Bagi bangsa Indonesia, kisah kepemimpinan Umar bin Abdul Azis bisa menjadi pelajaran yang sangat bernilai bagi rakyat dan juga buat pejabat negara. Ikuti opini Sumanto Al Qurtuby berikut ini.
Iklan
Saat menyaksikan banyak para pemimpin politik atau kepala pemerintahan Muslim dewasa ini yang korup, tidak pro-rakyat, minim moralitas sosial, dan jauh dari rasa keadilan, saya selalu ingat dengan sosok legendaris dalam sejarah Islam: Umar bin Abdul Azis (682–720).
Sosok Umar merupakan peringatan sekaligus tamparan keras bagi para pemimpin Muslim khususnya yang hanya menggunakan agama (identitas keislaman) sebagai "kendaraan” untuk meraup kekuasaan serta jalan untuk korupsi dan memupuk kekayaan.
Memang, kontras dengan perilaku sejumlah "aktor politik” di Indonesia (khususnya aktor politik Muslim) yang hobi menggunakan (mengeksploitasi) agama (Islam) sebagai "kendaraan politik” semata, Umar berprinsip bahwa agama hanya dapat dipelihara dengan baik bila terdapat keadilan dan kebajikan. Suatu saat Khalifah Umar pernah menulis surat kepada bawahannya, Gubernur Kufah: "Jangan coba-coba mengurangi apa yang menjadi hak rakyat. Jangan paksa rakyat melakukan sesuatu diluar kemampuan mereka.”
Bagi Umar, kekuasaan adalah "titah Tuhan” yang harus dipelihara, dijaga, dan dirawat dengan baik. Menurutnya, kekuasaan bukanlah hadiah atau rezeki nomplok yang bisa dipakai untuk apa saja, melainkan sebuah mandat yang suatu saat akan diminta pertanggungjawabannya baik oleh rakyat dan lebih-lebih oleh Tuhan sebagai pemberi mandat. Sebagai mandat Tuhan, maka sudah seharusnyalah jika para pemimpin bersikap adil, jujur, tegas dan sederhana. Keadilan, kejujuran, ketegasan dan kesederhanaan adalah komponen-komponen dasar untuk menyelenggarakan sebuah kekuasaan agar berjalan dengan baik.
Kata-kata Umar itu bukanlah sejenis "kata mutiara” yang kosong-melompong tanpa makna yang dilontarkan seorang pemimpin di atas menara gading seperti kebanyakan pemimpin di bumi ini tetapi betul-betul dipraktikkan dalam tindakan nyata sehingga namanya harum semerbak dikenang sepanjang masa. Keteladanannya bukan hanya dikagumi oleh Muslim saja tetapi juga oleh non-Muslim. Itulah sebabnya ketika ia mendadak wafat, banyak orang menyesalinya.
Seorang Raja Bizantium berkomentar dengan murung menyesali kematian Umar, "Saya tidak terlalu heran melihat pertapa meninggalkan kesenangan duniawi agar dapat hanya menyembah Tuhan. Tapi saya sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi, yang tinggal mengambilnya dari telapak tangan malah menutup mata dan memilih hidup dalam kesalehan. Setelah Yesus, kalau ada orang yang mampu menghidupkan orang mati, Umar-lah orangnya.”
Siapakah Umar itu?
Dalam sejarah Islam, Umar adalah contoh dari sekelumit pemimpin politik-pemerintahan yang dikenal bijak, sederhana, jujur, dan anti korupsi serta menjunjung tinggi "amanat kepemimpinan” dengan baik. Ketika memimpin Dinasti Umayah di abad ke-8 M, ia mengabaikan kepentingan individu, keluarga, dan kelompok primordial demi mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat yang dipimpinnya. Umar adalah sosok pemimpin yang rela miskin demi kesejahteraan rakyatnya. Dikisahkan, makanan sang raja ini seperti makanan rakyat biasa karena ia hanya membelanjakan 2 dirham sehari.
Para sejarawan menulis, ketika Umar menjadi raja, ia menolak memakai semua fasilitas dan keistimewaan kerajaan seperti istana, dayang, budak, pembantu, jubah emas, dlsb. Kontras dengan gaya hidup para raja dan petinggi Dinasti Umayah pada umumnya dan juga gaya hidup para birokrat, pemimpin, dan politisi masa kini, Umar tidak membangun rumah pribadi atau villa yang megah. Ia lebih suka tinggal di kemah kecil. Sementara istana kepresidenan yang megah diserahkan kepada pendahulunya, Sulaiman bin Abdul Malik beserta keluarga, untuk ditempati.
Rapor Kerja Pemimpin Asia
Asia bergolak berkat aksi presiden Filipina bantai gembong narkoba, perombakan mata uang di India dan konflik Laut Cina Selatan. Inilah rapor kerja pemimpin Asia 2016 menurut majalah Bloomberg.
Foto: picture-alliance/dpa/Jeon Heon-Kyun
Joko Widodo
Sempat tertatih di awal, Joko Widodo mulai menunjukkan taji politik dengan menggabungkan kekuatan beberapa partai dan menguasai dua pertiga kursi di DPR. Jokowi saat ini mencapai tingkat kepuasan publik sebesar 69% dan mampu mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Namun tahun depan Jokowi harus membenahi perekonomian dan menghadapi desakan kelompok konservatif Islam, terutama di pilkada Jakarta
Foto: Reuters/Olivia Harris
Narendra Modi
Belum pernah ada figur yang mendominasi panggung politik India seperti Narendra Modi. Berbekal tingkat kepuasan sebesar 81%, Modi berani mengambil kebijakan yang tidak populer, seperti Demonetisasi mata uang pecahaan 500 dan 1000 Rupee buat mencegah tindak pemalsuan uang. Tahun 2016 India menikmati pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Ekonomi tetap akan menjadi tantangan terbesar Modi buat tahun depan
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Shinzo Abe
Abe mengalami pukulan telak ketika Presiden terpilih AS, Donald Trump, berjanji akan membatalkan Perjanjian Dagang Trans Pasifik Partnership yang ia gagas. Tingkat kepuasan publik atas kinerjanya juga menurun dan kini bertengger di kisaran 50%. Tahun depan Abe harus bisa bekerjasama dengan Trump dan membawa Jepang melintasi titian maut dalam hubungan pansnya dengan Cina.
Foto: Getty Images/AFP/R. Buendia
Xi Jinping
Presiden Cina, Xi Jinping, mengalami tahun baik selama 2016. Ia tidak hanya terpilih sebagai "pemimpin utama" oleh Partai Komunis yang menempatkannya sejajar dengan Mao Zedong atau Deng Xiaoping, Xi juga lihai memperluas pengaruh Cina di Eropa dan Afrika, serta dalam isu Laut Cina Selatan. Tahun depan Xi harus berhadapan dengan pemerintahan baru AS di bawah Donald Trump, yang merapat ke Taiwan.
Foto: Getty Images/AFP
Rodrigo Duterte
Duterte menikmati popularitas yang tinggi dengan tingkat kepuasan penduduk sebesar 83%. Ia banyak menuai kontroversi menyusul kebijakan berdarah dalam perang melawan narkoba yang hingga kini menelan lebih dari 5.000 korban jiwa. Duterte juga berani bercerai dengan Amerika Serikat dan mendekat ke Cina. Mencari jalan tengah antara dua kekuatan adidaya itu akan menjadi tugas terbesarnya tahun depan
Foto: Reuters/K. Nogi
Najib Razak
Selama 2016, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sibuk mempertahankan jabatannya setelah didera tudingan korupsi senilai 1 miliar Dollar AS dari dana investasi 1MDB. Menurut Bloomberg, nasib Najib tahun depan akan bergantung pada kepiawaiannya memperbaiki situasi ekonomi penduduk pribumi yang menjadi basis suara terbesar koalisi Barisan Nasional.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Park Geun-hye
Belum pernah ada presiden Korea Selatan yang mencatat tingkat kepuasan publik serendah Park Geun-hye, yakni hanya 4%. Tidak ada pula pemimpin Asia lain yang mengalami nasib seburuk presiden Korsel ini selama 2016. Park dimakzulkan parlemen menyusul skandal korupsi yang menimpa teman-teman terdekatnya. Jika dikabulkan Mahkamah Konstitusi, pemakzulan itu akan mengakhri karir politik Park tahun 2017.
