1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk DW: Strategi Baru NATO di Afghanistan

Christoph Hasselbach20 Februari 2009

600 serdadu tambahan Jerman ditugaskan ke Afghanistan dalam waktu dekat. Penambahan pasukan tidak langsung berarti situasi akan membaik. Opini Critstoph Hasselbach:

Christoph Hasselbach
Christoph HasselbachFoto: DW

Belum lama ini, sehubungan dengan misi di Afghanistan, pihak Amerika Serikat mengatakan bahwa Jerman harus belajar dari mereka yang tewas. Di balik itu terdapat tudingan bahwa pasukan Jerman, dengan alih-alih sebagai pemberi bantuan pembangunan, membiarkan pasukan dari negara lain yang bertempur di Afghanistan. Jika situasi keamanan di Afghanistan tidak juga membaik, secara tidak langsung yang bersalah adalah Jerman dan „pengecut“ lainnya.

Kini kedengarannya berbeda. Berkaitan dengan serdadu asing yang tewas, NATO telah lama punya masalah yang sebaliknya. Jumlah warga sipil yang tewas oleh serdadu ISAF, yang menjadikan warga meragukan pasukan NATO. Meski Taliban menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup, dan Sekretaris Jenderal NATO Jaap de Hoop Scheffer mewanti-wanti serdadu NATO untuk sedapat mungkin menghindari jatuhnya korban dari warga sipil, tewasnya seorang warga sipil berdampak besar bagi masyarakat Afghanistan.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates baru-baru ini mengatakan, jika warga Afghanistan menganggap pasukan asing sebagai bagian dari masalah dan bukannya pemecah masalah, maka NATO telah kalah. Menteri Pertahanan Robert Gates adalah Robert Gates yang sama, yang menjadi menteri pertahanan Amerika Serikat era George W. Bush. Di masa kepemimpinan Bush, militer adalah hal terpenting.

Menteri Pertahanan Jerman Franz Josef Jung, yang dulu selalu mendapat kritik tajam dari Amerika Serikat, kini berencana untuk menyusun “pendekatan komprehensif“. Artinya, bukanlah mengurangi peranan militer, tapi keseimbangan antara peran keamanan secara militer, pembangunan masyarakat sipil, dan pendidikan aparat keamanan Afghanistan, yaitu polisi dan militer.

Amerika Serikat yang memimpin tampaknya telah lama tidak mengakui kebenaran hal-hal yang kecil. Jika NATO akhirnya, setelah perang bertahun-tahun, mengalahkan Taliban -sesuatu yang tidak mungkin- tapi di mata masyarakat Afganistan NATO tetap dianggap sebagai musuh. Maka NATO sama sekali tidak menang. Apa gunanya intervensi pasukan asing bagi warga di negara itu? Seluruh misi NATO ditantang menjawab pertanyaan ini.

Pasukan tambahan juga belum tentu membantu menyelesaikan masalah. Jika Presiden Amerika Serikat Obama ingin mengirimkan 17 ribu serdadu tambahan ke Afghanistan, bukan berarti akan ada perbaikan. Itu tergantung dari apa yang akan dilakukan oleh pasukan ini. Obama juga belum mengumumkan strategi Afghanistannya yang baru. Setelah itu, baru akan terlihat, seberapa kuatnya strategi Obama dibandingkan dengan strategi pendahulunya. (ls)