Suriah: Rehabilitasi Diplomatik bagi Dinasti Assad?
11 Januari 2023
Presiden Suriah Bashar al-Assad kembali disambut di panggung internasional lewat mediasi Rusia. Turki menjadi yang pertama berunding dengan Damaskus. Namun kedua negara terpaut dua jenis kepentingan yang berbeda.
Iklan
Setelah lama berseteru, kini Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Suriah Bashar al-Assad kembali mendekat. Isyarat tersebut diungkapkan Erdogan pada pekan lalu.
Dia mengatakan tidak lagi menutup kemungkinan bertemu dengan Assad. Erdogan mendukung perundingan damai di Suriah lewat mediasi Turki dan Rusia.
Pemulihan hubungan diplomasi antara Turki dan Suriah berawal belum lama ini di Moskow, ketika Rusia menerima kepala dinas rahasia dan menteri pertahanan dari kedua negara. Selanjutnya, Erdogan mengatakan akan menggelar pertemuan para menteri luar negeri. Menurut laporan media, pertemuan tersebut akan digelar pada Rabu (11/10).
Menurut Christopher Phillips, pakar politik Queen Mary University di London, Inggris, adalah kebuntuan militer di Suriah yang memaksa Ankara mengubah sikapnya terhadap Damaskus.
"Assad memenangkan perang di dalam negeri dengan menguasai sebagian besar wilayah Suriah, meski tidak semua,” kata dia. Meski kehancuran yang merajalela, "dalam sudut pandang militer, kelompok oposisi tidak lagi mampu mengancam kekuasaan dinasti Assad.”
Pemilu di Suriah Tandai 50 Tahun Kekuasaan Dinasti Assad
Pemilu di Suriah akan berlangsung pada 26 Mei 2021 dan akan menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di negara yang terpecah dan hancur oleh peperangan.
Foto: Jalaa Marey/AFP
Hafez al-Assad, orang kuat Suriah selama puluhan tahun
Hafez al-Assad naik ke tampuk kekuasaan tahun 1970 setelah melancarkan kudeta. Dia membangun Suriah dengan tangan besi melalui partai hegemoni Ba'ath, dan meletakkan fundamen kekuasaan dinastinya. Hafez al-Assad meninggal 10 Juni 2000. Sebulan kemudian, anak lelakinya Bashar terpilih sebagai pemimpin baru setelah memenangkan 97 persen suara dalam referendum. Bashar adalah satu-satunya kandidat.
Foto: AP
Pupusnya harapan reformasi
Bashar al-Assad tadinya dipandang sebagai pemimpin muda yang berpandangan modern dan akan menggalang reformasi Suriah. Namun ketika gerakan protes "Musim Semi Arab" mulai melanda Suriah, Bashar mengerahkan pasukan dan menindas secara brutal aksi-aksi protes. Sebagian pasukan Suriah lalu bergabung dengan kalangan oposisi dan pertempuran pecah di banyak tempat.
Foto: Louai Beshara/AFP
Perang tak berkesudahan
Peperangan makin meluas, bahkan mendekat ke ibukota Damaskus. Menghadapi para pemberontak, Bashar al-Assad tidak segan mengerahkan segala kekuatan militer, termasuk serangan dengan senjata kimia.
Foto: picture-alliance/AA/H. Adnan
Rumah sakit jadi sasaran
Pasukan pemerintah Suriah menyerang rumah sakit untuk mencegah para gerilyawan dirawat. Foto: Rumah Sakit Arbin di kota Ghouta yang hancur setelah jadi sasaran serangan udara, Februari 2018.
Foto: Diaa Al-Din Samout/AA/picture alliance
Ratusan ribu pengungsi
Ratusan ribu orang melarikan diri dari kota-kota yang jadi sasaran pemboman. Kamp pengungsi di Idlib didirikan setelah kota Idlib hancur diserang pasukan pemerintah Suriah yang mendapat bantuan militer dari Rusia dan Iran.
