Ambisi Cina menguasai Laut Cina Selatan tidak terbendung lagi. Beijing kini mengakui sedang membangun kapal induk kedua untuk mempertahankan klaimnya di wilayah laut tersebut.
Iklan
Setelah bulan-bulan penuh spekulasi, Cina akhirnya memastikan sedang membangun kapal induk kedua buat memperkuat armada lautnya di Laut Cina Selatan. Jurubicara Kementerian Pertahanan mengklaim kapal tersebut didesain dan diproduksi di dalam negeri.
"Cina memiliki garis pantai yang panjang dan wilayah kelautan yang sangat luas. Mengamankan kedaulatan, kepentingan dan hak di kawasan laut tersebut adalah misi utama angkatan bersenjata Cina," ujar jurubicara kementrian pertahanan di Beijing, Yang Yu Jun.
Desain kapal disebut masih berdasarkan kapal induk pertama milik Cina Liaoning yang dibeli dari Ukraina 1998 silam dan dibangun ulang di Cina. Menurut Yang, kapal induk tersebut memiliki bobot 50.000 ton.
Selain itu kapal induk yang baru akan mampu mengoperasikan jet tempur teranyar milik militer Cina, Sehnyang J-15. Tidak seperti Liaoning yang berbobot 60.000 ton, kapal baru tersebut akan dilengkapi dengan landasan papan lontar yang memudahkan pesawat buat lepas landas.
Dipicu sengketa klaim wilayah laut
Yang enggan membocorkan kapan kapal tersebut akan selesai. Seorang pakar kelautan di Shanghai yang tidak ingin namanya disebut mengatakan ketegangan di Laut Cina Selatan membuat pengadaan kapal induk kedua menjadi amat mendesak dan tak terelakkan.
"Amerika Serikat memiliki banyak kapal induk dan berlayar sesukanya di Laut Cina Selatan yang kemudian menimbulkan masalah buat kami," ujarnya. "Memiliki kapal induk kedua mengurangi tekanan terhadap kami. Jadi kami tidak lagi dijahili."
Cina mengklaim Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatannya. Negeri tirai bambu itu mengaku tidak memiliki niat jahat dan berniat mengelola konflik secara damai lewat diplomasi. Yang mengklaim Kementerian Pertahanan telah membuat sambungan komunikasi langsung ke Vietnam untuk mengurangi ketegangan.
Ketika ditanya apakah Cina berambisi membuat kapal induk ketiga, Yang mengatakan "otoritas yang berwenang" akan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan pengadaan kapal induk lain.
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.