1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Suu Kyi Desak Pembebasan Tahanan Politik

Ayu Purwaningsih2 Februari 2009

Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Myanmar, Ibrahim Gambari bertemu dengan pejuang pro demokrasi Birma, Aung San Suu Kyi. Pemimpin partai oposisi itu mengecam vonis berat bagi tahanan politik.

Pertemuan sebelumnya Ibrahim Gambari dengan Aung San Suu Kyi yang tak membuahkan pembebasan Suu Kyi
Pertemuan sebelumnya Ibrahim Gambari dengan Aung San Suu Kyi yang tak membuahkan pembebasan Suu KyiFoto: picture-alliance/dpa

Pejuang pro demokrasi Birma, Aung San Suu Kyi menuntut pembebasan para pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi, termasuk diantaranya wakil pimpinan NLD, U Tin Oo. Partai NLD juga menyerukan digelarnya pertemuan antara pihak oposisi dengan junta militer Myanmar. Permohonan itu disampaikan menyusul pertemuan antara para tokoh senior NLD, termasuk Aung San Suu Kyi dengan utusan khusus PBB untuk Myanmar, Ibrahim Gambari.

Kunjungan ke Myanmar ini dilakukan Gambari untuk ketujuh kalinya, di tengah derasnya kritik masih belum berhasilnya misi diplomatik Gambari untuk membebaskan Aung San Suu Kyi. Debbie Stothard dari organisasi non pemerintah Altsean Birma mengungkapkan desakan Suu Kyi itu sangat penting artinya, setelah serangkaian penangkapan aktivis di Birma, yang semakin lama semakin memperparah iklim politik di negara tersebut: „Situasi di Birma semakin buruk, terutama dalam 18 bulan belakangan. Terutama dalam hal tahanan politik. Saat ini merupakan masa terburuk dalam hal penahanan tokoh politik dalam sepuluh tahun terakhir. Sebab begitu banyak orang ditahan ketimbang 18 bulan lalu, mereka kebanyakan merupakan tahanan politik. Jumlah peningkatan tahanan politik meningkat menjadi 80 persen. Sementara tahanan politik perempuan meningkat menjadi sekitar 300 persen dalam 18 bulan terakhir. Tak mengejutkan bila Aung San Suu Kyi mendesakan tuntutan ini. Ini merupakan tuntutan dasar. Jangan lupa bahwa Aung San Suu Kyi sendiri telah menjalani tahanan rumah belasan tahun. Gambari harus memanfaatkan lawatan ini untuk mendesak rezim junta militer guna membebaskan para tahanan politik ini.“

Sementara itu penangkapan para tokoh politik di Myanmar diyakini oleh kalangan pegiat hak asasi manusia, tidak lepas dari rencana digelarnya pemilihan umum tahun depan. Junta Militer Myanmar berjanji untuk menggelar pemilu tahun 2010, di bawah konstitusi yang direvisi, yang prosesnya dipandang oleh oposisi cacat hukum. Beberapa bulan belakangan, para pemimpin militer mengkonsolidasikan kekuatan lewat undang-undang yang menyebutkan militer memiliki jatah 25 persen kursi di parlemen mendatang. Kalangan pegiat HAM mendesak masyarakat internasional menaruh perhatian terhadap kondisi di Myanmar tersebut, mengingat pemilu yang semakin dekat. Kembali Debbie Stothard dari Altsean Birma mengatakan: „Rezim militer Myanmar telah menyatakan akan ada pemilu tahun 2010. Tapi dalam 18 bulan terakhir mereka terus menangkapi para pemimpin politik oposisi yang punya potensi besar ikut dalam kancah pemilu. Sangat jelas agenda junta militer tidak dapat dibenarkan. Masyarakat internasional termasuk Dewan Keamanan PBB harus membuat langkah lebih keras terhadap junta militer, atau pernyataan lebih keras. Karena DK PBB tidak memberikan pernyataan yang tegas dan jelas terhadap junta militer dalam beberapa bulan terakhir. Sehingga junta militer semakin berani untuk melakukan hal yang buruk pada rakyat Birma. DK PBB harus mendesak lebih keras, begitu pula masyarakat internasional, termasuk pula dua negara mitra China dan India, semua bersatu mendorong junta militer membebaskan semua tahanan politik, secepatnya dan tanpa prasayarat. Bila tidak maka situasi di Birma akan semakin buruk.”

Ibrahim Gambari akan meneruskan perjalanannya menuju ke ibukota baru Myanmar, Naypyitaw, 350 kilometer dari Yangun. Gambari bermaksud bertemu dengan pemimpin junta militer Myanmar Jendral Than Shwe.(ap)