Foto: picture-alliance/AA/M. Abdullah
Dukungan militer dari "saudara tua" di Iran
Bashar al-Assad bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Februari 2019. Khamenei menyebut Bashar sebagai "pahlawan dunia Arab". Iran mengirimkan bantuan ke Suriah karena ingin memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah untuk melawan Israel dan negara-negara Arab berhaluan Sunni seperti Arab Saudi. Sama dengan Iran, dinasti Assad berhaluan Syiah.
Foto: Leader.ir
Bantuan dari penguasa di Moskow
Foto Presiden Rusia Vladimir Putin terpampang di Ghouta, setelah kota itu direbut pasukan pemerintah dari tangan pemberontak, dengan bantuan tentara Rusia, Februari 2018. Rusia terutama ingin mengamankan sumber daya alam Suriah dan sudah mendapat persetujuan dan kontrak untuk menambang minyak, gas dan phosphor.
Foto: Reuters/O. Sanadiki
50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah
Tanggal 26 Mei 2021 rezim di Damaskus kembali melangsungkan pemilihan umum dengan kandidat utama Bashar al-Assad, yang akan memasuki masa jabatan yang keempat, sekaligus menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah. (hp/gtp)
Foto: LOUAI BESHARA/AFP
8 foto1 | 8
Dengan menggandeng Turki, Bashar Assad perlahan meniti jalannya kembali ke panggung internasional. "Melalui perkembangan teranyar dia berharap bisa mendapat kredibilitas dan dukungan diplomatik,” kata pakar Timur Tengah di Yayasan Heinrich-Böll, Jerman, Bente Scheller.
Iklan
Kepentingan Turki
Turki awalnya menyokong kelompok oposisi Suriah dalam perang melawan pasukan pemerintah. Sejak perang berkobar pada 2011 silam, Erdogan juga menutup kanal diplomasi di Suriah dan mengaku tidak bersedia berbicara dengan Assad.
Namun di sisi lain, Ankara juga memerangi pemberontak Kurdi yang banyak bercokol di utara Suriah. Sebabnya Turki kini diduga ingin meminta dukungan Damaskus.
Bagi pemerintahan Assad, kelompok Kurdi adalah satu-satunya mitra penghubung dengan wilayah utara. "Sebabnya saya tidak yakin apakah Assad dan Erdogan akan bisa bersepakat soal pemberontakan Kurdi,” kata Bente Scheller.
Selain itu, Erdogan juga diduga ingin mendorong kepulangan empat juta pengungsi Suriah di Turki. Krisis ekonomi yang kian membebani kas negara dan biaya pengungsi dikhawatirkan bisa berimbas pada pemilihan umum tahun depan.
Namun kepulangan pengungsi Suriah tidak termasuk daftar prioritas pemerintah di Damaskus, kata Scheller. "Dalam isu ini tidak akan ada kata sepakat antara Assad dan Erdogan.”
Etnis Kurdi di Suriah, Antara Harapan dan Ketakutan
Jurnalis foto Karlos Zurutuza mengunjungi wilayah perbatasan utara Suriah setelah invasi Turki. Di sana, ia bertemu sejumlah keluarga yang mengungsi dan para lelaki kesepian yang tetap tinggal di desa-desa.
Foto: Karlos Zurutuza
Dalam pengungsian
Menurut informasi PBB, hampir 200.000 orang telah mengungsi di wilayah itu sejak awal invasi Turki. Menurut laporan, banyak orang Kurdi berusaha mencari tempat berlindung di daerah pemukiman Kurdi di Irak. Namun hanya mereka yang memiliki izin tinggal di Irak lah yang diperbolehkan melintasi perbatasan.
Foto: Karlos Zurutuza
Para lelaki tinggal di desa
Kini banyak desa di timur laut Suriah yang telah ditinggalkan. Perempuan dan anak-anak melarikan diri dari daerah perbatasan ke pedalaman, seperti ke ibu kota provinsi Al-Hasakah. "Tetapi kondisi di Al-Hasakah semakin memburuk karena begitu banyak pengungsi yang datang. Jadi kami putuskan untuk tinggal," ujar Suna, seorang ibu dari tiga anak, kepada DW.
