dimutilasi, untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda dan pada saat bersamaan membuat musuh ketakutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Musuh yang lemah
Satu-satunya faktor tunggal terbesar yang membuat para jihadis itu kelihatan kuat adalah lemahnya para lawan mereka. “Angkatan bersenjata Kurdi relatif baik menurut standar Irak, tapi mereka betul-betul prajurit infantri yang “ringan”. Mereka yang berpengalaman memerangi Saddam Hussein telah pergi dan digantikan oleh orang-orang yang lebih muda,” kata Cordesman, mantan pejabat pertahanan AS.
Foto: Reuters
6 foto1 | 6
Berlin dalam laporan tersebut akan tetap melanjutkan dukungannya terhadap oposisi Suriah.
Presiden AS Barack Obama juga berulangkali menekankan tidak akan menjalin kemitraan dengan rejim Assad di Suriah. Namun begitu dari kalangan militer di Pentagon mulai muncul kekhawatiran, tanpa keterlibatan negara koalisi yang mampu mengirimkan pasukan darat, perang melawan IS tidak akan berakhir cepat.