1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tatkala Orang Utan Sumatra Jadi "Dokter" Buat Diri Sendiri

15 Mei 2024

Apakah orang utan yang baru-baru ini diketahui mengobati sendiri lukanya dan sembuh itu bereksperimen sendiri atau belajar dari lingkungannya? Peneliti perempuan Jerman ini menjelaskannya dalam wawancara dengan DW.

Dr. Isabelle Laumer, Max-Planck-Institut für Verhaltensbiologie
Dr. Isabelle Laumer, meneliti dan mengasihi orang utanFoto: Dr. Isabelle Laumer/Max-Planck-Institut

Lebih dari 10 kilometer jarak yang memisahkan Dr. Isabelle Laumer yang tinggal dan bekerja di Konstanz, Jerman dengan populasi orang utan di Suaq Balimbing, bagian dari hutan kawasan konservasi, Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Selatan, Pulau Sumatra. Namun jarak terbentang tak pernah memisahkan "hatinya” dengan para orang utan yang dikasihinya tersebut.

Isabelle adalah salah satu primatologis di Max Planck Institute of Animal Behaviour, Jerman. Kepada DW ia menceritakan pengalamannya mengobservasi orang utan Sumatra dan kekagumannya atas kecerdasan hewan primata yang kian langka itu.

Apa penemuan terkini riset orang utan yang Anda dan tim Anda amati?

Dr. Isabelle Laumer : Saya adalah anggota dari tim peneliti orangutan kerjasama riset jangka panjang antara Max Planck Institute of Animal Behaviour, dengan Prodi Biologi Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional. Hasil penelitian terbaru ini, tidak dilakukan langsung oleh saya, tetapi oleh dua anggota peneliti lainnya di Suaq Balimbing. Penelitian orang utan di stasiun penelitian Suaq Balimbing yang adalah bagian dari hutan kawasan konservasi, Taman Nasional Gunung Leuser, terdapat sekitar 150 orang utan sumatra yang terancam punah. Kami melakukan pengamatan orang utan setiap hari.

Sewaktu melakukan pengamatan harian, tim peneliti, menjumpai salah satu orang utan, Rakus sudah mengalami luka di wajah bagian kanan, tepatnya di pipi dekat matanya. Kami menduga luka ini akibat dia terlibat perkelahian dengan orang utan jantan lainnya. Hal ini terutama karena Rakus teramati sebelumnya, banyak melakukan long calls (bersahutan) dengan jantan dewasa lainnya.

Orang utan jantan dewasa berpipi, menyuarakan seruan panjang yang kencang (long calls), di mana salah satu fungsinya, selain untuk menarik perhatian betina, tetapi juga untuk menarik perhatian jantan dewasa (saingan) lainnya.

Artinya, jika kita mendengar, dua orang utan jantan saling bersahutan, sedang ada ketegangan di area. Jadi, kemungkinan besar luka tersebut, akibat Rakus terlibat dalam perkelahian. Tiga hari kemudian setelah ia mengalami luka, ia terlihat meletakkan potongan daun dari tumbuhan merambat, liana di atas lukanya. Pada awalnya, ia memakan daun tumbuhan tersebut selama 30 menit, walaupun sebenarnya jenis tumbuhan ini, jarang dimakan oleh orangutan di Suaq Balimbing.

Bagaimana pengamatan kalian akan fenomena pengobatan diri sendiri orang utan itu?

Hanya 0,3% dari 390.000 total waktu observasi perilaku makan yang kami kumpulkan, orang utan di area ini benar-benar makan dari tumbuhan tersebut. Nama tumbuhan itu adalah Fibraurea tinctoria. Jadi, pertama-tama ia memakan daun tersebut. Lalu, tiba-tiba ia terus mengunyah tapi berhenti menelannya. Dia berulang kali mengambil cairan hasil kunyahan (sari daun) itu dari mulutnya dan mengoles di atas lukanya.

Dia melakukannya berulang kali, selama tujuh menit. Sampai akhirnya, dia bahkan menaruh lebih banyak kunyahan daun di atas lukanya, menutup luka tersebut. Itu terlihat seperti plester luka berwarna hijau. Luka itu pun sembuh dengan sangat cepat. Dalam waktu empat hari, luka itu sudah tertutup. Itu terjadi tanpa ada tanda-tanda infeksi luka.

