Inilah Pesawat Terbang Berbahan Bakar Minyak Goreng
6 Januari 2017
Swedia mulai ujicoba perdana terbangkan pesawat berbahan bakar campuran "bio fuel" dari minyak nabati. Dengan komposisi 50 persen campuran, pesawat terbang diklaim lebih rendah emisinya dan ramah lingkungan.
Iklan
Sebuah pesawat terbang milik maskapai SAS di bandara Arlanda, Stockholm diujicoba perdana terbang dengan bahan bakar campuran "bio fuel". Tangki pesawat kini diisi dua macam bahan bakar. Mula-mula diisi bahan bakar konvensional avtur, lalu ditambahkan bahan bakar ekologis atau "bio fuel" dari minyak nabati alias minyak goreng.
Dengan ujicoba ini, Swedia ingin membuat terobosan dalam perlindungan lingkungan dan perlindungan iklim dari sektor penerbangan. Lars Andersen Resare manajer keberlanjutan maskapai SAS mengatakan:" Kami melakukan berbagai langkah dan tidakan nyata dalam beberapa tahun belakangan, untuk menggunakan lebih banyak bahan bakar terbarukan".
Swedia Ujicoba Pesawat Terbang Berbahan Bakar Minyak Goreng
00:48
Penerbangan perdana dengan campuran bahan bakar ekologis diklaim merupakan langkah terobosan. "Kami bangga dengan aksi yang bertujuan melindungi lingkungan ini", ujar Resare.
Seusai uji penerbangan perdana dengan bahan bakar campuran yang mengangkut penumpang dari bandara Arlanda di Stockholm menuju bandara Kopenhagen di Denmark dan kembali ke Arlanda, perwira navigasi SAS, David Gylling menyatakan, ada perbedaan besar dalam soal emisi. "Saat ini masih sulit mengukurnya, tapi saya yakin ada penurunan emisi signifikan", ujar Gylling.
Dipuji tetap aman
Tentu saja muncul pertanyaan dari para penumpang pesawat, apakar bahan bakar pesawat dengan campuran minyak goreng itu aman? Monitoring oleh Swedavia menunjukkan, bahan bakar campuran avtur-bio fuel, dengan komposisi separuh-separuh tidak mempengaruhi faktor keamanan penerbangan.
Konsep Pesawat Masa Depan
Harga bahan bakar yang melangit memaksa industri penerbangan menelurkan ide visioner untuk menciptakan pesawat masa depan. Sebagian ide itu sudah bisa ditampilkan sekarang. Beberapa bahkan lebih dari sekedar gagasan
Foto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.
Terbang tanpa Gas Buang
Laulintas udara menyebabkan tiga persen emisi karbondioksida di seluruh dunia. Terlalu banyak menurut Komisi Eropa. Lembaga itu menuntut pengurangan emisi sebanyak 25% hingga 2050. Ide-ide visioner seperti yang dibuat oleh bengkel Bauhaus dan terbang dengan energi listrik bisa membantu.
Foto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.
Mesin berpendingin es
Pesawat elektrik ini dilengkapi dengan mesin berdaya tinggi. Mesin itu didinginkan pada minus 190 derajat Celcius agar memaksimalkan efesiensi kabel sambungan listrik. Kendala terbesar adalah berat baterai yang masih terlampau tinggi.
Foto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.
Bentuk mengikuti fungsi
Desain badan pesawat yang tepat dapat menghemat bahan bakar. Seperti misalnya desain yang dirancang oleh Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman (DLR) ini menggabungkan kabin penumpang dengan sayap pesawat, yang disebut dengan "blended-wing-body". Dengan begitu gaya gesekan yang selama ini menghambat pesawat bisa dikurangi.
Foto: DLR
Baling-baling raksasa gantikan mesin jet
Lebih efisien ketimbang mesin jet adalah apa yang disebut dengan rotor terbuka. Konsep ini berfungsi seperti baling-baling, namun dua rentang sayapnya berputar berlawanan arah. Menurut penelitian DLR, mesin semacam itu bisa menghemat bensin sebanyak 20%. Diameter setiap baling-baling mencapai lima meter.
Foto: DLR
Lebih hemat, tapi juga lebih berisik
Solusi paling ideal adalah meletakkan rotor terbuka itu ke dalam badan pesawat. Desain ini membuat pesawat menjadi lebih hemat energi, kendati sedikit lebih lambat ketimbang pesawat yang ada saat ini. jarak yang biasa ditempuh dalam dua jam akan menjadi 15 menit lebih lama. Kerugiannya adalah: rotor terbuka memproduksi suara yang lebih keras ketimbang jet modern.
Foto: DLR
Hemat Energi
Beginilah bentuk pesawat yang dibuat demi menghemat energi: sayap yang lebih panjang, badan yang kecil dan mesin elektrik. Pesawat bernama "Solar-Impulse" yang dikembangkan oleh Bertrand Picard dan André Borschberg ini cuma bisa melesat dengan kecepatan 70 kilometer per jam dan tidak mampu membawa beban.
