Tantangan Ekonomi Rencana Peluasan Uni Eropa ke Timur
29 April 2024"Tidak ada lagi petani, tidak ada lagi roti” adalah slogan populer sepanjang dilakukannya lebih dari 200 blokade jalanan oleh petani Polandia pada bulan Februari tahun ini. Salah satunya di luar kota Kock, yang berjarak dua jam perjalanan dari perbatasan Ukraina, ratusan traktor memblokir jalan untuk mencegah gandum murah Ukraina memasuki negara tersebut.
Bagi para petani di Kock, ada kekhawatiran besar lain: Mereka khawatir jika Ukraina menjadi anggota Uni Eropa (UE), hal ini dapat mengancam penghidupan mereka.
"Mereka harus melupakannya. Itu ide gila," kata seorang petani yang melakukan protes kepada DW saat melancarkan aksi blokade.
Selama lebih dari satu dekade, UE sangat menahan diri dalam rencana penerimaan anggota baru, yang sudah mengantri untuk bergabung. Namun invasi Rusia ke Ukraina telah mengubah hal ini secara mendasar. Bulan Desember tahun lalu, UE membuka pembicaraan aksesi dengan Ukraina dan Moldova dan memberikan status kandidat kepada Georgia.
Dorongan politik besar, tapi anggaran terbatas
"Untuk alasan yang jelas, UE kini melihat perluasan wilayah sebagai instrumen keamanan. Dan anggaran merupakan bagian dari diskusi, namun hal itu mungkin belum menjadi faktor penentu," kata Thu Nguyen, wakil direktur lembaga pemikir independen Jacques Delors Center di Berlin, kepada DW.
Protes yang terjadi baru-baru ini di Polandia merupakan sebuah pengingat, bahwa antusiasme baru Brussels untuk melakukan perluasan menjadi kekhawatiran bagi sebagian warga UE. Mereka terutama khawatir rencana perluasan itu akan merugikan mereka secara ekonomi.
UE menghabiskan sebagian besar anggarannya untuk pembangunan regional dan pertanian. Negara-negara anggota yang kurang mampu akan mendapatkan bantuan. Polandia misalnya, telah berkembang menjadi salah satu penghasil produk pertanian paling produktif, sejak bergabung dengan Uni Eropa tahun 2004.
Delapan negara yang saat ini mengantre untuk bergabung dengan Uni Eropa - yaitu Montenegro, Serbia, Bosnia and Herzegovina, Albania, Georgia, Makedonia Utara, Moldova dan Ukraina -, semuanya jauh lebih miskin dibandingkan negara-negara anggota saat ini.
Harapan perbaikan ekonomi
Bagi Jasna Pejovic dari Montenegro, keanggotaan UE akan memberi negaranya "lebih banyak legitimasi.” Montenegro adalah negara yang paling maju dalam antrean untuk bergabung dengan UE, dan 80% penduduknya ingin menjadi bagian dari blok tersebut. Berbicara kepada DW di kantor startup e-learning miliknya di ibu kota Podgorica, Jasna mengatakan bahwa menjadi warga negara UE akan menguntungkan bisnisnya.
"[Investor] berkata: 'Kami tidak pernah berbisnis dengan Montenegro, dan kami tidak tahu bagaimana melakukannya.' Saya bertanya kepada mereka: 'Jika kita menjadi bagian dari Uni Eropa, apakah akan berbeda?' Dan mereka bilang itu akan berbeda karena mereka tahu tentang Uni Eropa,” katanya.
Dengan populasi hanya 630.000 jiwa, Montenegro adalah negara kecil seperti kebanyakan negara di Balkan Barat. Hal ini tidak akan terlalu membebani anggaran Uni Eropa. Mila Kasalica, seorang ekonom dan kepala keuangan kotamadya Zeta di Montenegro, yakin keanggotaan UE akan mengubah negaranya. "Kami memiliki sekitar 45% hingga 48% standar hidup negara-negara UE. Itu adalah impian besar dalam proses aksesi: Berkonvergensi secara nyata dengan standar hidup [UE].”
Namun menurut penghitungan internal Dewan Eropa, semua kandidat akan membebani anggaran Uni Eropa sebesar 256 miliar euro. Ukraina sendiri diperkirakan akan menerima 186 miliar euro selama tujuh tahun, belum termasuk biaya rekonstruksi.
Tapi beberapa negara anggota UE terus mendorong agar proses penerimaan anggota baru dipercepat. Namun berhasil atau tidaknya upaya tersebut akan bergantung juga pada susunan Parlemen Uni Eropa baru yang akan ditentukan pada Pemilu Eropa bulan Juni mendatang. (hp/as)