Pertemuan pertama Majelis Ulama Afganistan bentukan Taliban menghadirkan semua tokoh agama dan pemimpin adat dari penjuru negeri. Namun pertemuan nasional itu justru mengabaikan satu kelompok penting: Perempuan.
Iklan
Untuk pertama kalinya sejak merebut kekuasaan di Afganistan, Taliban menggelar pertemuan majelis perwakilan yang mengundang ulama dan tokoh adat dari penjuru negeri. Acara selama tiga hari itu berakhir Sabtu (4/7) silam. Ia dibentuk serupa Loya Jirga atau parlemen di era Republik Islam Afganistan.
Lembaga baru ini diberi nama Majelis Ulama Afganistan yang kelak memangku fungsi legislatif.
Namun pertemuan pertama para ulama gagal memberi kejelasan soal nasib perempuan, terutama apakah remaja perempuan boleh kembali bersekolah. Hingga berita ini diturunkan, Taliban juga belum menjawab pertanyaan DW terkait hal tersebut.
Asing tidak boleh campur tangan
"Taliban ingin mendemonstrasikan kepada dunia, bahwa mereka mampu menggelar majelis perwakilan yang dihadiri semua tokoh berpengaruh dan perwakilan etnis,” kata bekas diplomat Afganistan, Asis Meradsh, kepada DW.
Lebih dari 3.000 laki-laki diundang oleh kelompok militan Islam itu ke ibu kota Kabul. Kehadiran mereka sekaligus menjadi baiat kesetiaan kepada pemimpin sipiritual Taliban, Haibatullah Akhundzada.
Aktivis Afganistan Memperjuangkan Hak-hak Perempuan
04:03
Dia untuk pertamakalinya tampil di hadapan publik saat menghadiri pertemuan anggota majelis ulama. "Jayalah Emirat Islam Afganistan,” pekik hadirin menyambut kedatangan sang pemimpin besar.
Mereka menuntut agar dunia internasional mengakui pemerintahan Taliban dan membebaskan dana Afganistan yang dibekukan di luar negeri.
Haibatullah Akhundaza yang berstatus "Amirul Mukminin” memegang kekuasaan tertinggi di Emirat Afganistan. Dalam sambutannya pada pertemuan di Kabul itu ia menyatakan diri, "bukan pemimpin simbolik yang mendapat legitimasi dari pemilihan umum.”
Dalam pidatonya selama satu jam, dia antara lain berjanji akan menjalankan perintah Allah di Afganistan, bahkan jika dunia menjatuhkan "bom atom” melawan Taliban. "Kita sepenuhnya milik Allah,” tuturnya.
Akhunzada juga secara tegas menolak campur tangan asing. "Mereka bilang, ‘kenapa kalian tidak melakukan hal ini atau hal itu',” kata dia. ”Kenapa kalian mencampuri pekerjaan kami?”
Dia menuntut diplomat Taliban untuk "lebih tegas” dalam bersikap karena "dunia tidak akan mudah menerima bahwa kalian menerapkan Syariah Islam.” Dengan ucapannya itu, Akhundzada mengindikasikan sikapnya terhadap tuntutan internasional untuk menjamin hak dasar bagi perempuan.
Iklan
"Modernitas” hanya pemanis bibir
Sejak mulai berkuasa Agustus 2021 lalu, Taliban secara sistematis mengebiri hak perempuan. Puncaknya adalah hilangnya keterwakilan perempuan di parlemen yang sudah diperjuangkan sejak era Republik Islam Afganistan.
Upaya Warga Afganistan Menyelamatkan Diri dari Taliban
Ribuan warga berusaha menyelamatkan diri dari Afganistan setelah Taliban mengambil alih kekuasan. Negara Barat berupaya menerbangkan warga sipil keluar dari bandara Kabul setelah penerbangan komersial dihentikan.
Foto: AFP/Getty Images
Warga Afganistan yang putus asa berusaha masuk bandara Kabul
Banyak keluarga di Afganistan semakin putus asa dan berusaha untuk masuk ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul. Terdapat anak-anak di antara kerumunan yang mencoba melakukan upaya terakhir untuk melarikan diri dari Taliban yang berhasil menguasai ibu kota Kabul dengan mudah.
Foto: REUTERS
Rakyat Afganistan hadapi masa depan yang tidak pasti
Sejak penarikan pasukan AS dan NATO dilancarkan, warga Afganistan menghadapi keputusan yang sulit: tetap tinggal dan berharap pasukan pemerintah menahan gerak maju milisi Taliban atau melarikan diri ke negara-negara tetangga. Setelah Taliban merebut Kabul dengan mudah, banyak warga terjebak dalam ketidakpastian, tanpa indikasi yang jelas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Foto: REUTERS
Kerumunan warga di bandara Kabul
Bandara utama Kabul menjadi tempat kerumunan orang yang putus asa. Ribuan orang berharap bisa naik pesawat dan melarikan diri dari kekuasaan Taliban. Negara-negara Barat bergegas mengevakuasi warga mereka sendiri dan beberapa karyawan lokal. Penerbangan komersial dari dan keluar negara itu dihentikan total.
Foto: AFP/Getty Images
Taliban menguasi istana presiden
Setelah jatuhnya ibu kota Kabul dengan mudah, milisi Taliban langsung menguasai istana presiden Afganistan. Rekaman langsung menunjukkan komandan dan anggota Taliban duduk di dalam istana, menyatakan kemenangan mereka setelah pasukan Afganistan menyerah tanpa bertempur.
