1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

Tanpa Lion Air, KNKT Gandeng TNI AL Cari Kotak Hitam JT610

3 Januari 2019

Lion Air hentikan upaya pencarian kota hitam kedua pesawat B737 MAX-8 bernomor JT610 yang jatuh Oktober silam. Kini tim penyelidik Komisi Nasional Keselamatan Transportasi akan meminjam kapal milik TNI Angkatan Laut.

Indonesische Luftlinie Lion Air, Boeing 737
Foto: picture-alliance/dpa/Z.Kaixin

Lion Air mengakhiri upaya pencarian kotak hitam kedua dari pesawat B737 MAX-8 bernomor penerbangan JT610 yang jatuh di Laut Jawa dekat Purwakarta akhir Oktober silam yang menewaskan 189 orang. Meski demikian Komisi Nasional Keselamatan Penerbangan (KNKT) akan melanjutkan sendiri pencarian alat yang merekam suara di dalam kokpit pesawat itu.

Desember lalu Lion Air menyewa kapal MPV Everest, senilai US$ 2,6 juta atau senilai Rp. 38 miliar untuk membantu pencarian kotak hitam pesawat naaas itu. Padahal biasanya biaya pencarian semacam itu ditanggung oleh negara. Kepada kantor berita Reuters, Jurubicara Lion Air Group, Danang Mandala, mengatakan kapal MPV Everest telah mengakhiri operasi pada Sabtu (29/12) pekan lalu.

Baca juga: Lion Air Sewa Kapal Canggih buat Cari Kotak Hitam JT-610

Sementara itu KNKT memastikan bakal memulai operasi pencarian sendiri secepat mungkin. Kotak hitam tersebut diyakini menyimpan bukti berharga untuk penyelidikan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT610. Saat ini KNKT sedang menegosiasikan peminjaman kapal dengan TNI Angkatan Laut.

"Operasinya bisa dimulai secepatnya pekan depan. Kapalnya tidak akan semewah seperti MPV Everest tapi dilengkapi dengan detektor kotak hitam dan kita juga sudah memiliki wahana nirawak," kata jurubicara KNKT seperti dilansir Reuters.

JT610 Alami Kerusakan Speed Indicator

01:06

This browser does not support the video element.

KNKT memiliki waktu hingga 90 hari sejak awal November untuk melacak keberadaan kotak hitam. Setelahnya sinyal akustik yang dalam kondisi darurat secara otomatis dilepaskan piranti tersebut akan membisu, demikian menurut brosur yang diunggah produsen secara online. 

Kegagalan fitur anti stall dan sensor rusak

Para penyidik sejauh ini telah menganalisa data penerbangan yang tersimpan di kotak hitam pertama. Menurut hasil penyidikan sementara fitur anti-stall yang tertanam di sistem pengendali secara keliru menghitung kecepatan udara dan membuat pesawat menukik berulangkali. Pilot dikabarkan kewalahan menguasai pesawat sesaat sebelum jatuh.

Kini raksasa kedirgantaraan AS, Boeing, mendapat gelombang gugatan pertama dari keluarga korban. Sejauh ini tiga gugatan telah dilayangkan ke pengadilan di Cook County, Illinois, antara lain oleh keluarga co-pilot Lion Air JT610, Harvino, pada akhir Desember lalu. Gugatan tersebut berbasis pada temuan sementara tim penyidik tentang potensi bahaya fitur anti-stall pada B737 MAX-8.

Baca juga: Pilot Berjuang Hingga Akhir Hayat, Lion Air Tak Layak Terbang Sebelum Kecelakaan Terjadi

Fitur anti-stall termasuk jenis teknologi yang lumrah ditemukan pada pesawat modern. Fitur tersebut mencegah pesawat mengalami stall, yakni kondisi ketika badan pesawat mendongak ke atas sehingga berpotensi kehilangan kecepatan. Dalam kondisi tersebut sistem kendali otomatis membuat badan pesawat menukik ke bawah. Potensi stall diukur antara lain berdasarkan data kecepatan udara.

Dalam kasus Lion Air JT610, sistem kendali menggunakan data dari sensor yang rusak sehingga secara keliru mengaktifkan fitur anti-stall ketika penerbangan berlangsung dalam kondisi normal. Manajemen Lion mengklaim telah menukar sensor tersebut sebelum penerbangan.

rzn/as (rtr, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait