Tantangan Hak Asasi Manusia di Indonesia Setelah Pemilu
Anggatira Gollmer
16 Mei 2019
Pelanggaran hak asasi manusia di berbagai bidang selama ini masih menjadi isu yang cukup terabaikan di Indonesia. Di Berlin, kelompok-kelompok advokasi HAM internasional bahas tema-tema HAM yang harus ditangani segera.
Iklan
"Indonesia setelah Pemilihan Umum: Prospek untuk reformasi hak asasi manusia dan resolusi konflik?” adalah tema yang dipilih untuk kongres gabungan yang diadakan oleh International Coalition for Papua, Human Rights Watch, Amensty Internasional dan organisasi Westpapua Netzwerk untuk menjadi bahasan di Jerman tahun ini. Dalam pertemuan di pertengahan bulan Mei di Berlin ini sejumlah pakar dari Indonesia dan Jerman membahas masalah HAM yang selama ini masih terabaikan oleh pemerintah, khususnya di Papua.
"Kami ingin agar teman-teman dari Jakarta dan Papua, serta kami sebagai pihak eksternal untuk duduk bersama dan bisa mengerti, bagaimana jalan yang bijaksana ke depan. Banyak yang menganggap Jokowi sebagai pilihan yang lebih menjanjikan, walaupun mereka juga kecewa dengan Jokowi, karena itu kami tetap ingin melihat, harapan apa yang ada untuk pemerintah yang baru. Ini akan menjadi masa jabatan Jokowi yang terakhir dan kami harap, ia akan bertindak lebih progresif, " kata Norman Voß, ketua Sekertariat ICP.
Tantangan Pemerintahan Baru Jokowi: Bereskan Persoalan HAM
03:38
Andreas Harsono yang hadir sebagai perwakilan dari Human Rights Watch dalam kesempatan ini juga memaparkan tentang isu-isu pelanggaran HAM yang terjadi selama 20 tahun pasca pemerintahan Suharto.
Beberapa pelanggaran penting menurutnya terjadi karena ada diberlakukannya lebih dari 700 perda syariah di berbagai tempat di Indonesia. "Peraturan-peraturan ini mendiskirminasi perempuan, kaum minoritas beragama dan LGBT,” jelasnya. "Komponen terbesar dari aturan-aturan ini adalah kewajiban memakai jilbab, juga bagi orang non Muslim, dan UU Penistaan Agama. Ini intinya mengatakan, bahwa kaum minoritas harus menghargai kaum mayoritas dan prinsip ini menggantikan prinsip kebebasan beragama di Indonesia.”
Jurnalis senior ini juga memaparkan, bahwa tidak ditindaklanjutinya pelanggaran HAM di masa lalu memupuk budaya impunitas dan gerakan kekerasan. "Pelaku pelanggaran HAM di masa lalu menciptakan lebih banyak pemimpin yang berpikir, mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau. Bukan hanya Prabowo. Anda bisa pergi ke ibu kota provinsi manapun dan Anda akan melihat para pembunuh yang menjadi walikota dan gubernur atau anggota parlemen.”
Jokowi Dikejar Dosa HAM Hingga ke Eropa
Presiden Joko Widodo membidik kerjasama bisnis untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi betapapun sang presiden berusaha menghindar, ia tetap dikejar dosa HAM masa lalu
Foto: Reuters/H. Hanschke
Sambutan Kenegaraan
Jerman mempersiapkan upacara kenegaraan buat menyambut Presiden Indonesia Joko Widodo. Di jantung Eropa dia menyisakan waktu tidak barang sehari. Jokowi terutama membidik kerjasama pendidikan kejuruan buat calon tenaga kerja muda. Dengan cara itu sang presiden ingin menempatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pondasi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Foto: DW/R.Nugraha
Dikejar Dosa
Namun Jokowi tidak sepenuhnya bisa melepaskan diri dari isu Lingkungan dan Hak Azasi Manusia. Selama kunjungannya di Berlin sang presiden diiringi aksi demonstrasi berbagai kelompok, antara lain organisasi lingkungan Rettet den Regenwald. Sementara International People Tribunal 65 menyerahkan petisi yang berisikan tuntutan kepada pemerintah untuk menyelesaikan isu HAM masa lalu.
Foto: DW/R.Nugraha
Sentilan Sang Pendeta
Agenda serupa juga menantinya di Istana Bellevue, saat bertemu dengan Presiden Jerman, Joachim Gauck. Gauck yang bekas pendeta itu membahas hak minoritas dan hubungan antar agama di Indonesia. Ia juga menyentil sang presiden ihwal hukuman mati. Jokowi berkilah Indonesia sedang dalam darurat narkoba
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Berguru ke Jerman
Setelah bertemu Gauck, Jokowi bergegas menemui Kanselir Angela Merkel yang terpaksa menunggu selama tiga menit di kantor kekanseliran di Berlin. Bersama perempuan paling berkuasa di Bumi itu Jokowi membahas berbagai kerjasama ekonomi, terutama pendidikan vokasi dan juga isu terorisme.