Foto: Zabi Karim/AP/picture alliance
Takut penerapan aturan Islam garis keras
Banyak yang takut penerapan aturan Islam garis keras. Walau dalam sebuah pernyataan Taliban mengklaim, tidak akan membalas dendam terhadap mereka yang mendukung aliansi dukungan AS. Perempuan sebagian besar dilarang ikut pendidikan selama pemerintahan Taliban sebelumnya di Afganistan (1996-2001). Warga di Kabul buru-buru hapus gambar yang mungkin tak disukai Taliban.
Foto: Kyodo/picture alliance
Melintasi perbatasan ke Pakistan
Di saat ribuan warga yang berusaha kabur menyerbu bandara Hamid Karzai, sejumlah warga Afganistan lainnya menyeberangi perbatasan memasuki Pakistan. Menteri Dalam Negeri Pakistan Sheikh Rashid Ahmed mengatakan kepada DW, pemerintah telah menutup perbatasan dengan Afganistan di Torkham.
Foto: Jafar Khan/AP/picture alliance
Taliban kembali berkuasa setelah penarikan pasukan AS
AS dan sekutunya memasuki Afganistan setelah serangan teror 11 September 2001, dan menaklukan Taliban. Ketika konflik 20 tahun berakhir secara tiba-tiba dengan penarikan pasukan AS dan NATO, pasukan pemerintah Afganistan dengan cepat runtuh tanpa dukungan.
Foto: Hoshang Hashimi/AP Photo/picture alliance
Kepemimpinan Taliban
Taliban memerintah negara itu dari tahun 1996 hingga 2001 dan memberlakukan interpretasi hukum Syariah Islam yang ketat. Taliban didirikan di bawah kepemimpinan Mullah Umar. Haibatullah Akhundzada sekarang menjadi pemimpin tertinggi, sementara salah satu pendiri lainnya Mullah Baradar (foto) mengepalai sayap politik.
Foto: Social Media/REUTERS
Taliban mengibarkan bendera mereka
Taliban mengklaim siap mengendalikan negara itu, dan menyatakan tidak akan membahayakan warga sipil yang telah bekerja sama dengan pasukan Barat. "Kami siap untuk berdialog dengan semua tokoh Afganistan dan akan menjamin perlindungan yang diperlukan," kata juru bicara politik Taliban Mohammad Naeem kepada Al Jazeera. Sebuah klaim yang agak sulit dipercaya semua pihak.
Foto: Gulabuddin Amiri/AP/picture alliance
Wanita dan anak-anak berisiko tinggi
Perempuan, anak-anak dan minoritas lainnya kemungkinan besar akan sangat menderita di bawah rezim Taliban. Perempuan dan anak perempuan dilarang menjalani pendidikan selama pemerintahan Taliban sebelumnya di Afganistan, situasinya berubah setelah dilancarkan invasi yang dipimpin AS pada 2001.
Foto: Paula Bronstein/Getty Images
Presiden Ghani melarikan diri
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani kabur meninggalkan negara itu pada 15 Agustus. "Untuk menghindari pertumpahan darah, saya pikir yang terbaik adalah keluar," katanya, tetapi ia menekankan akan terus berjuang untuk negara.
Foto: Rahmat Gul/AP Photo/picture alliance
Mantan Presiden Karzai desak perdamaian
Para pemimpin Afganistan telah membentuk dewan untuk bertemu dengan Taliban dan mengelola transfer kekuasaan. Mantan Presiden Hamid Karzai, yang merupakan bagian dari dewan mengatakan, ini "untuk mencegah kekacauan dan mengurangi penderitaan rakyat," dan untuk mengelola "pengalihan kekuasaan secara damai".
Foto: Mariam Zuhaib/AP Photo/picture alliance
AS dan Eropa lakukan evakuasi
Jerman mengerahkan pesawat militer untuk membantu evakuasi diplomat, warga negaranya dan staf lokal dari Afganistan setelah menutup kedutaan besarnya di Kabul. AS, Inggris, dan Arab Saudi juga mengevakuasi pasukan, diplomat dan pejabat lain dari negara tersebut.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
13 foto1 | 13
Padahal pada 2019 lalu, Presiden Ashraf Ghani dirayakan karena berhasil meloloskan kuota perempuan sebesar 30 persen di Loya Jirga. Pada tahun 2020, sekitar 700 perempuan turut mengisi keanggotaan parlemen.
"Semua kemajuan yang dicapai selama tahun-tahun terakhir dibuat sirna,” kata Komisaris HAM PBB, Michelle Bachelet, belum lama ini.
Belum jelas bagaimana PBB dan dunia internasional ingin memulihkan hak perempuan Afganistan. Utusan khusus AS untuk Afganistan, Rina Amiri, mengeluh lewat Twitter, betapa tekanan dunia gagal menggerakkan Taliban untuk menghormati perempuan.
Bekas Presiden Afganistan, Hamid Karsai, memaknai istilah "pendidikan modern dan keamanaan” dalam resolusi penutup Majelis Ulama Afganistan sebagai indikasi, bahwa perempuan akan kembali diizinkan bersekolah.
Namun dalam wawancara dengan harian Jerman, FAZ, itu, dia juga mengakui bahwa Taliban terkesan lamban mendorong keterwakilan etnis yang merata di pemerintahan.