1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prozess Suu Kyi

19 Mei 2009

Pemimpin oposisi Birma Aung San Suu Kyi digiring lagi ke tribunal junta militer Myanmar. Sebagian besar dunia internasional menuduh pengadilan yang direkayasa. Namun Cina, bukan salah satu yang menyebut begitu.

Sybille Golte –Schröder

"Masyarakat internasional dituntut bertindak.“ Begitu seruan akhir dari berbagai komentar yang terkait dengan kesemenaan rejim-rejim diktator yang menghambat perkembangan. Sehubungan kasus pemimpin oposisi Birma Aung San Suu Kyi, tuntutan serupa bergaung sejak 1989. Sejak dua puluh tahun itulah - dengan jeda masa bebas yang terbatas - pemenang hadiah Nobel ini ditahan di Yangun oleh rejim militer Myanmar yang berkuasa.

Masyarakat internasional tak bisa dipersalahkan dalam hal ini. Pada setiap peristiwa pelanggaran hukum internasional, hampir semua lembaga memrotes tindakan para jenderal Myanmar itu. Dalam kasus terakhir, Menteri Luar Negeri Amerika serikat Hillary Clinton dan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki Moon kembali menyerukan protes.

Protes bukan saja disampaikan karena perlakuan rejim terhadap Aung San Suu Kyi, melainkan juga karena sikap para jenderal saat terjadinya bencana badai Nargis di delta Irrawady tahun lalu. Larangan masuk bagi tenaga bantuan internasional ke kawasan bencana menyebabkan puluhan ribu orang tewas tidak tertolong. Ini sama dengan pelanggaran hak azasi manusia di tingkat massal. Protes internasionalpun didengungkan, tanpa henti. Begitu juga ketika militer Myanmar menindas keras protes para biksu pada September 2007.

Sayangnya para jenderal Myanmar kerap mengabaikan protes internasional itu. Di pihak lain, mengapa juga mereka harus menanggapinya? Myanmar sudah sejak lama terisolasi. Setiap bentuk pengakuan terhadap hak azasi manusia atau demokrasi mengancam kekuasaan mereka. Ini bukan hal yang mereka inginkan. Dan selama masih mendapat dukungan Cina, para jenderal ini tidak harus takut. Di bawah perlindungan Cina, para jenderal Myanmar ini bisa melakukan banyak hal yang ditentang masyarakat internasional.

Saat masa tahanan rumah Aung San Suu Kyi akan berakhir, berbagai cerita direkayasa agar ia dapat ditahan lebih lama. Ini merupakan pelanggaran hukum, sama dengan rekayasa pengadilan yang akan digulirkan para jenderal. Manuver ini bisa ditebak dan tidak bisa diterima. Sekali lagi, masyarakat internasional dituntut bersikap dan merekapun menyampaikan protes. Namun sekali lagi, protes itu tak akan mengubah sesuatu. Bagi Birma, tampaknya jalan diplomasi internasional sudah buntu.

Kunci solusinya berada di Beijing. Namun agaknya tidak mungkin, bahwa Cina akan menggulirkan perubahan besar. Birma merupakan mitra Cina, yang menjamin jalan stategis menunju Samudra Hindia dan berbagai sumber alam yang penting. Tapi kenapa Cina tidak mendukung gerakan yang mempromosikan demokrasi, seperti protes para biksu? Cina tidak akan melakukan itu, dan para jenderal bisa tetap aman. Setelah pengadilan terhadap Aung San Suu Kyi berlalu, masyarakat internasional akan kembali bungkam. Sampai pelanggaran hukum berikut, ketika terdengar kembali seruan "Masyarakat internasional dituntut bertindak.“

Sybille Golte –Schröder

Editor: Hendra Pasuhuk