Foto: picture-alliance/dpa/Jeon Heon-Kyun
7 foto1 | 7
Umar juga menolak pengawalan dan bahkan membubarkan 600 personil pengawal (semacam Paspampres) karena merasa pengawalan ketat hanya akan membuat jarak khalifah dengan rakyatnya. Sebelum menjadi khalifah, harta penghasilan pribadinya 50.000 dinar per tahun.
Tetapi segera setelah menduduki kursi kepala negara, ia menyuruh hartanya dilelang dan diserahkan ke Baitul Mal (semacam kas negara). Pendapatannya kemudian merosot tajam menjadi—hanya—200 dinar setahun. Itulah sebabnnya ketika wafat di Darus Siman—sebuah kompleks "pesantren” di dekat Himsh dan Homs, Umar hanya meninggalkan harta pribadi 17 dinar, itupun dengan wasiat agar sebagiannya dibayarkan untuk sewa rumah tempatnya tinggal dan sebagian lagi untuk membeli tanah makamnya.
Bukan hanya itu saja keteladanan Umar. Ia juga membagi-bagi tanah luas (termasuk kebun Fidak warisan Nabi Muhammad yang terkenal berisi ribuan tanaman korma) kepada masyarakat untuk didayagunakan. Ia memilih hidup sebagai seorang Sufi-asketis bersahaja meninggalkan gemerlap dunia persis seperti sahabat Abu Dzar al-Ghiffari. Ia menggunakan kekuasaan bukan sebagai tujuan hidup tetapi hanya sekedar sebagai sarana untuk menciptakan pemerintahan yang bersih serta mewujudkan kemakmuran rakyat dan keadilan sosial. Bukan hanya untuk dirinya, Umar juga memerintahkan keluarga dan bawahannya untuk mengikuti pola hidup yang sama dengannya, tidak "kemaruk” mentang-mentang menjabat dan berkuasa.
Kisah keadilan, kejujuran, dan kesahajaan Umar sudah sangat masyhur karena ditulis oleh banyak sejarawan. Suatu hari, Umar mengundang makan malam para pejabat tinggi Dinasti Umayyah. Sebelumnya, dia sudah menginstruksikan para koki agar menunda dulu penyajian santapan. Ketika para undangan mulai tampak kadang-kadang menyentuh perut mereka (pertanda lapar), barulah Umar menyuruh agar para pelayan menyiapkan hidangan. Umar menyuruh agar para pelayan terlebih dulu menyajikan roti bakar. Makanan sederhana itu pun langsung disantap Umar yang kemudian diikuti oleh para tamu.
Tak berapa lama, santapan makan "menu utama” pun terhidang. Umar kemudian mempersilakan para pejabat untuk menyantapnya. Tapi para tamu menolak lantaran sudah kenyang. Pada waktu itu, Umar kemudian berkata, "Saudara-saudara. Jika kalian bisa memuaskan nafsu makan dengan makanan sederhana, mengapa harus serakah, sewenang-wenang sampai-sampai harus merampas milik orang lain?”. Hadirin yang merupakan para petinggi negara pun dibuatnya kecut, tertunduk malu. Itulah Umar: adil, tegas dan sederhana.
Ketegasan, keadilan dan kesederhanaannya itulah yang membuatnya dicintai oleh banyak orang, baik Muslim maupun bukan. Tetapi pada saat yang sama, ia juga dibenci oleh keluarga, kelompok, teman dekat serta orang-orang yang berhati busuk dan bermental korup dan serakah. Itulah resiko menjadi pemimpin adil dan bersih.
Memilih Pemimpin Jakarta
Tiada hari tanpa pemberitaan ‘panasnya pilkada Jakarta 2017‘. Berbagai pergolakan politik mewarnai proses pemilihan orang nomor satu di ibukota negara ini. Inilah serba-serbi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Tiga paslon Gubernur DKI Jakarta
Tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada DKI Jakarta 2017: Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dengan nomor urut 1, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat mendapat nomor urut 2. Adapun Anies Baswedan-Sandiaga Uno nomor urut 3.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Demi Jakarta yang lebih baik
Ketiga kandidat menunjukkan bahwa mereka ingin menjadikan ibukota negara menjadi kota yang nyaman dan aman bagi semua penduduknya, serta bebas dari masalah yang selama ini menghantui: banjir, macet, dll. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk juga jadi tolak ukur.
