1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Terrorbekämpfung Bilanz

Daniel Scheschkewitz11 September 2008

Shock dari serangan 11 September telah lewat tujuh tahun. Namun gambaran mengerikan dari runtuhnya World Trade Center di New York tidak pernah hilang dari ingatan.

Warga New York saksikan peringatan tujuh tahun serangan 11 SeptemberFoto: AP

Di Amerika Serikat, para korban serangan 11 September tidak pernah dilupakan. Juga jika setelah serangan tersebut, AS mengalami perubahan drastis. Diterapkannya prinsip keamanan maximal mengorbankan kebebasan individu. Dari Amerika yang bebas berubah menjadi aparat keamanan buatan AS. Seperti banyak hal dari AS yang menjadi panutan, strategi ini ditiru di banyak negara lainnya.

Walaupun juga muncul pertanyaan: Di mana akhir dari tindakan yang bermanfaat dan penting, dan awal dari aksi yang kebablasan? Hal ini menyangkut tindakan memata-matai warga, pengetatan metode pengawasan serta pemeriksaan keamanan berlebihan di sektor transportasi udara. Tindakan terhadap para tahanan di AS, Guantanamo atau penjara Abu Ghraib bukan merupakan citra panutan dalam penghormatan hak asasi manusia.

Walaupun begitu, masyarakat internasional di bawah tekanan AS, terus berusaha memerangi teror terorganisir. Dimulai dengan perang melawan Taliban di Afghanistan. Para pakar keamanan menyimpulkan, serangan seperti 11 September 2001 saat ini tidak mungkin terulang kembali. Karena melalui keberhasilan berbagai serangan, struktur internasional Al Qaida terus mendapat tekanan. Para teroris di tempat persembunyiannya, seperti di kawasan perbatasan Afghanistan ke Pakistan sulit melakukan operasinya secara terbuka. Juga di negara-negara Arab, jaringan dan basis keuangan kelompok teror itu untuk sementara dapat dikeringkan.

Akan tetapi terdapat pukulan balasan. Di Afghanistan belakangan ini Taliban kelihatan menguat kembali dan mulai melancarkan serangan di kawasan utara yang relatif aman. Di Aljazair kelompok pendukung Al Qaida melancarkan serangan berdarah justru di bulan Ramadhan. Aliansi dalam perang melawan teror dengan Rusia dan Cina terbukti amat rapuh. Terutama karena di kedua negara tersebut ketegangan etnis selalu ditumpas melalui kekerasan militer, dengan berdalih perang melawan terorisme.

Juga para pakar keamanan menyampaikan pendapatnya, bahwa para teroris sekarang ini semakin besar peluangnya untuk memiliki senjata atom. Baik karena dapat membuka akses ke negara-negara bekas Uni Sovyet yang memiliki sisa persenjataan atom ataupun mendapat penawaran transfer teknologi senjata atom dari apa yang disebut negara-negara poros kejahatan, seperti misalnya Korea Utara.

Akan tetapi, masalah paling besar saat ini adalah kemiskinan dan tidak adanya perspektif dalam kalangan mayoritas warga di negara-negara Islam, yang merupakan lahan subur bagi tumbuhnya bibit teroris. Bertambahnya pengangguran di Afghanistan, akibat dihancurkannya ladang opium yang merupakan sumber nafkah utama warga, berarti peranan Taliban akan semakin besar dan menihilkan upaya pasukan penjaga perdamaian - ISAF.

Hanya jika Barat mampu memperbaiki persyaratan sosial di negara-negara seperti Pakistan dan Afghanistan, maka perang melawan terorisme akan berhasil dengan langgeng. Namun, tujuh tahun setelah serangan 11 September, hal itu masih sangat jauh dari kenyataan. (as)