1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan HakIndonesia

Tahanan Imigrasi Tawau Tempat 18 WNI Tewas Disebut "Neraka"

27 Juni 2022

18 warga negara Indonesia meninggal dunia di Depot Tahanan Imigrasi Tawau, Sabah, Malaysia, sejak Januari 2021 sampai Maret 2022. Salah satunya diduga mengalami penganiayaan sebelum meninggal dunia.

Foto ilustrasi
Foto: Getty Images/J. Moore

Tahanan imigrasi Pemerintah Malaysia di Sabah digambarkan seperti di neraka. Banyak yang meninggal hingga kesehatan diabaikan. Hal itu menjadi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Koalisi Buruh Migran Berdaulat.

"Dari seluruh pemantauan yang kami lakukan selama dua tahun terakhir, temuan yang paling mengerikan adalah tingginya akan kematian di dalam pusat tahanan imigrasi yang dialami oleh buruh migran asal Indonesia dan keluarganya," demikian bunyi hasil TPF Koalisi Buruh Migran Berdaulat yang dikutip detikcom, Senin (27/06).

Laporan TPF itu diluncurkan akhir pekan lalu. Bergabung dalam TPF, yaitu Solidaritas Perempuan Anging Mammiri (SP AM) Makassar, Solidaritas Perempuan (SP) Jakarta, Perpustakaan Jalanan Nunukan, Bernafasbaik Makassar, LBH Bandung, Perkumpulan Penggiat Kesehatan Masyarakat (SAFETY) Bandung, dan Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) Bogor.

"Kasus kematian di dalam pusat tahanan imigrasi terjadi secara terus menerus di kelima Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah," ungkap laporan tersebut.

Riset TPF terbatas pada kasus kematian di DTI Tawau pada periode Januari 2021 sampai Maret 2022. Pada periode tersebut, sedikitnya 17 tahanan DTI Tawau warga negara Indonesia telah meninggal dunia ketika menunggu proses deportasi.

"Tentu saja ini adalah angka minimal, namun jumlahnya telah menunjukkan betapa tragisnya peristiwa kematian yang terjadi di bawah otoritas Depot Tahanan Imigrasi di Sabah," bebernya.

Salah satu buruh migran yang meninggal dunia di tahanan adalah Aris. Dia merupakan buruh migran yang bekerja di perkebunan sawit di Lahad Datu.

Pada Maret 2021, Aris akan pulang kampung Bulukumba, Sulawesi Selatan. Aris membawa dua anaknya yang masih kecil, Khairil dan Hasril. Di tengah perjalanan, truk yang membawa Aris, Khairil, Hasril, dan 30-an buruh migran lainnya ditangkap aparat Malaysia. Akhirnya Aris dan dua anaknya dibawa ke Depot Tahanan Imigrasi Tawau.

"Khairil dan Hasril mendekam bersama bapaknya di blok orang dewasa," urai laporan TPF.

Blok yang dihuni Aris dan dua anaknya berukuran sekitar 8 x 12 meter. Mereka tinggal bersama 200 lebih tahanan lainnya. Selama 8 bulan tanpa sinar matahari, tanpa aktivitas di luar blok, tanpa aktivitas pendidikan, dan tanpa mainan. Mereka berdua harus mendekam di blok tahanan yang penuh sesak, kotor, lembab, dan bau. Mereka harus tidur di lantai yang kasar tanpa matras dan selimut, dengan kondisi makanan yang buruk serta air minum yang tidak cukup.

"Kondisi tubuh bapaknya semakin melemah dan beberapa kali pingsan. 25 September 2021, sekitar jam 06.00 pagi, bapaknya kembali pingsan dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Dua jam kemudian, bapaknya dinyatakan telah meninggal," terang TPF.

Atas dasar temuan itu, TPF Koalisi Buruh Migran Berdaulat menyeru pihak yang berwenang di Sabah, Malaysia, untuk menerapkan prosedur legal dan administrasi serta mengerahkan sumber daya yang diperlukan untuk menghindari penangkapan sewenang-wenang. TPF juga meminta agar Pemerintah Malaysia memperbaiki keadaan dan perlakuan terhadap tahanan di fasilitas penahanan imigrasi.

"Perwakilan Republik Indonesia di Sabah, Malaysia, untuk bekerja sama dengan pihak berwenang di Sabah, Malaysia, untuk pemulangan segera warga yang dideportasi dari Sabah, Malaysia," demikian rekomendasi TPF Koalisi Buruh Migran Berdaulat. (ha)

 

Baca selengkapnya di: Detik News

Tahanan Imigrasi Malaysia Tempat 18 WNI Tewas Disebut Seperti Neraka

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait