1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tekanan Internasional terhadap Pimpinan Suriah Meningkat

8 Agustus 2011

Kritik internasional terhadap tindakan brutal pasukan pemerintah Suriah meningkat. Kini dipertimbangkan sanksi ekonomi bagi Suriah, yang hampir semua minyak dan gas buminya diekspor ke Uni Eropa, termasuk Jerman.

Demonstrasi menentang Presiden AssadFoto: dapd

Tindakan brutal pasukan pemerintah Suriah dari Presiden Bashar al-Assad terhadap rakyatnya sendiri tiada hentinya, juga setelah aksi militer di kota Deir al-Zor dan Homs akhir pekan lalu, yang menyebabkan sekitar 100 orang tewas. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, Selasa (09/08), akan mengutus menteri luar negerinya ke Suriah guna membendung Presiden Assad dari langkah kekerasan berikutnya.

Sehubungan brutalnya tindakan pimpinan Suriah dalam menyikapi demonstran, Arab Saudi bahkan melancarkan kritik tajam terhadap pemerintah di Damaskus. Raja Abdullah, Minggu malam (07/08), mengumumkan menarik duta besarnya dari Damaskus untuk konsultasi, sekaligus mendesak rezim di Suriah untuk mengakhiri pertumpahan darah, sebelum terlambat.

Dengan demikian semakin luas kelompok negara yang melontarkan seruan kepada pemerintahan dari Presiden Bashar al Assad untuk melunakkan sikapnya. Assad sendiri, meskipun untuk pertama kalinya bersedia menerima telefon dari Sekjen PBB Ban Ki Moon tampaknya tidak peduli dengan permintaan Sekjen PBB itu untuk segera mengakhiri tindakan brutalnya.

Sementara itu tokoh politik Partai Uni Kristen Demokrat CDU Jerman, Rupert Polenz, hari Senin (08/08), menyerukan untuk dilakukannya boykot global terhadap ekspor minyak dan gas bumi Suriah guna menekan pemerintah di Damaskus menghentikan tindak kekerasannya menghadapi demonstran.

"Setelah situasi militer berkembang sedemikian rupa seperti sekarang ini, dimana pihak demonstran juga tidak menginginkan adanya bantuan militer dari luar, yang tinggal hanyalah sanksi ekonomi untuk menegaskan Assad. Ia harus berhenti dengan tindak kekerasannya. Dan pada dasarnya ia juga harus mengundurkan diri. Itu juga permintaan politik yang harus ditegaskan. Ia tidak dapat terus memerintah dengan cara seperti itu dan tangannya sudah terlalu banyak mandi darah. Sehingga tidak dapat dibayangkan bila ia dapat terus memerintah dengan dukungan dari rakyatnya," dikatakan Rupert Polenz.

Senin (08/08), pasukan pemerintah Suriah kembali menguasai kota Deir al- Zor. Minggu (07/08), di kota yang terletak di timur Suriah itu, menurut keterangan aktivis hak asasi manusia, lebih dari 40 orang tewas. Senin (08/08) dini hari terdengar tembakan senapan mesin dan artileri, demikian disampaikan komite koordinasi lokal yang mengorganisir aksi protes menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

Aktivis lainnya, Senin (08/08), juga melaporkan adanya gelombang penangkapan besar-besaran di Deir al-Zor dan Homs. Di kawasan Garagma di Homs saja 1.500 orang diciduk oleh aparat dinas rahasia dan tentara. Pasukan pemerintah menyisir jalan-jalan di kawasan pemukiman dan memanggil nama-nama orang yang dicari dengan pengeras suara. Jika orang yang bersangkutan tidak menyerahkan diri, rumahnya langsung diserbu oleh militer.

Di Deir al-Zor penduduk menyembunyikan diri di rumah-rumah karena takut serangan penembak jitu dan panser. Juga pengepungan kota Hama sejak beberapa pekan masih berlangsung. Laporan itu tidak dapat dikonfirmasi, tapi diduga di seluruh Suriah banyak korban tewas, karena kekerasan militer berlangsung di seluruh Suriah.

Dyan Kostermans/dpa/DW

Editor: Hendra Pasuhuk

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya