Berbagai media asing menyoroti T-Shirt Indonesia produksi Salvo Sports Apparel. Jersey bola itu di bagian petunjuk cuci menulis: "Give this jersey to your woman. IT'S HER JOB".
Iklan
Protes bermunculan di media sosial, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret. Pasalnya, produsen Indonesia Salvo Sports Apparel mengeluarkan T-Shirt bola untuk kesebelasan Pusamania Borneo, yang memuat tulisan yang dianggap merendahkan perempuan.
Berbagai media asing menyoroti T-Shirt Indonesia produksi Salvo Sports Apparel. Jersey bola itu di bagian petunjuk cuci menulis: "Give this jersey to your woman. IT'S HER JOB".
(Berikan kaus ini kepada teman wanita anda. Ini tugas dia). Lebih parah lagi, tulisan "It's her job" dibuat lebih besar dan tebal.
Petunjuk cuci apda produk pakaian biasanya memuat informasi tentang dari bahan apa saja pakaian itu dibuat, dan bagaimana cara mencuci dengan mesin dan menyeterikanya. Salvo Sports ingin tampil berbeda dan menyelipkan kalimat itu."
Protes pun bermunculan di media sosial yang menganggap hal itu sebagai penghinaan terhadap perempuan. Banyak media internasioanl mengangkat isu tersebut, dari BBC Internasional, The Independent sampai Spiegel Online di Jerman. Bahkan ada yang menyerukan untuk memboikot produk dari Salvo Sports Apparel.
Minta maaf
Perusahaan Salvo Sports Apparel segera bereaksi dan mengeluarkan pernyataan mermohonan maaf lewat akun Twitternya.
Tidak ada sama sekali maksud untuk merendahkan wanita. Justru sebaliknya, belajarlah merawat pakaian dari wanita karena mereka lebih telaten," tulis Salvo Sports.
Selanjutnya perusahaan itu menerangkan: "Pesan sederhananya: drpd repot2 dan salah nyucinya, lebih baik serahkan ke wanita aja, karena mereka memang lebih paham masalah itu. Karena memang tidak semua pria paham/becus bagaimana cara merawat sendiri pakaiannya, wanita lebih paham/expert untuk masalah itu."
Salvo Sports lalu meminta maaf: "Terkait multi-interpretasi yang timbul kami memohon maaf sebesar-besarnya, demikian penjelasan dari kami. Terimakasih."
Penjelasan itu diposting tepat pada Hari Perempuan Internasional, 8 Maret.
hp (dpa/afp)
Hari Perempuan Internasional
“Hari milik kami di bulan Maret. Seluruh kaum perempuan sosialis di seluruh dunia turut bersolidaritas dengan kalian,” diserukan Partai SPD dan serikat-serikat kerja saat berdemonstrasi di Berlin pada tahun 1911
Foto: picture alliance/dpa
Demonstrasi
Persamaan hak sosial dan politik, itulah tuntutan para perempuan yang menggelar aksi protes di Berlin pada tanggal 19 Maret 1911, menandai Hari Perempuan Internasional pertama. Pada hari tersebut, demonstrasi juga digelar di Swiss, Austria, Denmark, Bulgaria dan Amerika Serikat.
Foto: Ullstein Bild/Haeckel
Inisiatif
Clara Zetkin – ketika istirahat dalam rapat Parlemen Jerman tahun 1932 – memprakarsai gerakan perempuan di awal abad 20. Zetkin merupakan pendiri majalah perempuan Gleichheit atau Kesetaraan. Ia juga pejuang perdamaian. Dalam kongres sosialis internasional di Kopenhagen, Denmark, tahun 1910, ia mengusulkan dicanangkannya Hari Perempuan untuk memperjuangkan hak Pemilu dan perbaikan sosial.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak
Gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan juga terjadi di Amerika Serikat: Seperti aksi mogok para pekerja pabrik di New York sampai aksi yang dikenal dengan nama Suffragette (foto), aksi memperjuangkan hak pilih bagi perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
Menyebar
“Berikan hak pilih,” demikian motto di atas plakat Hari Perempuan Internasional ke 3. Kepala kepolisian Berlin menganggap moto ini sebagai penghinaan terhadap otoritas dan melarangnya. Hal ini menumbuhkan keingintahuan yang lebih besar. Di kota-kota kecilpun untuk pertama kalinya para perempuan berkumpul pada tanggal 8 Maret 1914. Juga di Perancis, Belanda, Swedia, Rusia dan Cekoslowakia.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Pilih bagi Perempuan
Tahun 1917 perempuan Rusia berdemonstrasi menuntut pangan dan perdamaian. Tahun itu juga, perempuan Rusia mendapat hak pilih. November 1918, perempuan Jerman akhirnya memperoleh hak pilih. Atas permintaan Clara Zetkin dalam konferensi komunis internasional di Moskow tahun 1920, 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan. Foto: Januari 1919, para perempuan Jerman yang mempergunakan hak pilihnya.
