Presiden Tsai Ing-wen mengatakan Taiwan bertekad melindungi demokrasi dari autoritarianisme Cina. Menurutnya, ambisi Beijing mencaplok Taiwan, termasuk dengan opsi militer, serupa dengan Rusia menginvasi Ukraina.
Iklan
Dalam pidatonya, Presiden Tsai Ing-wen, mewanti-wanti terhadap apa yang dipertaruhkan di Selat Taiwan. "Kita sama sekali tidak bisa lagi mengabaikan ancaman yang muncul dari ekspansi militer ini terhadap tatanan dunia yang bebas dan demokratis,” kata dia.
"Kehancuran demokrasi dan kebebasan di Taiwan akan menjadi kekalahan yang telak bagi kekuatan demokrasi di dunia,” lanjut Tsai.
Negeri berpenduduk 23 juta orang itu sedang giat memodernisasi militernya untuk menghadapi ancaman Cina. Kedua negara berseteru sejak berakhirnya Perang Saudara Cina pada 1949.
Sejak dikuasai Xi Jinping, pemerintah di Beijing giat menggandakan tekanan diplomatis, ekonomi dan militer terhadap Taipei. Pemimpin Cina yang dianggap paling berpengaruh sejak Mao Tse Tung itu mendeklarasikan reunifikasi Taiwan sebagai tonggak proyek "peremajaan nasional.”
Tsai menegaskan rakyatnya menolak ambisi Beijing. Pasca runtuhnya kediktaturan militer pada 1987 silam, Taiwan mencanangkan demokrasi sebagai bagian dari identitas nasional.
"Selama 73 tahun terakhir, rakyat Taiwan telah hidup dan tumbuh bersama di atas tanah ini, serta membangun identitas dan rasa kepemilikan yang kuat,” kata Tsai lagi.
"Konsensus umum di kalangan rakyat Taiwan dan partai-partai politik adalah bahwa kami harus melindungi kedaulatan nasioonal dan gaya hidup kami yang bebas dan demokratis. Pada titik ini, kami tidak punya ruang berkompromi.”
Isu kemerdekaan Taiwan sempat ramai dibahas menyusul komentar kontroversial manusia terkaya di dunia, Elon Musk. Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, dia mengajak Taipei mencegah perang dengan mengorbankan kedaulatan.
"Rekomendasi saya adalah mengembangkan zona administrasi khusus di Taiwan yang memuaskan kedua pihak. Hal ini mungkin tidak akan membuat semua orang senang. Dan saya kira ada peluang bahwa mereka bisa membuat sistemnya lebih toleran ketimbang Hong Kong,” katanya, Jumat (7/10).
Atas pernyataannya itu, Musk mendapat ucapan terima kasih dari Duta Besar Cina di AS, Hsiao Bi-khim.
Iklan
Moderinsasi militer
Kekuatan militer Taiwan tergolong kecil dibandingkan Cina. Beijing belakangan giat menggandakan kapasitas tempurnya, terutama di laut dan udara. Agustus silam, militer Cina menggelar latihan besar-besaran di sekitar Taiwan sebagai protes atas kunjungan seorang pejabat tinggi AS.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
Negara-negara sekutu mengimbau agar Taipei mengadopsi "strategi landak”, yang menjamin kerugian besar bagi Cina dalam skenario invasi. Taktik ini juga digunakan oleh militer Ukraina untuk menghalau serangan Rusia terhadap ibu kota Kyiv.
Tsai mengabarkan pihaknya sudah mengubah strategi pertahanan. "Kami menambah produksi massal peluru kendali dan kapal perang berkinerja tinggi,” kata dia.
"Sebagai tambahan, kami juga sedang berusaha membeli berbagai senjata kecil dengan mobilitas tinggi yang membantu kita memperkuat kapabilitas perang asimetris yang komperhensif.”
Tsai juga menegaskan pentingnya untuk memobilisasi dan melatih lebih banyak warga sipil. Strategi pertahanan semesta ini juga diadopsi Ukraina menyusul invasi Rusia. "Setiap warga adalah pelindung negara.”
Bulan Oktober menjadi periode paling sensitif, ketika kedua negara merayakan hari kemerdekaan. Beijing mengirimkan lebih dari 150 pesawat tempur ke Taiwan di sepuluh hari pertama bulan Oktober tahun lalu.
Sejauh ini, AFP baru melaporkan sebanyak 25 pelanggaran batas udara Taiwan oleh militer Cina. Namun di sepanjang 2022, jumlah penerbangan militer Cina ke Taiwan sudah mencapai 1.300, dibandingkan 969 pada 2021.