Foto: Roxana Duerr
Penuh pertikaian dalam pertarungan
Namun, pertarungan dalam memilih pemimpin DKI Jakarta 2017 penuh dengan perseteruan. Aksi saling gempur buzzer yang kadang mengarah pada kampanye hitam, peredaran berita bohong, saling tuding dan berbagai kekisruhan lainnya. Hiruk pikuk jelang pemilihan kepala daerah itu seolah menenggelamkan seratusan wilayah lainnya yang juga akan menggelar pilkada pada tahun 2017.
Foto: Reuters/K. Pempel
Kepentingan siapa?
Kubu petahana bertarung dengan kubu lainnya, Dalam politik, memang ada prinsip tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang ada adalah kepentingan. Namun benarkah kepentingan ini adalah kepentingan rakyat?
Foto: AFP/Getty Images/Bay Ismoyo
Calon kontroversial
Jelang pilkada, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang merupakan keturunan Tionghoa dan bukan Muslim, tersandung kasus dugaan penistaan agama. Proses hukum terus berlangsung hingga pilkada digelar. Iapun banyak dikritik atas kasus penggusuran.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Demonstrasi besar
Aksi demonstrasi besar sehubungan dengan kasus dugaan penistaan agama, berlangsung pada akhir tahun 2016 di Jakarta dalam aksi yang disebut #412 dan #212. Para pemrotes yang ingin agar Ahok ditangkap, bukan hanya datang dari Jakarta, namun juga wilayah-wilayah lain.
Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana
Calon putra mantan penguasa
Agus Harimurti Yudhoyono dikenal sebagai perwira muda cemerlang. Kakek dan ayahnya, Presiden Susilo Bambang Yudoyono-- jenderal yang sangat terkenal. Pilihan Agus untuk pensiun dini adalah proses politik yang masih terus bergulir. Namun dukungan ayahnya, kerap malah jadi ‘bumerang‘ dalam pencalonan Agus. Masyarakat masih harus menunggu bagaimana performa Agus di medan politik.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mantan menteri yang kontroversial
Anies Baswedan membawa karakter-karakter kebalikan dari petahana. Mantan menteri pendidikan dan wakilnya Sandiaga Uno, mengaku banyak menemui tokoh nasional di selama masa kampanye. Namun pertemuan pria yang dulu dikenal amat moderat dengan Front Pembela Islam (FPI) memicu kekecewaan sebagian kalangan. Debat paslon memberi ruang bagi publik melihat kualitas calon yang mereka pilih.
Foto: Reuters/M. Agung Rajasa
Perang hukum dan medsos
Berkaitan dengan situasi jelang Pilkada DKI, perang hukum diwarnai aksi saling lapor ke kepolisian. Mulai dari laporan terhadap Ahok atas dugaan penistaan agama diikuti laporan terhadap ketua FPI, Rizieq Shibab untuk pelbagai kasus. Sementara itu, medsos pun ramai berkomentar setiap kali isu Pilkada mengemuka, apalagi jika menyangkut FPI yang dikenal berseberangan dan paslon petahana. (ap)
Foto: picture-alliance/dpa/B.Indahono
9 foto1 | 9
Bagai air di tengah musim paceklik
Kehadiran Umar dalam panggung kepolitikan Umayyah saat itu seperti air di tengah musim paceklik yang panjang atau di tengah gurun pasir yang kering-kerontang. Kita tahu, Umayyah adalah salah satu kerajaan Islam klasik yang didirikan di atas basis kekerasan dan militerisme yang bengis. Para pemimpin Umayyah sejak Mu'awiyah bin Abu Sofyan dikenal dalam lembaran sejarah Islam sebagai pemimpin yang bengal, kejam, dan tiran yang tidak segan-segan memanipulasi simbol-simbol agama untuk kepentingan pragmatis kekuasaan. Rakyat dipaksa tunduk mengikuti logika-logika kekuasaan tiranik yang dikembangkan para khalifah dan jaringannya.
