Presiden Taiwan Serukan "Dialog Positif" dengan Cina
20 Mei 2016
Presiden perempuan pertama Taiwan, Tsai Ing Wen dalam pidato pelantikannya melontarkan nada ingin berdamai dengan Cina. Belakangan ini sikap Beijing tambah agresif terhadap Taipeh.
Iklan
Walau pemerintah Cina belakangan ini mencitrakan pemerintahan baru Taiwan sebagai sumber destabilisasi kawasan itu, namun dalam pidato pelantikannya di ibukota Taipeh, Tsai Ing Wen terlihat mengambil haluan ingin lebih berdamai dengan Cina. Selama ini Cina menganggap Taiwan sebagai wilayahnya yang membangkang.
Tsai Ing Wen terpilih sebagai presiden perempuan pertama Taiwan, setelah menang mutlak pemilu yang diadakan Januari lalu. "Pemerintahan di kedua negara harus menyingkirkan beban dari masa lalu, dan memulai dialog positif, yang bisa menguntungkan rakyat kedua negara," kata Tsai.
Di depan sekitar 20.000 warga yang hadir Tsai mengungkap, hubungan baik antar kedua negara yang dipisah selat itu akan jadi bagian penting dalam penegakan perdamaian di kawasan dan bagi keamanan kolektif. Pada kesempatan itu ia juga menyerukan agar Taiwan aktif berpartisipasi jadi penjaga perdamaian.
Menjauh atau mendekati Beijing?
Partai Tsai, yaitu Partai Progresif Demokratis mengalahkan Partai Kuomintang (KMT) di bawah Presiden Ma Ying Jeou yang memerintah selama delapan tahun, dan melancarkan politik yang mendekati pemerintah Cina. Kalahnya Kuomintang karena sebagian besar warga menganggap Ma terlalu mendekat kepada Cina.
Kemenangan Tsai dan partainya dianggap ancaman oleh Cina, yang khawatir "wilayahnya" akan menjauh. Oleh sebab itu Cina melancarkan tekanan lebih keras bulan-bulan belakangan ini.
Beberapa waktu lalu, sekelompok warga Taiwan dideportasi dari Kenya ke Cina setelah terbukti melakukan kejahatan siber. Mereka dideportasi ke Cina, karena Kenya tidak punya hubungan diplomatis dengan Taiwan, dan Kenya menganggap Taiwan bagian dari Cina. Sekelompok orang itu kemudian dituduh pemerintah Cina melakukan penipuan di Cina. Kasus ini menyebabkan kemarahan Taiwan, yang kemudian menuduh Beijing menculik warganya.
Tuntutan Beijing
Taiwan memisahkan diri dari Cina tahun 1949 setelah berlangsungnya perang saudara. Pemerintah Cina sudah menyatakan tuntutan agar Tsai menyatakan secara resmi, bahwa hanya ada "satu Cina". Konsep ini berdasar pada kesepakatan lisan antara Cina dan KMT, yang disebut sebagai "Konsensus 1992."
Kesepakatan tak tertulis itu jadi landasan hubungan Taiwan-Cina di bawah Ma Ying Jeou. Tetapi Tsai dan partainya tidak pernah mendukung kesepakatan tersebut. Tsai menyatakan janji mempertahankan "status quo" dengan Beijing.
Di samping politik terhadap Cina, warga Taiwan yang mendukung Tsai juga ingin perbaikan ekonomi negara yang belakngan ini terus menurun, dan tetap mempeetahankan kokohnya kedaulatan negara.
ml/as (rtr, dpa, ap)
Revolusi Merah Mao Zedong
50 tahun silam Mao Zedong menggulirkan Revolusi Kebudayaan buat membersihkan Cina dari elemen "borjuis." Hasilnya puluhan juta manusia tewas dalam waktu 10 tahun. Kampanye itu menyeret Cina kembali ke masa revolusi
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Perang Mao Melawan Anasir Borjuis
Lima puluh tahun silam Ketua Umum Partai Komunis Cina, Mao Zedong, menggalang revolusi budaya buat menumpas elemen "borjuis" di dalam partai. Hasilnya 1,8 juta manusia tewas dalam waktu 10 tahun. Sementara 36 juta penduduk menjadi korban presekusi hingga kematian sang pemimpin besar tahun 1976.
