1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Iran dan Pemerintahan tanpa Legitimasi

8 September 2009

Mahmud Ahmadinejad kini dapat kembali memerintah Iran, setelah parlemen Iran menyetujui susunan kabinet baru yang dibentuknya.

Jamsheed Faroughi

Sidang Kabinet di kota suci Mashahad menandakan dengan resmi dimulainya masa jabatan kedua Presiden Mahmud Ahmadinejad. Sebelumnya, setelah melakukan perdebatan yang lama, parlemen menyetujui 18 calon menteri untuk menduduki 21 posisi di kabinet. Dan dalam waktu tiga bulan, Presiden Ahmadinejad harus mengusulkan calon untuk tiga jabatan menteri yang kosong. Sementara untuk jabatan posisi kunci, di kementerian pertahanan, perminyakan dan luar negeri telah terisi.

Apakah dengan terbentuknya pemerintahan baru, pertarungan kekuasaan di Iran telah berakhir? Apakah itu juga menandakan berakhirnya aksi protes yang menuntut reformasi, peningkatan demokrasi, keterbukaan, emansipasi kaum perempuan, serta penghapusan diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas? Jawabannya: Tidak.

Dengan pelantikan dan pengukuhan Ahmadinejad, serta diterimanya susunan kabinet, maka pemerintah baru secara resmi sah, tapi tidak memiliki legitimasi. Untuk mengesahkan masa jabatannya yang kedua, Presiden Ahmadinejad memerlukan pengukuhan pimpinan kelompok konservatif, dukungan dari Dewan Garda, yang merupakan kubu kelompok konservatif, serta persetujuan parlemen, yang mayoritas anggotanya juga berasal dari kelompok konservatif.

Ahmadinejad menilai kepercayaan parlemen, sebagai kepercayaan rakyat bagi keabsahan pemerintahnya. Kepercayaan di parlemen Iran tidak dapat disamakan dengan kepercayaan rakyat. Parlemen di Iran saat ini bukan merupakan perwakilan politik rakyat, melainkan merupakan kepanjangan tangan pimpinan spiritual Ayatullah Ali Khamenei di lembaga legislatif.

Pemerintah baru tidak berdiri kokoh, di dalam negeri tidak memiliki legitimasi yang sesungguhnya dan di dunia internasional semakin dikucilkan. Ahmadinejad hanya mendapatkan dukungan dari penguasa otokrat, seperti Presiden Venezuela Hugo Chaves, yang dalam kunjungannya di Iran menandaskan "kemitraan yang strategis" dengan Ahmadinejad.

Dalam pertikaian program atom, Iran terancam sanksi yang lebih berat. Cina dan Rusia memang berusaha mencegahnya. Tapi untuk berapa lama? Juga kesabaran negara tetangga Iran atas provokasi yang dilancarkan Ahmadinejad sudah hampir sampai batasnya. Pengangkatan Jenderal Ahmad Wahidi sebagai Menteri Pertahanan, yang dicari interpol berkaitan dengan serangan terhadap pusat lembaga Yahudi di Argentina tahun 1994, tidak menunjukkan adanya perubahan kebijakan. Ini juga sesuai dengan diangkatkanya seorang mantan jenderal sebagai menteri dalam negeri. Dalam masa jabatannya yang kedua, Ahmadinejad akan memerintah dengan tangan besi, karena kekuasaannya memiliki landasan yang goyah.

Jamsheed Faroughi

Editor: Asril Ridwan