Jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 dalam penerbangan Surabaya-Singapura merupakan pukulan berat bagi industri penerbangan Indonesia. Tapi kinerja Basarnas dan pemerintah dalam upaya pencarian mendapat pujian internasional.
Iklan
Satu lagi kecelakaan besar di penghujung 2014 mengguncang industri penerbangan Indonesia. Pesawat AirAsia tipe Airbus A320-200 dengan 162 penumpang dan awak pesawat jatuh di laut, tidak sampai satu jam setelah lepas landas dari Surabaya menuju Singapura.
Padahal Indonesia sebelumnya sudah jadi sorotan internasional, setelah beberapa insiden kecelakaan pesawat dalam penerbangan domestik. Sampai Uni Eropa tahun 2007 memasukkan Indonesia dalam daftar hitam (blacklist) dan melarang maskapai penerbangan seperti Garuda Indonesia dan Lion Air terbang ke kawasannya.
Keputusan itu diambil Uni Eropa setelah insiden jatuhnya pesawat Adam Air tipe Boeing 737-400 Januari 2007 yang menewaskan seluruh 102 penumpang. Pesawat itu berada dalam penerbangan dari Surabaya menuju Manado dan menghilang dari radar di Selat Makassar.
Tahun 2009, larangan terbang itu dicabut dan Garuda Indonesia mulai merintis lagi penerbangan ke Eropa setahun kemudian. Tapi kecelakaan AirAsia sekarang membuat sistem keselamatan penerbangan di Indonesia jadi sorotan lagi.
"Ini memang insiden pertama bagi AirAsia cabang Indonesia", kata pengamat penerbangan Greg Waldron dari Flightglobal, "tapi ini pasti membuat seluruh sektor penerbangan di negara jadi sorotan lagi ".
Sektor bisnis yang berkembang pesat
Musibah AirAsia QZ 8501 adalah pukulan berat bagi sektor penerbangan, karena sektor ini sedang mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.
"Kita akan lakukan peninjauan lagi terhadap seluruh penerbangan agar penumpang memiliki kenyamanan keselamatan saat menggunakan transportasi udara," tandas Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.
Maskapai Indonesia Yang Dilarang di Eropa
Banyak maskapai penerbangan di Indonesia mendapat rapor merah dari Uni Eropa terkait faktor keamanan dan dilarang beroperasi di wilayahnya. Sebagian besar maskapai kecil, lainnya dimiliki konglomerat papan atas.
Foto: Reuters
Sriwijaya Air
Sejumlah insiden minor tercatat dalam sejarah Sriwijaya Air yang baru seumur jagung. Didirikan 11 tahun silam, salah satu pesawat milik maskapai besutan keluarga Lie ini pernah tergelincir 2008 lalu di Bandar Udara Sultan Thaha dan menabrak tiga orang. Insiden diakibatkan kerusakan pada sistem hidraulik rem. 13 orang mengalami luka-luka akibat insiden tersebut.
Foto: ADEK BERRY/AFP/Getty Images
Lion Air
Lion Air mencatat pembelian terbesar dalam sejarah Airbus dan Boeing. Namun ambisi ekspansi maskapai besutan konglomerat Rusdi Kirana ini tidak berbanding lurus dengan faktor keamanan. 2013 lalu salah satu pesawatnya tergelincir di Bandara Ngurah Rai dan tercebur ke laut. Sedikitnya 45 orang mengalami luka-luka. Tercatat sebanyak 24 insiden pernah dialami Lion Air dalam sejarahnya
Foto: Reuters
Merpati Nusantara Airlines
Kendati mengalami kebangkrutan Februari 2014 silam, Merpati tetap masuk dalam daftar hitam Uni Eropa. Maskapai pelat merah ini mencatat berbagai macam insiden yang menelan korban jiwa. 2009 silam pesawat Twin Otter hilang di Papua. Sebanyak 15 penumpang tewas. Mei 2011 pesawat bernomer penerbangan 8968 jatuh di perairan dekat Bandar Udara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Seluruh penumpang Tewas.
Foto: picture-alliance/dpa
Citilink
Anak perusahan Garuda Indonesia yang khusus melayani penerbangan murah ini sejatinya belum pernah mengalami insiden serius, kecuali 2011 silam saat penerbangan 087 dibatalkan setelah mengudara lantaran kerusakan pada mesin. Dengan berbekal armada pesawat yang rata-rata berusia 5,7 tahun, Citilink diyakini tidak lama lagi akan keluar dari daftar hitam Uni Eropa.
Foto: Reuters
Batik Air
Serupa dengan Citilink, Batik Air belum pernah mengalami insiden sejak pendiriannya 2013 silam. Larangan beroperasi disematkan pada maskapai murah ini karena kedekatannya dengan perusahaan induk Lion Air dalam hal pemeliharaan pesawat. Lion Air saat ini banyak dikritik karena terlalu banyak berhemat di bidang Maintenance, yang mengakibatkan pesawat sering mengalami kerusakan.
Foto: ADEK BERRY/AFP/Getty Images
Riau Airlines
Maskapai Riau Airlines didirikan pada tanggal 12 Maret 2002 dan mulai beroperasi pada Desember 2002. Maskapai ini adalah satu-satunya maskapai Indonesia yang berkantor pusat di luar Jakarta dan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Sempat jatuh bangkrut, Riau Airlines kembali beroperasi dengan Boeing 737-500 dan beberapa pesawat kecil yang melayani rute penerbangan lokal.
6 foto1 | 6
Ia menerangkan, peninjauan kembali secara menyeluruh tidak hanya dilakukan pada AirAsia saja, melainkan berlaku bagi semua maskapai penerbangan di Indonesia. Tujuannya adalah agar penerbangan di Indonesia lebih baik, terutama mengenai system keselamatan di setiap pesawat.
"Kita ingin pastikan semuanya dalam kondisi baik," kata Ignasius Jonan.
Indonesia diprediksi akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada tahun 2020, bahkan akan naik menjadi lima besar dunia sekitar tahun 2034. Asosiasi penerbangan internasional IATA memperkirakan, saat itu jumlah penumpang pesawat terbang di Indonesia akan mencapai 270 juta orang per tahun.