Foto: DW/R.Nugraha
Terjebak Isu HAM
Namun serupa dengan Gauck, Merkel turut membahas "kasus HAM di Indonesia, terutama di Aceh dan Papua." Soal isu pembantaian 1965, Jokowi akhirnya angkat bicara ketika sudah tiba di London. "Saya belum memutuskan apa-apa," ucapnya membantah klaim Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan.
Foto: Reuters/H. Hanschke
Bergegas Mengejar Pertumbuhan
Tanpa membuang banyak waktu presiden beserta rombongan langsung terbang ke London, lalu Belgia dan Belanda dengan selang waktu satu hari. Di Eropa Jokowi membidik perjanjian perdagangan bebas yang ia canangkan akan selesai dalam dua tahun. Selain kerjasama pendidikan vokasi dengan Jerman, Jokowi juga menggandeng Inggris untuk membenahi industri kelautan.
Foto: DW/R.Nugraha
6 foto1 | 6
Harus ditangani badan independen
Pembunuhan di luar hukum menjadi salah satu fokus utama terkait pelanggaran HAM di Papua. Dalam analisa Amnesty International di Papua yang dilakukan selama kurun waktu 2 tahun dari 2016 sampai 2018, tercatat 69 kasus yang menewaskan 95 orang dalam berbagai konteks non politis, 85 di antaranya etnis Papua. Pelaku dalam 35 kasus adalah polisi, dalam 23 kasus TNI. Sampai hari ini hanya satu kasus yang dibawa ke pengadilan sipil.
"Pada tahun 2014 Presiden Jokowi, yang pada saat itu masih calon presiden, berjanji untuk mengubah sistem pengadilan TNI yang berlaku agar segla pelanggaran HAM harus ditangani oleh institusi sipil independen,” ujar Papang Hidayat dalam presentasinya di Berlin.
"Tetapi sayangnya amandemen ini gagal dan agenda ini menghilang dari janji-janji kampanye Jokowi tahun 2019. Presiden Jokowi sadar, bahwa ia membuat janji-janji penting terkait HAM pada tahun 2014, tetapi sampai sekarang sedikit sekali yang diraih. Di tahun 2019, timnya tidak menyertakan prospek menjanjikan terkait HAM,” lanjut peneliti senior Amnesti Internasional Indonesia ini.
Daftar Pelanggaran HAM yang Belum Terselesaikan
Sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia berat tersandung oleh sikap batu lembaga negara. Kejaksaan Agung seringkali menjadi kuburan bagi keadilan. Inilah sebagian kasus besar yang masih menjadi PR buat pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Tragedi Trisakti
Pada 12 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa menuntut pengunduran diri Suharto memuncak di kampus Universitas Trisakti, Jakarta. Komnas HAM mencatat jumlah korban kekerasan oleh aparat keamanan mencapai 685 orang, sementara tiga meninggal dunia akibat tembakan. Ironisnya berkas penyelidikan yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung dinyatakan hilang pada Maret 2008 oleh Jampidsus Kemas Yahya Rahman.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. husni
Semanggi Berdarah
Kejaksaan Agung di bawah kendali Hendarman Supandji menjadi jalan buntu pengungkapan kasus pelanggaran HAM 1998. Berkas laporan Komnas HAM terhadap kasus kekerasan aparat yang menewaskan 17 orang (Semanggi I) dan melukai 127 lainnya pada November 1998 menghilang tak berbekas. Setahun berselang tragedi kembali berulang, kali ini korban mencapai 228 orang.
Foto: picture alliance/dpa
Hilangnya Widji Tukul
Satu per satu aktivis pro demokrasi menghilang tanpa jejak menjelang runtuhnya kekuasaan Suharto, termasuk di antaranya Widji Thukul. Ia diduga diculik aparat keamanan setelah dinyatakan buron sejak peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1996 (Kudatuli). Kasus Widji Thukul mewakili puluhan aktivis yang sengaja dilenyapkan demi kekuasaan.
Foto: Wahyu Susilo
Pembantaian 1965
Antara 500.000 hingga tiga juta nyawa simpatisan PKI melayang di tangan militer dan penduduk sipil setelah kudeta yang gagal pada 1965. Hingga kini upaya pengungkapan tragedi tersebut tidak pernah menyentuh pelaku. Adalah sikap membatu TNI yang melulu menjadi sandungan bagi penuntasan tragedi 1965.
Petaka di Wamena
Tragedi Wamena berawal dari penyerangan gudang senjata oleh orang tak dikenal yang menewaskan 2 anggota TNI pada April 2003. Aksi penyisiran yang kemudian dilakukan aparat menewaskan 9 penduduk sipil, sementara 38 luka berat. Seperti kasus sebelumnya, laporan penyelidikan Komnas HAM ditolak Kejagung dengan alasan tidak lengkap. TNI juga dituding menghalangi penyelidikan kasus tersebut.
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto
Pembunuhan Munir
Sosok yang sukses membongkar pelanggaran HAM berat oleh Tim Mawar dan mengakhiri karir Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini meninggal dunia setelah diracun dalam perjalanan menuju Belanda. Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Namun hingga kini kejaksaan sulit memburu tersangka utama yakni Muchdi Pr. yang dikenal dekat dengan Prabowo.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
6 foto1 | 6
Kekecewaan lain atas janji-janji yang dibuat Jokowi pada periode pertama pemerintahannya adalah pembebeasan tahanan politik Papua, yang tetap masih kurang, dibukanya Papua bagi jurnalis asing yang belum diimplementasikan, serta perkara Wamena dan Wasior yang tetap belum diproses, jelas direktur Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid, yang juga hadir. "Komitmen semacam ini sebenarnya bagus, tetapi jika tidak diimplementasikan, ini hanya akan menumpuk kekecewaan bagi orang Papua,” lanjutnya.
Pembangunan infrastruktur yang digiatkan oleh pemerintahan Jokowi juga tidak luput dari pembahasan. Dalam hal ini Cahyo Pamungkas dari LIPI mengatakan, walaupun warga Papua antusias dengan proyek pembangunan, mereka melihat bahwa prioritas pemerintah harus berubah dari infrastruktur fisik menjadi infrastruktur sosial, terutama pengembangan sumber daya manusia dan perbaikan pelayanan umum. Politik pembangunan juga tidak boleh menggantikan rekonsiliasi yang tetap dibutuhkan.
Pemerintahan Terus Berganti, Kapan Kasus Pembunuhan Pejuang HAM Munir Thalib Bisa Terungkap?
Terpidana Pollycarpus telah bebas murni dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir. Namun hingga kini dalang pembunuhan keji itu masih belum terungkap. Inilah perjalanan panjang pengungkapan kasus itu.
Foto: Suciwati/Omah Munir
7 September 2004
Aktivis hak asasi manusia, Munir Thalib Said, meninggal dunia dalam penerbangan menuju Belanda menggunakan pesawat Garuda.
Foto: A.Berry/AFP/GettyImages
11 November 2004
Hasil penyelidikan otopsi di Belanda menyatakan bahwa Munir tewas setelah menenggak minuman yang ditaburi racun arsenik.
Foto: Colourbox
23 Desember 2004
Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, mengesahkan tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidiki kematian pejuang hak asasi Indonesia ini lewat Keppres no 111 tahun 2004.
Foto: AP
15 Maret 2005
TPF kasus Munir merekomendasi enam nama yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan ini. Empat orang dari Garuda dan dua nama dari Badan Intelejen Negara (BIN).
Foto: picture-alliance
18 Maret 2005
Pollycarpus Budihari Priyanto ditetapkan sebagai salah seorang tersangka.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
27 Juni 2005
Laporan TPF kasus Munir diserahkan dan dibagikan kepada para pejabat berwenang. Demikian dikutip dari Kumparan.
Foto: picture alliance/Sven Simon
28 November 2014
Pollycarpus dibebaskan bersyarat.
Foto: Africa Studio - Fotolia.com
17 Februari 2016
Organisasi HAM KontraS mengajukan laporan TPF kasus Munir agar segera diumumkan. Pada 1 Maret 2016 Sekretariat Negara menyatakan tidak memiliki informasi yang dimaksud.
Foto: G. Siregar
28 April 2016
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengajukan permohonan sengketa informasi publik terkait laporan temuan TPF kasus Munir.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
10 Oktober 2016
Komisi Informasi Publik (KIP) menyatakan bahwa hasil laporan TPF kasus Munir adalah informasi publik dan harus diumumkan.
Foto: AFP/Getty Images/H. Montgomery
25 Oktober 2006
Presiden Indonesia waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono, menggelar konferensi pers terkait hilangnya laporan temuan TPF kasus Munir, yang ada hanya salinannya.
Foto: Olaf Wandruschka - Fotolia.com
16 Februari 2017
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan putusan Komisi Informasi Publik (KIP) dan menyatakan Setneg tidak wajib membuka hasil temuan TPF kepada publik.
Foto: picture-alliance/dpa
27 Februari 2017
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS ) mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) tersebut.
Foto: Suciwati/Omah Munir
16 Agustus 2017
Kasasi KontraS ditolak Mahkamah Agung.
Foto: picture-alliance/Ulrich Baumgarten
29 Agustus 2018
Pollycarpus bebas murni. Status terpidana mantan pilot Garuda Indonesia itu berakhir setelah ia menyelesaikan hukumannya selama 10 tahun penjara terkait kasus pembunuhan Munir Said Thalib.
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
07 September 2018
14 tahun Munir terbunuh, KontraS, Suciwati, Imparsial, YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty Internasional Indonesia, Setara Institut dan AJAR mendesak Presiden dan Kapolri memberikan dukungan yang nyata dan kuat untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir. (Sumber: Kumparan, Tempo, KontraS, dll./ap/ml)
Foto: KontraS
16 foto1 | 16
Menutup kongres yang berlangsung selama dua hari ini, para pakar juga memberikan beberapa saran dan harapan untuk pemerintahan selanjutnya. Norman Voß dari ICP mengatakan, "Saya rasa, prioritasnya adalah akses bagi jurnalis dan pengamat asing, serta komisi PBB untuk hak asasi manusia, pertanggungjawaban hukum dan benar-benar menciptakan ruang untuk mengekspresikan pendapat. Di banyak tempat masih ada ketakutan untuk berbicara tentang banyak tema secara terbuka dan dengan itu keadaannya tidak membaik. Kami berpendapat, bahwa semua pihak yang berkonflik dan pihak-pihak terlibat semua duduk di meja yang sama.”
Sementara itu direktur Amnesti Internasional Usman Hamid juga mengingatkan sebuah poin positif, bahwa Indonesia sejam jatuhnya Suharto sudah berhasil berkali-kali mengadakan pemilu tanpa kudeta politik atau pecahnya perang saudara. "Ini berarti, kaedah-kaedah kemanusiaan dalam menyelenggarakan pemerintahan masih kuat,” ujarnya. "Tinggal nanti orang-orang yang terpilih itu diuji. Demokrasi bukan saja sekedar apakah pemerintah yang berkuasa itu ditentukan oleh pemilihan suara tetapi apakah mereka yang terpilih dan kemudian menjadi pemerintahan yang berkuasa bisa melindungi yang lemah, minoritas, yang ditindas. Di situ ujiannya dan di situ yang harus diperkuat.”
Jokowi Blusukan di Papua
Presiden Joko Widodo membawa Ibu Negara Iriana dan sejumlah menteri dalam kunjungan kerja ke Papua. Ini adalah kedelapan kalinya Jokowi melawat ke provinsi di ufuk timur tersebut.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Delapan Kali di Papua
Selama lima jam Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Widodo menumpang pesawat kepresidenan ke Papua. Ini adalah kali ke-delapan presiden mengunjungi provinsi di ufuk timur Indonesia itu sejak dilantik Oktober 2014 silam.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Sertifikat Tanda Kemakmuran
Dalam kunjungannya kali ini presiden mendapat agenda ketat. Setibanya di Jayapura, Jokowi dijadwalkan menyerahkan 3.331 sertifikat hak atas tanah kepada penduduk setempat. Ia berpesan agar penduduk menyimpan dokumen penting tersebut dengan aman. "Dimasukkan ke plastik, difotokopi, jadi kalau hilang ngurus-nya lebih gampang," ujar Presiden.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Kepemilikan Permudah Pinjaman
Penyerahan sertifikat tanah dinilai penting sebagai pondasi kemakmuran. Kini penduduk bisa menggunakan sertifikat tersebut untuk menambah pinjaman usaha. "Tapi hati-hati untuk agunan ke bank tolong dihitung, dikalkulasi bisa mencicil, bisa mengembalikan ndak setiap bulan? Kalau ndak, jangan," ucap Presiden.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Sertifikat Kurangi Konflik Tanah
Tahun 2017 silam pemerintah membagi-bagikan 70.000 sertifikat kepada penduduk Papua. Tahun ini Badan Pertanahan Nasional menargetkan penyerahan 20.000 sertifikat tanah tambahan.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Rombongan Menteri di Jayapura
Selain presiden dan ibu negara, rombongan kenegaraan ini juga dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Seketaris Negara Pratikno, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Blusukan Infrastruktur
Selain bertemu penduduk, rombongan presiden juga dijadwalkan mengunjungi sejumlah proyek infrastruktur vital, antara lain Pasar Mama Mama yang khusus dibangun buat kaum perempuan dan jembatan Holtekamp di atas Teluk Youtefa.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Jembatan Memangkas Jarak
Jembatan sepanjang 732 meter ini menghubungkan Jayapura dengan Muara Tami. Keberadaan jembatan di atas Teluk Youtefa memangkas waktu perjalanan dari yang semula 2.5 jam menjadi hanya satu jam saja.