Jadi tumbuhan yang ia pilih pun tepat buat obati dirinya ya, seperti  jadi dokter buat diri sendiri?

Ya. Fibraurea tinctoria atau akar kuning, adalah tumbuhan penyembuh yang sangat manjur. Tumbuhan ini juga digunakan dalam pengobatan etno. Ini adalah antiinflamasi, antibakteri, antivirus, antijamur, juga membantu melawan rasa sakit dan menurunkan demam. Jadi, semua itu mungkin telah membantu Rakus dalam proses penyembuhannya yang cepat. Pengamatan ini adalah yang pertama kalinya satwa liar diamati mengoleskan daun penyembuh di atas luka. Jadi, ini adalah temuan yang sangat penting.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Dan bagaimana mereka belajar untuk menyembuhkan diri mereka sendiri?

Ada dua kemungkinan, pertama adalah belajar sendiri, dia mungkin secara tidak sengaja menyentuh lukanya dengan cairan daun di atas jarinya, kemudian berpikir bahwa itu sebenarnya menghilangkan rasa sakit. Dan hal itu membuat dia harus menggunakan daun itu lagi. Hal ini bisa dipelajari sendiri. Atau bisa juga dipelajari dari individu lain saat hubungan sosial. Karena orang utan sumatra juga merupakan pembelajar bersosial yang baik. 

Orang utan jantan ketika memasuki masa pubertas atau setelah masa pubertas, mereka akan pergi jauh berpencar dari daerah kelahirannya ke daerah lain untuk membangun wilayah jelajah baru di daerah tersebut. Kami tahu bahwa Rakus bukan berasal dari wilayah penelitian Suaq. Kami melihatnya pertama kali pada tahun 2009. Saat itu, usianya sekitar 20 tahun.

Jadi, ia berasal dari luar wilayah penelitian. Ada kemungkinan di populasi aslinya, mungkin ibunya atau orang utan lain yang menunjukkan perilaku tersebut. Dia mempelajarinya secara sosial dan kemudian menerapkannya pada dirinya sendiri ketika dia terluka. Tapi kita tidak tahu. Jadi, bisa jadi itu juga sesuatu yang dia temukan sendiri.

Mungkin Anda bisa memberi tahu kami seberapa mirip sebenarnya orang utan dengan manusia?

Temuan kami menunjukkan sekali lagi betapa miripnya orang utan dengan kita, manusia. Artinya, mereka adalah kerabat terdekat kita. Kita memiliki 97% DNA yang sama dengan mereka. Dan ya, temuan ini sekali lagi menunjukkan betapa miripnya mereka dengan kita. Tapi tidak hanya dalam aspek ini. Ada banyak penelitian lain yang menunjukkan bahwa mereka sangat cerdas. Jadi, mereka bisa, misalnya: tidak hanya menggunakan alat tapi mereka juga bisa menginovasikan sebuah alat.

Jadi, keempat spesies kera besar, termasuk orang utan, terkadang juga menunjukkan sikap suka bercanda yang dalam banyak hal mirip dengan manusia.

Dapatkah Anda menjelaskan bagaimana situasi yang orang utan hadapi saat ini?

Ada beberapa faktor yang membuat orang utan terancam  di habitat alam. Salah satunya adalah perubahan iklim yang mulai terlihat mempengaruhi pola berbuah (fenologi) di kawasan ini. Di mana akan menyulitkan orang utan untuk memenuhi kebutuhan pakannya dan berujung pada kemampuan beradaptasi untuk dapat bertahan hidup. Jadi, kita semua harus bekerja sama untuk melindungi satwa yang menakjubkan ini.

Mengapa kamu suka sekali orang utan?

Saya suka dengan orang utan karena mereka sangat mirip dengan kita. Mereka cerdas dan kehidupan emosionalnya mirip dengan manusia. Bagi saya, sangat penting untuk menjaga hewan langka. Dan mengamati tingkah laku mereka yang luar bias aitu hal yang sangat menarik minat saya.

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya