1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taiwan Ajak Puluhan Parlemen Asing Dukung Sanksi atas Cina

14 September 2022

Duta besar Taiwan di Washington, Hsiao Bi-Khim pada Selasa (13/09) menjamu puluhan anggota parlemen internasional yang mendukung sanksi terhadap Cina atas agresi terhadap pulau itu.

Foto ilustrasi
Foto: Dado Ruvic/REUTERS

Pertemuan mendadak sekitar 60 anggota parlemen dari Eropa, Asia, dan Afrika di rumah diplomatik Taiwan di puncak bukit yang bernama Twin Oaks di Washington, Amerika Serikat, merupakan langkah terbaru upaya Taipei untuk membujuk beberapa negara demokrasi berjuang melawan Cina sejak invasi Rusia ke Ukraina meningkatkan kekhawatiran bahwa Beijing dapat berusaha merebut Taipei secara paksa.

Kelompok yang terdiri dari anggota pertemuan Aliansi Antar-Parlemen untuk Cina (IPAC – Inter-Parliamentary Alliance on China) bertemu di Washington pada pekan ini, diperkirakan akan menandatangani perjanjian untuk mendorong pemerintah mereka untuk mengadopsi aksi "pencegahan yang lebih besar melawan tindak militer atau pemaksaan lainnya” yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok melawan Taiwan, menurun sebuah draf yang dilihat oleh Reuters.

"Kami akan berkampanye untuk memastikan pemerintah kami memberi sinyal kepada RRT bahwa agresi militer terhadap Taiwan akan sangat merugikan Beijing. Langkah-langkah ekonomi dan politik, termasuk sanksi yang berarti harus dipertimbangkan untuk mencegah eskalasi militer, dan untuk memastikan perdagangan dan pertukaran lainnya dengan Taiwan dapat berlanjut tanpa hambatan,” ungkap draf tersebut.

Draf tersebut juga menyebutkan bahwa hubungan negara mereka dengan Taiwan tidak ditentukan oleh Cina, dan mereka juga akan mendorong untuk meningkatkan kunjungan timbal balik diantara anggota parlemen.

Pertimbangan AS atas sanksi terhadap Cina

Sumber yang paham dengan permasalahan ini mengatakan kepada Reuters bahwa Washington sedang mempertimbangkan sanksi terhadap Beijing untuk mencegahnya melakukan penyerangan terhadap Taipei, bersama dengan Uni Eropa yang berada di bawah tekanan diplomatik dari Taipei untuk melakukan hal yang sama.

Hsiao berbicara kepada para pembuat kebijakan, yang menurut daftar tamu yang dilihat oleh Reuters berasal dari negara-negara diantaranya Inggris, Australia, Kanada, India, Jepang, Lituania, Ukraina, Selandia Baru, dan Belanda, dalam pertemuan tersebut menyampaikan: "penting untuk menunjukkan kepada pengganggu kita bahwa kita juga punya teman.”

"Kami tidak sedang berusaha untuk memprovokasi pengganggu ini, tetapi kami juga tidak akan tunduk pada tekanan mereka.”

Kesepakatan IPAC, yang diperkirakan akan ditandatangani pada hari Rabu (14/09), juga menyerukan kepada negara-negara yang hadir untuk mengamankan rantai pasokan kerja paksa di wilayah Xinjiang dan untuk mengejar sanksi terhadap pejabat Cina atas pelanggaran di Hong Kong, dan pada perusahaan-perusahaan Cina yang mendukung industri militer Rusia.

Kedutaan Besar Cina di Washington tidak segera menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.

Taiwan desak AS segera kirim senjata

Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat Bob Menendez yang bertindak sebagai Ketua Bersama IPAC negara tersebut bersama dengan Marco Rubio dari Partai Republik, mengatakan dalam pengarahan IPAC di Capitol pada Selasa (13/09) bahwa rancangan undang-undang Amerika Serikat untuk mendukung Taiwan akan mengalami beberapa perubahan selama peninjauan yang dijadwalkan pada minggu ini, tetapi "dorongan” akan tetap sama.

Versi awal dari RUU itu mengancam sanksi berat terhadap Cina atas setiap agresi terhadap Taiwan, dan akan memberi Taiwan miliaran dolar dalam pembiayaan militer asing di tahun-tahun mendatang.

Rubio mengatakan dia percaya bahwa pemerintahan Biden terpecah tentang bagaimana mendekati sanksi prospektif terhadap Cina, dan bahwa meskipun Beijing tampaknya mengambil langkah-langkah untuk mengisolasi diri dari tindakan semacam itu, Washington perlu memperjelas tentang biaya permusuhan di seluruh Selat Taiwan.

"Penting bagi kami untuk siap secara proaktif menguraikan - apakah itu melalui undang-undang atau melalui pengumuman eksekutif – secara jelas apa konsekuensi ekonominya jika tindakan agresi seperti itu berlanjut," kata Rubio dalam pengarahan itu.

Taiwan juga telah mendesak AS, sebagai pemasok senjata terbesar mereka, untuk mempercepat pengiriman senjata yang sudah disetujui yang telah menghadapi penundaan karena masalah rantai pasokan dan meningkatnya permintaan dari perang di Ukraina.

yas/ha (Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait