Seminggu setelah parlemen Taiwan melegalkan pernikahan sesama jenis, pasangan pertama melaksanakan ikatan nikah hari Jumat (24/5). Tapi masih ada hak-hak berbeda antara pasangan sesama jenis dan pasangan heteroseksual.
Iklan
Pernikahan sesama jenis pertama dilangsungkan hari Jumat (24/5) di Taiwan, yang menjadi sorotan media lokal maupun internasional.
Taiwan minggu lalu mencatat sejarah sebagai negara Asia pertama yang melegalkan ikatan nikah sesama jenis. Ratusan pasangan diharapkan mendaftarkan pernikahan mereka pada hari-hari pertama undang-undang baru tersebut mulai diberlakukan.
Para pendiri Taiwan Alliance to Promote Civil Partnership Rights, organisasi yang memperjuangkan hak-hak sipil ini, adalah yang pertama kali melakukan pernikahan resmi.
Taiwan, Pertama di Asia Akui Pernikahan Sesama Jenis
Mahkamah konstitusional Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis- Ini menjadikan Taiwan tempat pertama di Asia yang mengakui pernikahan sesama jenis. Keputusan penting itu mengubah hidup kaum LGBT di negara itu.
Foto: Reuters/T.Siu
Daphne & Kenny: 'Begitu undang-undang lolos, kita dapat perlindungan hukum
Daphne dan Kenny akan menikah pada akhir tahun 2017, lima bulan setelah Kenny berlutut di hadapan Daphne melamarnya, tepat pada saat digelarnya demonstrasi lesbian, gay, biseksual dan transgender di boulevard terbesar di Taipei. Keduanya mencoba pakaian pernikahan. Sampai saat ini, pasangan sesama jenis di Taiwan hanya dapat mendaftar sebagai pasangan hidup.
Foto: Reuters/T.Siu
Daniel Cho dan Chin Tsai: 'kita akan jadi yang pertama dalam antrean'
Hak-hak mereka seringkali terbatas dibandingkan pasangan suami istri heteroseksual. "Daniel pindah ke New York karena pekerjaan, tapi karena pemerintah Taiwan tidak mengakui hubungan kami, saya tidak dapat ajukan visa pasangan untuk pergi bersamanya ke NY. Jika undang-undang tersebut lolos, kami yang pertama antre mendaftar perkawinan." ujarnya.
Foto: Reuters/T.Siu
Hare Lin & Cho Chia-lin: 'Taiwan dapat berubah'
Hare Lin, berprofesi sebagai penerbit. Cho Chia-lin, seorang penulis. Keduanya percaya pada dunia yang berpikiran terbuka: "Ketika saya pertama kali mengadakan parade gay tahun 2003, hanya ada sekitar seribu orang peserta, namun beberapa tahun kemudian, pawai dihadiri 60 ribu orang," kata Lin."Juga ada artis, politisi, anggota dewan dan calon presiden yang gay. Saya percaya dunia bisa berubah."
Foto: Reuters/T.Siu
Aktivis hak LGBT, Chi Chia-wei: 'akan melanjutkan perjuangan'
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang dalam kabinetnya juga terdapat menteri transgender, menulis di Twitter: "Menyelesaikan perbedaan adalah awalnysa, lalu dibutuhkan semakin banyak dialog dan pemahaman."Aktivis hak-hak Gay Chi Chia-wei setuju: "Jika Taiwan menolak ke arah perbaikan, kami akan melanjutkan usaha kami dan membuat negara pelangi, bahkan sebuah revolusi."
Foto: Reuters/T.Siu
Wang Yi & Meng Yu-mei: 'Taiwan adalah negara demokratis'
Taiwan terkenal dengan parade gay tahunannya yang memamerkan semangat komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender. Seniman Wang Yi berkata, "Anda pikir kami ingin lewati proses berat ini? Kami memiliki hubungan yang sulit dengan orang tua kami. Tapi saya merasa diskusi tentang pernikahan sesama jenis harus dilakukan di bawah payung aturan hukum."
Foto: Reuters/T.Siu
Huang Chen-ting & Lin Chi-xuan: 'berjuang untuk perlakuan yang adil'
Huang Chen-ting dan Lin Chi-xuan: "Kami sama dengan pasangan heteroseksual. Diskriminasi ada dalam banyak bentuk, dari warna kulit, sampai orientasi seksual, tapi kita semua adalah manusia. Kita semua berjuang untuk perlakuan yang adil," kata Chi-xuan. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan mayoritas penduduk Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis.
Foto: Reuters/T.Siu
Leber Li dan Amely Chen: 'cinta antara kami kuat‘
Leber Li menyetir mobil membawa Amely Chen dan putra mereka Mork. "Adalah impian kami untuk bisa memiliki anak, kami memiliki anak melalui inseminasi buatan, tapi hanya satu dari kita yang bisa terdaftar menjadi ibu. Ini sangat tidak adil. Bayi itu memiliki cinta dua ibu. Keluarga terbentuk asalkan ada cinta," kata Chen.
Foto: Reuters/T. Siu
Huang Zi-ning dan Kang Xin: 'Kami adalah generasi penerus'
Pelajar Huang Zi-ning dan Kang Xin berpose selfie di Taoyuan. "Kelompok anti perkawinan sejenis mengatakan bahwa mereka menentang, karena ingin melindungi generasi berikutnya Tapi saya adalah generasi berikutnya Mengapa mereka mendengarkan orang-orang yang akan meninggal dunia dan bukan suara kami? Kita perlu keluarkan pendapat," Kata Zi-ning. (Ed: Nadine Berghausen/ap/as)
Foto: Reuters/T. Siu
8 foto1 | 8
"Saya tidak pernah memikirkan kemungkinan untuk menikah ketika saya pertama kali menyadari bahwa saya seorang lesbian pada usia 15," kata Victoria Hsu, ketua aliansi itu. Pasangan nikahnya adalah Chih-Chieh Chien, sekretaris jenderal aliansi. Dia mengatakan bahwa orang tua mereka telah "membubuhkan tandatangan mereka pada akta nikah kami."
Pekerja sosial Huang Mei-yu dan rekannya You Ya-ting juga melakukan pernikahan pada Jumat pagi. "Sudah terlambat, tapi saya masih senang kita bisa menikah secara resmi dalam kehidupan ini," kata Huang kepada kantor berita AFP setelah menandatangani surat nikahnya.
Polarisasi dalam masyarakat
Keputusan parlemen Taiwan melegalkan pernikahan sesama jenis memang jadi isu kontroversial. Kelompok konservatif menyatakan penentangan keras. Perdebatan tentang hak-hak LGBT meruncingkan polarisasi dalam masyarakat antara kubu yang mendukung dan yang menentang.
Kelompok-kelompok konservatif dan keagamaan beberapa waktu terakhir melakukan mobilisasi. Serangkaian referendum yang dilaksanakan November tahun lalu dimenangkan oleh kubu konservatif, yang menolak membuat definisi lain dari pernikahan selain "persatuan antara seorang lelaki dan seorang perempuan".
Undang-undang pernikahan yang baru disahkan oleh parlemen juga masih membedakan hak-hak pasangan sesama jenis dan pasangan heteroseksual. Pasangan sesama jenis saat ini hanya dapat mengadopsi anak biologis dari pasangan mereka, dan hanya dapat menikahi warga asing dari negara-negara di mana pernikahan sesama jenis juga diakui.
Hak-hak LGBT di Asia - Perjuangan Yang Berat
Bisa dibilang hak LGBT agak membaik di beberapa negara Asia dalam beberapa tahun terakhir. Tapi tetap saja tidak mudah hidup secara terbuka bagi komunitas LGBT, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Momen pelangi di India
September 2018 bendera pelangi berkibar di India. Dalam keputusan penting, Mahkamah Agung menghapus pasal 377 KUHP India, sebuah langkah yang berarti homoseksualitas tidak lagi ilegal di negara Asia Selatan ini. Walau ini adalah cukup alasan untuk merayakannya, prospek pernikahan sesama jenis di India masih jauh.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Nath
Ratu kecantikan transgender
Thailand memiliki pendekatan yang lebih terbuka terhadap komunitas LGBT. Pada tahun 2019, negara ini menyelenggarakan kontes kecantikan untuk para kontestan transgender. Dalam pemilihan umum 2019, salah seorang kandidatnya juga transgender. Jadi tema ini juga mendapat perhatian politik. Walau demikian, pernikahan sesama jenis, masih tidak sah di Thailand.
Foto: Reuters/J. Silva
Belum bisa menikah di Taiwan
Tahun 2018, pasangan sesama jenis di Taiwan penuh harapan bahwa mereka bisa segera menikah. Namun harapan mereka pupus setelah warga menolak untuk melegalkan pernikahan sesama jenis dalam referendum. Namun, para aktivis LGBT tetap optimis bahwa Taiwan akan menjadi negara pertama di Asia yang memperkenalkan kesetaraan pernikahan atau setidaknya kemitraan sipil untuk pasangan sesama jenis.
Foto: Reuters/A. Wang
Menteri Malaysia abaikan komunitas LGBT
Menteri Pariwisata Malaysia Mohamaddin Ketapi memicu protes setelah membuat komentar tegas tentang komunitas LGBT. Ketika ditanya oleh wartawan menjelang pameran pariwisata terbesar di dunia, ITB Berlin, apakah kaum gay disambut di Malaysia, ia berkata: "Saya kira kita tidak memiliki hal seperti itu di negara kita." Para menteri lain juga membuat komentar menghina tentang LGBT.
Foto: picture-alliance/dpa/B. von Jutrczenka
Momen kebebasan yang langka
Para peserta pawai "gay pride" di Singapura menikmati momen langka di tempat terbuka. Meskipun Singapura progresif dalam banyak aspek, negara itu memiliki pandangan seksualitas yang sangat konservatif. (vlz/hp)