1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Partai AKP di Turki Tidak Jadi Dilarang

Baha Güngör (DW Türkisch)31 Juli 2008

Ternyata untuk melarang partai itu tidak diperoleh suara mayoritas dalam mahkamah konstitusi. PM Erdogan boleh dikatakan masih selamat.

Parti PM Erdogan batal dilarangFoto: AP

Hakim ketua pada mahkamah konstitusi Turki, Hasim Kilic, telah menyelamatkan partainya PM Recep Tayyip Erdogan AKP, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan dari larangan. Hasim Kilic menentang permohonan Jaksa Agung Abdurrahman Yalcinkaya tanggal 14 Maret lalu, yakni agar partai pemerintah itu dilarang. Oleh sebab itu dengan hasil pemungutan suara 6:5, tidak tercapai suara mayoritas yang diperlukan, yaitu 7 suara.

Erdogan dan partai AKP artinya masih selamat. Karena dari kelima hakim konstitusi yang tidak bersedia melarang partai itu, empat di antaranya menghendaki dihapuskannya bantuan keuangan negara bagi AKP. Akhirnya mahkamah itu menetapkan, AKP hanya memperoleh separuh dari dana untuk partai-partai politik dalam parlemen.

Di satu pihak keputusan itu diambil dengan akal sehat. Tetapi di lain pihak mayoritas tipis itu pun sebenarnya dapat menjadi faktor penentu bagi peraturan yang dibuat parlemen, yaitu untuk menyetujui atau menolaknya. Oleh sebab itu apa yang dikemukakan Hasim Kilic, hakim ketua pada mahkamah konstitusi saat membacakan keputusan, sangat penting. Dia mengimbau parlemen, partai dan politisi agar proses pelarangan terhadap sebuah partai dipersulit sesuai dengan norma-norma yang berlaku secara umum di Eropa.

Baha Güngör, Pemred Turki DW

Tuduhan konkret, bahwa AKP telah menjadi 'pusat kegiatan fundamentalis yang menentang tatanan dasar negara sekuler', dibenarkan oleh para hakim dengan mayoritas tipis, tetapi tidak mencapai kuorum mayoritas tiga per empat. Itu juga merupakan peringatan tegas kepada Erdogan dan partainya AKP.

AKP harus menyadari, hal-hal apa yang memberikan kemenangan dalam pemilu dengan hampir 47 persen suara. AKP harus melanjutkan perkembangan Turki sebagai negara hukum yang demokratis, mempercepat reformasi untuk mencapai tujuan menjadi anggota UE, dan tidak mengambil langkah-langkah yang dapat dijabarkan sebagai upaya untuk menjadikan Turki sebagai sebuah negara Islam. Bahwa mahkamah yang sama tidak bersedia membatalkan larangan penggunaan jilbab di universitas misalnya, bukanlah berarti membebaskan AKP dan pemerintah Turki dari tuduhan hendak mengaburkan pemisahan tegas antara negara dan agama, yang sudah menjadi prinsip Republik Turki sejak 85 tahun.

Para spekulan yang dalam waktu belakangan ini mengkatrol indeks pada bursa-bursa di Istanbul, dapat dikatakan memperoleh penghargaan atas keberanian mereka.

Hanya patut disayangkan bila keputusan mahkamah konstitusi Turki,a tanpa kemungkinan untuk melakukan revisi itu, tidak diterima. Yang sekarang diperlukan Turki adalah ketenangan dan sikap hati-hati, serta kegiatan untuk memacu pendekatan Turki dengan norma-norma yang berlaku di Eropa. Itu jugalah yang diinginkan Eropa pada masa sekarang ini, dimana diperlukan mitra yang dapat dipercaya di perbatasan geografis Eropa, dalam upaya bersama untuk memerangi terorisme internasional. (dgl)