1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Tantangan Pemerintah di Bangkok Hadapi Aliansi Rakyat untuk Demokrasi

Tobias Grote-Beverborg2 September 2008

"Aliansi Rakyat untuk Demokrasi" bertanggung jawab atas kerusuhan di Bangkok dan memojokkan pemerintah. Padahal mereka tidak mewakili rakyat Thailand.

Demonstran pro pemerintah menghunuskan parang dan menggunakan katapel, menyerbu demonstran anti pemerintah di dekat kantor pemerintahan Thailand di Bangkok, Selasa (02/09). Bentrokan antara kedua kubu merenggut korban jiwa.
Demonstran pro pemerintah menghunuskan parang dan menggunakan katapel, menyerbu demonstran anti pemerintah di dekat kantor pemerintahan Thailand di Bangkok, Selasa (02/09). Bentrokan antara kedua kubu merenggut korban jiwa.Foto: AP

Situasi politik di Bangkok meruncing. Setelah bentrokan berdarah antara dua kelompok demonstran yang berseberangan, militer tidak akan melakukan kudeta. Namun bagi kedua pihak, pemerintah dan demonstran, hal itu mengakibatkan meruncingkan situasi. Pemberlakuan keadaan darurat melarang pengumpulan massa lebih dari lima orang, tapi ribuan simpatisan oposisi yang masih menduduki kantor pemerintahan, tidak menghiraukan larangan itu. Kini mereka berupaya memprovokasi tentara yang mendapatkan perintah untuk melakukan pengusiran dengan kekerasan.

Perdana Menteri Thailand Samak Sundaravej merasa ditekan dengan memanasnya situasi. Belum lagi, Komisi Pemilihan Thailand menuntut dibubarkannya Partai Kekuatan Rakyat PPP dari PM Samak akibat terbukti memanipulasi pemilihan. PPP merupakan jelmaan baru partai mantan perdana menteri Thaksin Sinawatra, Thai Rak Thai.

"Aliansi Rakyat untuk Demokrasi“ atau PAD yang pernah ikut dalam kualifikasi partai namun tidak lolos kualifikasi itu, menuding Samak adalah boneka Thaksin. Tuduhan yang tidak sesuai kenyataan. Karena itu, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi menuntut Samak untuk mundur. PAD atau "Aliansi Rakyat untuk Demokrasi" merupakan kelompok yang terdiri atas tokoh nasionalis militan, pendukung raja dan kumpulan serikat buruh. Sejak tahun 2006, PAD memprovokasi mundurnya Thaksin hingga akhirnya Thaksin digulingkan militer.

Kini PAD kembali melakukan perlawanan terhadap perdana menteri yang tidak sesuai dengan kualifikasi mereka. Alat dan metode yang digunakan sama sekali tidak menggambarkan demokrasi. PAD memobilisasi massanya untuk menduduki kantor pemerintahan, stasiun televisi dan kementerian, juga melumpuhkan kegiatan bandar udara internasional. Selain itu PAD juga mengancam akan memutuskan saluran listrik, telepon dan menutup saluran air, jika Samak tidak mengundurkan diri.

Satu-satunya sasaran politik PAD atau "Aliansi Rakyat untuk Demokrasi "adalah perubahan konstitusi, yang tidak lagi dipilih oleh mayoritas parlemen dan senat, melainkan oleh kelompok yang disebut PAD sebagai masyarakat elit. Menurut PAD, hanya dengan begitu korupsi yang diuntungkan oleh demokrasi gaya barat dan tumbuhnya kader baru populistis dapat dicegah.

Yang jelas, program ini tidak mengacuhkan institusi demokratis, misalnya parlemen.

Hal itu karena Samak meraih dua pertiga mayoritas yang stabil, dan dia tahu sebagian besar rakyat Thailand mendukungnya. Orang yang pernah mendukung Thaksin, yang sebagian besar tinggal di pedesaan Thailand, akan dijauhkan untuk selamanya dari kekuasaan demi keuntungan kaum elit perkotaan.

Sekarang, kekuatan demokrasi sejati dan institusi negara dituntut untuk mendukung perdana menteri yang sekarang dalam menghadapi krisis. Selain departemen kehakiman, polisi dan militer, partai oposisi juga mengutuk tindakan PAD yang tidak demokratis dan mereka mengatakan prinsip-prinsip demokrasi harus ditegakkan. Itu juga termasuk mendukung pemerintahan yang terpilih secara demokratis hingga pemilihan parlemen selanjutnya.

Tuduhan terhadap Partai Kekuatan Rakyat PPP harus dicabut oleh mahkamah konstitusi. Tapi hingga saat itu tiba, Samak Sundaravej dan parlemen tidak boleh menyerah pada aksi jalanan. Jika tidak, demokrasi di Thailand di ambang kematian.(ls)