Foto: picture-alliance/dpa/DB AFP
Perang Ideologi dua Pemimpin
Adalah Liu Shaoqi yang menjadi rival ideologi Mao saat itu. Liu yang merupakan orang kedua terkuat di PKC menilai perjuangan kelas telah berakhir. Ia mengimpikan Cina yang bersatu dan kuat secara ekonomi, serupa seperti wajah Cina saat ini. Mao sebaliknya menginginkan Cina yang selamanya revolusioner dan mendeklarasikan birokrat PKC sebagai musuh negara.
Foto: Imago/Xinhua
Mengungsi Lalu Menyerang
Ketika usulan Mao untuk kembali menghidupkan perjuangan kelas ditolak oleh elit PKC yang digalang Liu dan Deng Xiaoping, ia hijrah ke Shanghai buat melanjutkan perjuangannya. Dengan bantuan militer, Mao menguasai berbagai media massa buat melucuti musuh politiknya di Beijing. Pada April 1965, sebanyak 33.000 serdadu menggeruduk ibukota dan mengambil alih kekuasaan.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk/UPI
Maoisasi PKC
Setelah menyingkirkan musuh politiknya dari Politbiro, Mao menempatkan orang kepercayaannya di jabatan terpenting PKC dan menggeser Liu Shaoqi dengan Menteri Pertahanan Lin Bao (ki.). Sang pemimpin besar kerap menggunakan media untuk menyerang Liu dan Deng, serta elit PKC lain yang dia tuding "borjuis."
Foto: Getty Images/Hulton Archive/Keystone
Fase Pertama Revolusi
Bersamaan dengan dominasi Mao di PKC, maka dimulailah fase pertama revolusi kebudayaan. Sebanyak 55 universitas dan lembaga pendidikan didera kerusuhan. Ribuan mahasiswa pro Mao menyerang dosen yang dicap revisionis dan kontra revolusi. Sebagai akibatnya kegiatan belajar mengajar di hampir seluruh penjuru negeri dihentikan.
Foto: picture-alliance/CPA Media
Teror Merah
Kelompok radikal pelajar dan mahasiswa berkumpul dan membentuk pasukan "Garda Merah." Mereka bertugas menghancurkan peninggalan masa lalu, seperti patung, tugu atau naskah kuno serta menyebarkan "teror merah" ke seluruh negeri. Gerilyawan Garda Merah berpatroli di jalan-jalan kota dan mengganti nama jalan sesukanya. Mereka juga menjarah rumah orang kaya dan bahkan gudang senjata milik tentara
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Cerai Berai
Hingga 1967 garda merah berhasil menjatuhkan pemerintahan regional di berbagai daerah. Loyalis Mao bahkan mendesak agar Garda Merah menggantikan Tentara Pembebasan Rakyat. Namun lambat laun kelompok paramiliter itu semakin sering terlibat keributan diantara faksi yang saling curiga.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk/UPI
Pendidikan Paksa
Pada Oktober 1967 Mao akhirnya memerintahkan mahasiswa untuk meletakkan senjata dan kembali ke kampus. Militer bahkan harus melucuti paksa sebagian mahasiswa yang enggan menuruti himbauan Mao. Karena banyak mahasiswa yang menolak kembali belajar, Mao memindahkan paksa 16.5 juta pelajar ke desa-desa "untuk belajar dari para petani."
Foto: Getty Images/AFP/J. Vincent
10 Tahun Penuh Bencana
Pemerintah di Beijing hingga kini memberangus semua upaya untuk membahas bagian kelam sejarah Cina tersebut. Tapi dalam sebuah surat pernyataan yang diterbitkan tahun 1981, Partai Komunis Cina menyebut revolusi kebudayaan sebagai "10 tahun penuh bencana." Ironisnya kini Cina menjadi model negara yang justru ingin diperangi Mao, modern dengan ekonomi kuat dan dikuasai kaum elit partai.