Foto: Karlos Zurutuza
Kehidupan mulai meredup
Bazar yang pernah semarak di kota Amude, Suriah, kini jadi tempat yang suram. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung. Sejak awal serangan Turki, banyak pebisnis menutup toko mereka. Saat hari menjelang gelap, suara ledakan granat dari sisi lain perbatasan mulai terdengar. Siapa pun yang memutuskan tinggal di kota, nyaris tidak berani meninggalkan rumah pada sore dan malam hari.
Foto: Karlos Zurutuza
Dia kembali lagi
Patung mantan penguasa Hafiz al-Assad kembali menyapa di jalan masuk kota Kamischli yang merupakan kota paling penting di timur laut Suriah. Hubungan antara pemerintahan Kurdi dan rezim Presiden Bashar al-Assad di wilayah tersebut menegang sejak awal perang saudara di Suriah tahun 2011.
Foto: Karlos Zurutuza
Ketidakpastian masih membayang
Etnis Kurdi di Suriah merasa dikhianati Presiden AS Donald Trump yang telah memerintahkan penarikan pasukan AS. "Kami tahu apa yang dilakukan Trump kepada kami, namun kami masih tidak tahu apa-apa terkait niatan Putin," ujar Massud, seorang pelanggan di salon rambut ini. AS telah meyakinkan Turki bahwa gencatan senjata di utara Suriah adalah langkah yang tepat.
Foto: Karlos Zurutuza
"Saya sebaiknya tidak berkomentar apa-apa"
Bertahun-tahun di bawah tekanan pemerintahan Bashar al-Assad dan ayahnya, banyak orang di kota Derik, Suriah, menolak mengatakan pendapat mereka tentang pengaruh kebangkitan pemerintah Suriah di wilayah tersebut. "Seluruh negeri pada saat itu diawasi oleh intelijen. Ini mungkin akan segera terjadi, jadi tidak ada yang akan berbicara apa pun tentang hal itu," ujar seseorang yang diwawancarai.
Foto: Karlos Zurutuza
Lima peti mati, lima takdir
Di mana-mana di timur laut Suriah, orang-orang harus mengurusi mayat-mayat yang setiap hari menjadi korban serangan. Serangan udara Turki menghantam sasaran militer dan warga sipil. Rumah sakit seperti yang terletak di Derik, tempat para korban terluka dirawat, kini telah dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak.
Foto: Karlos Zurutuza
Ribuan jiwa jadi korban
Etnis Kurdi di Suriah mengklaim telah ada sekitar 11.000 korban dalam perang melawan milisi teroris ISIS. Meski ISIS tidak lagi mengendalikan sebagian besar wilayah ini, korban tewas tetap berjatuhan. Puluhan warga sipil dan ratusan milisi dilaporkan tewas setelah Turki melancarkan serangan di timur laut Suriah.
Foto: Karlos Zurutuza
Ditinggalkan sendiri
Setelah perang saudara di Suriah pecah tahun 2011, etnis Kurdi di Suriah memilih untuk tidak memihak kepada kedua pihak - tidak memihak pemerintah, maupun oposisi. Dengan penarikan pasukan AS, mereka dibiarkan sendirian, tanpa ada dukungan apa pun. (ae/na)
Foto: Karlos Zurutuza
9 foto1 | 9
Diplomasi dari Teluk
Selain Turki, Uni Emirat Arab (UEA) pun mulai mencairkan relasinya dengan Suriah. Pertengahan pekan lalu, Menteri Luar Negeri Abdullah bin Zayed al-Nahyan, melawat ke Damaskus dan bertemu Presiden Bashar Assad.
UEA dan Arab Saudi, yang berseteru melawan Iran, diduga ingin menggusur pengaruh Teheran di Suriah. Tapi diragukan apakah Damaskus mau diajak bekerja sama mengusir milisi dukungan Iran dari wilayahnya.
Dalam hal ini, Assad banyak diuntungkan oleh keberadaan milisi-milisi radikal tersebut. "Memang kekuasaan Assad terkesan solid,” ujar Christopher Phillips.
"Tapi banyak kawasan di Suriah yang saat ini dikuasai oleh milisi-milisi serupa mafia. Dan mereka tentunya akan bebas merdeka, jika Iran atau Rusia tidak mengintervensi secara berkala,” pungkasnya.