1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Abbas USA

Peter Philipp23 April 2008

Kawasan Timur Tengah terancam masa yang sulit, bila sampai akhir masa jabatan Presiden Amerika Serikat George W. Bush tidak berhasil dicapai sebuah perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina.

Presiden Palestina Mahmud AbbasFoto: AP

Dengan pesan ini, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengunjungi Amerika Serikat dan mengadakan pembicaraan hari Kamis (24/04)dengan Presiden Bush. Di Gedung Putih, pesan itu bukan merupakan sesuatu yang mengejutkan. Terciptanya perdamaian, menjelang akhir tahun 2008, seperti yang dicanangkan dalam konferensi Timur Tengah di Annapolis bulan November tahun lalu, sampai sekarang masih jauh dari harapan.

Sejak itu, Presiden Mahmud Abbas kembali mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Tapi pembicaraannya tidak memberikan hasil yang konkrit. Dan sejak beberapa waktu lalu, dengan terang-terangan Israel menyampaikan sikap bahwa tujuan yang dicanangkan dalam konferensi Timur Tengah di Annapolis, sebagai tidak realistis dan tidak akan tercapai.

Sementara itu, dari sisi pandang Presiden Mahmud Abbas, setidaknya dalam upaya yang dilakukan saat ini, dapat ditetapkan kerangka yang mengikat untuk menciptakan perdamaian. Warga Palestina harus dapat kembali menggantungkan harapan, bahwa terdapat peluang mencapai kemajuan. Bila tidak, kelompok militan Hamas akan meningkatkan kekuatannya di Tepi Barat Yordan.

Presiden Mahmud Abbas juga akan berusaha menjelaskan kepada Amerika Serikat, apa alasan yang menimbulkan kemacetan; Israel tidak memenuhi kewajibannya. Israel hanya menyingkirkan sebagian kecil blokade jalan di Tepi Barat Yordan. Tidak menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di kawasan tersebut. Malah semakin memperluasnya. Israel juga meningkatkan aksi militernya terhadap pengikut dan pimpinan kelompok Hamas, yang mana mana bentrokan antara keduanya hampir merupakan dimensi dari sebuah perang terbuka.

Kritik dan penolakan yang dilontarkan kelompok Hamas, menurut Presiden Mahmud Abbas, disebabkan oleh serangan militer yang dilancarkan Israel. Mahmud Abbas harus menampilkan dirinya bukan sebagai boneka Washington atau Yerusalem. Di Washington, Presiden Mahmud Abbas harus mendesak Amerika Serikat untuk benar-benar menyampaikan kata yang menentukan agar Israel mengubah sikapnya. Misalnya dalam masalah pembangunan pemukiman Yahudi atau untuk mempermudah kondisi kehidupan warga Palestina.

Mahmud Abbas sendiri, tidak terlalu optimis dengan imbauannya tersebut. Sejak lama George W. Bush seorang Presiden yang pro Israel. Jadi sangat tipis harapan, bahwa Presiden Bush di saat terakhir pemerintahannya akan melakukan perubahan sikap yang drastis terhadap Israel. Dengan demikian meningkat ancaman, seperti yang diperingatkan Presiden Mahmud Abbas. Yakni, bila sekarang Israel dan Amerika Serikat tidak mendukung kelompok Palestina yang moderat, maka akan berhadapan dengan kelompok Hamas. (ar)