Foto: ullstein bild
Dilarang dan Dikejar
Rezim Nazi (1933-1945) melarang perayaan Hari Perempuan Internasional. Banyak aktivis yang ditangkap dan dikirim ke kamp konsentrasi atau melarikan diri ke pengasingan. Setelah Perang Dunia 2 berakhir, hari perempuan kembali dirayakan dengan tema-tema seputar perdamaian dan kerjasama internasional. (Foto: perempuan mengumpulkan puing-puing bangunan di Berlin Mitte yang hancur akibat perang)
Foto: picture-alliance/dpa
Emansipasi
Di Jerman Hari Perempuan Internasional makin lama makin terlupakan. Baru dalam gerakan mahasiswa di tahun 1968, kebijaksanaan politik mengenai perempuan kembali menjadi tema. Foto: Demonstrasi di Frankfurt menuntut emansipasi dalam peringatan 50 tahun hak pilih bagi perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
Kembalinya Hari Perempuan
1968 merupakan tahun lahirnya gerakan baru perempuan. Dengan slogan „Yang pribadi adalah politis“ digelar perdebatan mengenai pembagian tugas pria dan perempuan, hubungan dan seksualitas, pendidikan dan karir serta kesetaraan gaji. Tahun 1976, Alice Schwarzer mempublikasian majalah perempuan Emma, yang sampai sekarang masih terbit. Juga hari perempuan telah kembali lagi.
Foto: picture-alliance/dpa
Barat dan Timur
Di Jerman Timur, Hari Perempuan Internasional bukan saja sekedar peringatan tapi juga satu pesta. Sampai tahun 70 an, perempuan Jerman Barat harus memiliki izin dari suami jika ingin bekerja. Sementara di Jerman Timur, kaum perempuan jauh lebih bebas untuk berkarir.
Foto: CC by-sa Deutsches Bundesarchiv/Martin
Debat Aborsi
Tembok Berlin rubuh dan Jerman bersatu kembali, 3 Oktober 1990. Tapi ada satu hal menyangkut perempuan yang tidak menemukan kesepahaman: masalah aborsi. Menurut undang-undang Jerman Timur, seorang perempuan dapat menggugurkan kandungan di usia tiga bulan pertama. Sementara di Barat, undang-undang no. 218 melarang aborsi. Aborsi hanya diperbolehkan karena alasan-alasan tertentu.
Foto: picture-alliance/dpa
Aksi dan Protes
Di Jerman, menentang pemangkasan hak dasar, para perempuan menyerukan aksi mogok dari tanggal 5 sampai 8 Maret 1994. Tanggal 8 Maret 1996 di Parlemen Stuttgart, para perempuan muda pemegang hak pilih, dengan boneka Helmut Kohl, melakukan protes menuntut penambahan kuota perempuan di parlemen negara bagian.
Foto: picture-alliance/dpa
Jaringan Perempuan
Melihat diskriminasi global terhadap perempuan, pada tahun 1975 PBB menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Dan setelah digelarnya konferensi hak asasi manusia di Wina, Austria, tahun 1993, tumbuh pemahaman: hak perempuan merupakan hak asasi manusia. Dalam konferensi perempuan internasional ke 4 di Beijing, tahun 1995, pemberdayaan perempuan menjadi tema utama.
Foto: picture alliance/dpa
Berpikir Global Bertindak Lokal
Tahun 1997, berbagai kelompok mengritik politik pemerintah Jerman, yang dianggap ‘tidak berpihak kepada perempuan’. Untuk memperingati Hari Perempuan Internasional tahun 2000, atas inisiatif dari Inggris, Spanyol dan Amerika Serikat, melalui internet diserukan mogok global.
Foto: picture alliance/dpa
Berbagai Motif
Perayaan Hari Perempuan Internasional di Jerman sekarang ini bervariasi. Berbagai masalah seputar perempuan diangkat sebagai tema. Dalam satu aksi Partai Hijau, 8 Maret 2002, anggota Parlemen Claudia Roth menuntut dikeluarkannya undang-undang imigrasi bagi perlindungan perempuan yang dianiaya di negara asalnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Momen Bersejarah
Satu foto bersejarah dari tanggal 7 Maret 2003. Pada malam Hari Perempuan Internasional, lima menteri perempuan Jerman menggelar konferensi pers bersama. Mereka adalah Edelgard Bulmahn, Brigitte Zypries, Renate Schmidt, Heidemarie Wieczorek-Zeul serta Renate Künast. Momen seperti ini sebelumnya belum pernah terjadi dan setelahnya juga tidak pernah terjadi lagi.
Foto: picture-alliance/dpa
Kedudukan Penting
Sudah merupakan hal yang biasa bahwa seorang perempuan menduduki jabatan tinggi di politik, tapi tidak di perusahaan. Terutama di perusahaan-perusahaan besar, kaum prialah yang menduduki jabatan penting. Hal ini diharapkan dapat berubah.