Foto: Reuters
Sayap lentur
Sayap yang panjang dan tipis membantu aerodinamika pesawat dan bisa menghemat bahan bakar. Sebab itu panjang sayap pesawat tenaga matahari bisa mencapai 63 meter, lebih pendek 5 meter ketimbang sayap pesawat Jumbo Jet. Perkaranya, semua bandar udara tidak mampu menampung pesawat dengan sayap sepanjang itu. Solusinya: Sayap yang bisa dibengkokan.
Foto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.
Kembali ke sayap ganda
"Boxwing" yang didesain Bauhaus memiliki baling-baling terbuka dan sayap yang sangat panjang dan tipis layaknya pesawat layang. Bentuk sayapnya yang menyerupai panah membuat pesawat ini hemat bahan bakar dan mampu terbang lebih cepat. Terlebih panjang rentang sayapnya cocok untuk bandar udara yang ada saat ini.
Foto: Bauhaus-Luftfahrt e.V.
Masa depan tidak cuma soal hemat energi
Buat sebagian yang berusaha menghemat waktu, DLR mendesain Spaceliner yang berupa pesawat suborbital berkecepatan Hipersonik dengan mesin roket. Pada 2050 pesawat ini bisa menghubungkan Eropa dan Australia dalam waktu cuma 90 menit.
Foto: DLR
9 foto1 | 9
Lena Wennberg, manajer lingkungan BUMN Swedia pengelola bandara Swedavia mengatakan; "Sebelumnya kami melakukan ujicoba penerbangan dengan campuran bahan bakar minyak nabati atau minyak goreng sekitar 10 persen. Swedavia menanam investasi 10 juta Kronor atau sekitar 1 juta Euro untuk proyek bahan bakar campuran ini."
Namun Wennberg juga menyebutkan masih ada sejumlah kendala. Saat ini tekniknya belum memungkinkan pesawat terbang dengan bahan bakar nabati sepenuhnya. Maksimal dengan campuran 50 persen. Juga harga bio fuel dari minyak nabati masih terlalu mahal.
"Sekitar 4 kali lipat harga minyak mineral yang biasa digunakan sebagai bahan bakar pesawat", ujar manajer lingkungan Swedavia itu Juga volume produksi minyak nabati tidak sebanyak bahan bakar minyak mineral dari fossil. Swedia saat ini sedang meneliti kemungkinan produksi minyak nabati lebih murah dari limbah bio massa.
Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia
Ambisi Eropa mengurangi jejak karbonnya menjadi petaka untuk hutan Indonesia. Demi membuat bahan bakar kendaraan lebih ramah lingkungan, benua biru itu mengimpor minyak sawit dari Indonesia dalam jumlah besar.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Oelrich
Hijau di Eropa, Petaka di Indonesia
Bahan bakar nabati pernah didaulat sebagai malaikat iklim. Untuk memproduksi biodiesel misalnya diperlukan minyak sawit. Sekitar 45% minyak sawit yang diimpor oleh Eropa digunakan buat memproduksi bahan bakar kendaraan. Namun hijau di Eropa berarti petaka di Indonesia. Karena kelapa sawit menyisakan banyak kerusakan
Foto: picture-alliance/dpa/J. Ressing
Kematian Ekosistem
Organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan, penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk Biodiesel meningkat enam kali lipat antara tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja membutuhkan lahan produksi seluas 7000 kilometer persegi. Kawasan seluas itu bisa dijadikan habitat untuk sekitar 5000 orangutan.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Campur Tangan Negara
Tahun 2006 silam parlemen Jerman mengesahkan regulasi kuota bahan bakar nabati. Aturan tersebut mewajibkan produsen energi mencampurkan bahan bakar nabati pada produksi bahan bakar fossil. "Jejak iklim diesel yang sudah negatif berlipat ganda dengan campuran minyak sawit," kata Direktur Natuschutzbund, Leif Miller.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Komoditas Andalan
Minyak sawit adalah komoditi terpanas Indonesia. Selain bahan bakar nabati, minyak sawit juga bisa digunakan untuk memproduksi minyak makan, penganan manis, produk kosmetika atau cairan pembersih. Presiden Joko Widodo pernah berujar akan mendorong produksi Biodiesel dengan campuran minyak sawit sebesar 20%. Di Eropa jumlahnya cuma 7%.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Menebang Hutan
Untuk membuka lahan sawit, petani menebangi hutan hujan yang telah berusia ratusan tahun, seperti di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau, ini. "Saya berharap hutan ini dibiarkan hidup selama 30 tahun, supaya semuanya bisa kembali tumbuh normal," tutur Peter Pratje dari organisasi lingkungan Jerman, ZGF. "Tapi kini kawasan ini kembali dibuka untuk lahan sawit."
Foto: picture-alliance/dpa/N.Guthier
Kepunahan Paru paru Bumi
Hutan Indonesia menyimpan keragaman hayati paling kaya di Bumi dengan 30 juta jenis flora dan fauna. Sebagai paru-paru Bumi, hutan tidak cuma memproduksi oksigen, tapi juga menyimpan gas rumah kaca. Ilmuwan mencatat, luas hutan yang menghilang di seluruh dunia setiap enam tahun melebihi dua kali luas pulau Jawa