Taiwan Halau Jet Cina yang Masuki Zona Pertahanan Udara
29 November 2021
Kementerian Pertahanan Taiwan mengerahkan angkatan udaranya memperingatkan 27 pesawat tempur Cina yang masuk ke zona pertahanan udara Taiwan, termasuk di antaranya 18 jet tempur dan lima jet pembom berkemampuan nuklir.
Iklan
Kementerian Pertahanan Taiwan pada hari Minggu (28/11) mengatakan bahwa angkatan udara Taiwan telah mengerahkan jet tempurnya untuk memperingatkan 27 pesawat Cina yang telah memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ). Taiwan juga mengerahkan sistem rudal untuk memantau pesawat-pesawat tersebut.
ADIZ Taiwan tidak sama dengan wilayah udara teritorialnya, tetapi merupakan wilayah udara yang dideklarasikan sendiri yang dipantau untuk tujuan keamanan nasional.
Ketegangan yang semakin meningkat ini terjadi setelah delegasi Kongres Amerika Serikat (AS) berkunjung ke Taiwan minggu lalu. Ini merupakan kunjungan kedua dalam bulan ini, dengan maksud mendukung Taiwan.
Cina telah berjanji untuk mengambil kembali Taiwan dengan paksa jika perlu. Beijing menolak semua yang memberikan legitimasi dan pengakuan internasional kepada pemerintah di Taipei dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kunjungan anggota parlemen AS ke pulau itu.
Apa yang terjadi di ADIZ Taiwan?
Dilaporkan angkatan udara Cina mengirim 18 jet tempur, lima jet pembom H-6 berkemampuan nuklir, dan jet pengisian bahan bakar udara Y-20.
Dalam peta yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Taiwan melalui akun Twitter-nya, pesawat pembom H-6 dan enam jet tempur terbang ke selatan Taiwan ke Selat Bashi yang memisahkan Taiwan dari Filipina sebelum terbang ke kawasan Pasifik dan kembali ke Cina.
Taiwan terus menyampaikan keluhannya selama bebeberapa bulan terakhir atas masuknya pesawat-pesawat tempur angkatan udara Cina ke ADIZ Taiwan. Pesawat-pesawat tersebut diketahui sering melintas di bagian barat daya dekat Kepulauan Pratas yang dikontrol Cina.
Iklan
Bagaimana hubungan Taipei-Beijing saat ini?
Sebelumnya pada Jumat (26/11), juru bicara Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) mengatakan militer Cina melakukan "patroli kesiapan tempur angkatan laut dan udara ke arah Selat Taiwan."
Juru bicara itu menambahkan, "Tentara akan terus waspada dan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melawan, setiap saat, setiap gangguan oleh kekuatan eksternal dan konspirasi apa pun oleh para separatis yang bertujuan untuk apa yang disebut 'kemerdekaan Taiwan.'"
Dukungan untuk Taiwan yang bebas dan demokratis juga tampaknya datang dari Washington. Pada hari Kamis (25/11), delegasi Kongres AS untuk kedua kalinya dalam sebulan tiba di Taipei menjanjikan dukungan untuk anggota parlemen di sana. Dipimpin oleh Mark Takano, ketua komite urusan veteran DPR, para delegasi AS bertemu dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
"Taiwan akan terus meningkatkan kerja sama dengan Amerika Serikat untuk menegakkan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi kita bersama, dan untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata Tsai.
Jurus Cina Bungkam Brunei dalam Konflik Laut Cina Selatan
Brunei yang sedang mengalami resesi membutuhkan aliran dana investasi dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Namun pertautan kedua negara bukan tak beriak. Beijing mengharapkan balasan yang setimpal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Han Guan
Akhir Kejayaan Minyak
Selama berpuluh tahun warga Brunei menikmati kemakmuran tak berbatas berkat produksi minyak berlimpah. Namun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pasalnya cadangan minyak Brunei bakal pupus dalam dua dekade ke depan. Negeri kesultanan itu pun dilanda resesi sejak tiga tahun terakhir dan terpaksa memangkas berbagai subsidi.
Foto: picture-alliance/dpa
Resesi Tanpa Henti
Tidak heran jika laju pertumbuhan ekonomi Brunei merangkak di kisaran 0,6% pada 2016 silam dan bahkan anjlok menjadi minus 2,7% pada 2017. Pondasi ekonomi yang terlalu bergantung pada pemasukan dari sektor migas menjadi petaka ketika harga minyak dunia menukik tajam sejak beberapa tahun terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ekonomi Terpusat di Ujung Hayat
Menurut analis pasar tenaga kerja, warga Brunei cendrung menginginkan pekerjaan di pemerintahan, perusahaan pelat merah atau industri minyak. Tapi justru ketiganya sedang babak belur. Akibatnya angka pengangguran meroket tajam. Kondisi ini memaksa Sultan Hassanal Bolkiah mencari sumber duit baru.
Foto: picture alliance/landov/Z. Jie
Cina Menggeser Arab
Biasanya Brunei melirik negara-negara Arab untuk mencari investasi. Namun kali ini Sultan Hasanah Bolkiah melirik poros ekonomi baru dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Sejak beberapa tahun terakhir Beijing aktif menyuntikkan dana untuk perekonomian Brunei yang tengah lesu.
Foto: Imago/Xinhua/J. Wong
Gerbang Investasi
Ketika Citibank hengkang setelah mengawal investasi asing untuk Brunei selama 41 tahun, Bank of China justru membuka cabang di Bandar Seri Begawan. Kehadiran bank pelat merah itu diharapkan menjadi pintu masuk aliran dana investasi langsung dari Tiongkok. Sejauh ini Cina telah menginevatasikan 4,1 miliar USD di Brunei.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Berharap Pada Duit Tiongkok
Investasi Cina mencakup berbagai sektor, mulai dari industri pertanian dan makanan, energi dan perikanan. Menurut klaim pemerintah, aliran dana investasi dari Tiongkok akan menciptakan 1.600 lapangan kerja baru dan menopang sekitar 5.000 lapangan kerja di sektor pendukung seperti logistik dan perbankan.
Foto: Fotolia/philipus
Pertaruhan Bolkiah di Utara
Pertautan itu bukan tak beriak. Sultan Bolkiah banyak membisu ihwal konflik di Laut Cina Selatan. Sikap gamang Brunei dinilai merupakan hasil dari strategi Cina mendekati negara kecil di ASEAN terkait klaim teritorial Beijing. Padahal kawasan laut yang diperebutkan diyakini mengandung cadangan energi dalam jumlah besar, sesuatu yang dibutuhkan Brunei buat menjamin kemakmuran warganya di masa depan
Tajam Diplomasi Xi
Sejak Xi Jinping memegang jabatan Sekretaris Jendral PKC 2012 silam, Beijing aktif menggunakan 'diplomasi buku cek' terhadap negara-negara ASEAN untuk mengamankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Selain Brunei, Cina juga aktif menanam investasi di Malaysia, Laos dan Kamboja. Harapannya dengan meningkatnya kebergantungan ekonomi, ASEAN akan sulit menyatukan suara dalam konflik Laut Cina Selatan.