Tajuk: Bantuan untuk Libanon
1 September 2006Perdana Menteri Libanon Fouad Siniora adalah orang terdidik. Sebagai ahli keuangan yang menjadi pemimpin pemerintahan, ia ingin dan akan mendorong pembangunan kembali negaranya. Pembangunan Libanon sebelumnya sudah dirintis oleh Perdana Menteri Rafik Hariri, yang tahun lalu dibunuh. Siniora tidak pernah bermimpi, bahwa kemajuan yang dicapai Libanon dalam beberapa tahun terkahir, akan hancur lebur oleh perang antara Israel dan Hisbullah.
Fouad Siniora tidak bisa menyembunyikan rasa frustasi dan kesalnya. Tapi ia tidak menyerah begitu saja. Di Konferensi Donor Internasional di Stockholm, ia mempromosikan negaranya dengan sangat profesional. Ia bisa meyakinkan orang lain. Ini terlihat dari hasil konferensi itu.
Untuk langkah awal pembangunan kembali, tim ahli Siniora memperkirakan dana yang dibutuhkan sekitar 500 juta Dollar Amerika Serikat. Sekarang Libanon mendapat hampir dua kali lipat dari jumlah itu. Memang janji-janji yang disampaikan dalam konferensi negara donor masih perlu ditunggu realisasinya. Tidak jarang, jumlah dana yang dijanjikan mencakup juga bantuan yang sebenarnya sudah disalurkan. Jadi bukan bantuan dana baru.
Konferensi internasional seperti di Stockholm memang membahas tema sulit. Masyarakat internasional belum lama ini masih mendiskusikan kemungkinan menanggulangi dampak-dampak perang yang dulu, sekarang mereka sudah dikonfrontasikan dengan dampak perang yang baru. Banyak yang bertanya-tanya, apa memang situasinya akan terus begini. Muncul juga pertanyaan, mengapa bukan pihak yang menyebabkan kehancuran diminta untuk membayar pembangunan kembali, dalam hal ini Israel.
Tapi dalam konferensi di Stockholm, soal tanggung jawab Israel tidak dibicarakan, demikian juga tanggung jawab Hisbullah dan kalangan pendukungnya di Suriah dan Iran. Ketiga negara, Israel, Iran dan Suriah memang tidak diundang ke konferensi ini. Tapi semua peserta konferensi sangat sadar, pembangunan kembali tidak akan banyak gunanya. Yang terpenting adalah mencari penyelesaian berkelanjutan, sebuah aturan perdamaian untuk Timur Tengah. Saat ini, penyelesaian semacam itu terlihat utopis.
Perdana Menteri Libanon Fouad Siniora juga tidak melihat kemungkinan perdamaian. Sebelum berangkat ke konferensi di Stockholm ia menerangkan di Beirut, ia adalah orang terakhir yang mau berdamai dengan Israel. Ia memang sangat marah. Israel sudah membom Libanon dan menghancurkan kemajuan yang dicapai selama bertahun-tahun. Peserta konferensi Stockholm bisa beragumentasi panjang lebar, Siniora tetap akan menolak berdamai dengan Israel.
Tapi Siniora juga kelihatan marah dengan Hisbullah, tanpa menyatakan hal itu secara terbuka. Tidak ada politisi Libanon yang akan berani berbicara secara terbuka mengeritik Hisbullah. Jadi, semua perhatian sekarang ditujukan ke agenda pembangunan kembali. Tapi Siniora juga tau, tanpa penyelesaian masalah dengan Hisbullah dan Israel, dalam jangka panjang semua upaya akan sia-sia.