Di tengah negeri yang hampir bangkrut dan di saat rakyat mengalami keputusasaan itulah, hadir sosok Umar. Sedikit demi sedikit ia menata negeri Umayyah dari puing-puing kehancuran: ekonominya, politiknya, kebudayaannya. Ia mencoba menghidupkan kembali sistem demokrasi yang dimatikan oleh rezim Umayyah. Sayang kekuasaan Umar hanya beberapa tahun saja namun demikian ia telah memberi pelajaran berharga buat para pemimpin sampai hari ini.
Kisah Umar adalah kisah kegetiran sekaligus harapan. Getir karena Umar hidup dalam sebuah masyarakat yang persis seperti digambarkan dalam cerpen Anton Chekhov, yang penuh kebusukan: sogok-menyogok, korupsi, konspirasi, penipuan, kekonyolan terjadi di hampir semua tingkatan masyarakat dari pejabat tinggi sampai pegawai rendahan—sebuah gambaran hidup yang juga menimpa masyarakat kita sekarang. Kisah Umar juga menyimpan sebuah harapan meskipun barangkali hanya secuil. Meski kita hidup dalam keterpurukan di semua level, kita tidak boleh menyerah pasrah, emoh politik, apriori terhadap kekuasaan. Sikap eskapisme (termasuk aneka pementasan atau "pameran spiritual” yang marak akhir-akhir ini) tidak akan menyelesaikan sebuah persoalan bangsa yang menggunung ini. Kita harus berbuat "sesuatu” bukan malah "pasrah-bongkoan” kepada Tuhan.
Manusia Paling Berkuasa di Dunia 2016
Presiden Rusia Vladimir Putin kembali terpilih sebagai tokoh paling berkuasa di dunia. Sebaliknya Presiden Barack Obama malah melorot ke posisi 48 dalam daftar yang disusun majalah AS Forbes. Ini daftar lengkapnya
Foto: Getty Images/AFP
1. Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin terpilih sebagai sosok paling berkuasa di Bumi selama empat tahun berturut-turut. Di bawah kepemimpinannya Rusia memperluas pengaruh mulai dari Ukraina, Eropa Barat, Suriah dan bahkan pada pemilu kepresidenan Amerika Serikat. Saat ini tidak ada kesepakatan penting di dunia yang bisa dibuat tanpa campur tangan penguasa Kremlin ini.
Foto: Reuters/H. Hanschke
2. Donald Trump
Donald Trump mencatatkan diri sebagai bilyuner pertama yang menjadi presiden Amerika Serikat. Bahkan sejak belum resmi menjabat pun Trump sudah memainkan pengaruhnya, antara lain dengan mengusik Cina dan mendekatkan AS dengan Rusia. Kini dunia menunggu sepak terjang kandidat konservatif ini setibanya dia di Gedung Putih.
Foto: Getty Images/AFP/G. Baker
3. Angela Merkel
Jika ada yang mampu menohok Vladimir Putin, Donald Trump atau Recep Tayyip Erdogan, maka ia adalah Angela Merkel. Tidak heran jika kanselir Jerman ini diakui sebagai benteng terakhir kekuatan liberal di Barat oleh Presiden AS Barack Obama. Dengan mundurnya Francois Hollande di Perancis dan Matteo Renzi di Italia, masa depan Uni Eropa kini semakin bergantung pada Merkel.
Foto: Reuters/M. Rehle
4. Xi Jinping
Kekuasaan Xi Jinping di Cina nyaris tak kenal batas. Awal 2016 silam misalnya ia dipilih sebagai "pemimpin utama" oleh Partai Komunis. Gelar serupa sebelumnya cuma dianugerahkan untuk Deng Xiaoping, Jiang Zemin dan pemimpin revolusi Mao Zedong. Di bawah kekuasaan Xi, Cina membangung kedigdayaan di bidang teknologi dan pertahanan, serta memperluas pengaruh politik di Afrika dan Eropa.
Foto: Reuters/cnsphoto
5. Paus Fransiskus
Sejak menjadi pemimpin spiritual untuk 1,6 milyar umat Katholik di seluruh dunia, Paus Fransiskus menggulirkan transformasi untuk mengubah wajah konservatif gereja Katholik. Ia antara lain melonggarkan aturan aborsi, aktif mendorong reformasi perubahan iklim dan memperbaiki manajemen penanganan pengungsi, serta memperjuangkan nasib minoritas di Timur Tengah.
Foto: Getty Images/AFP/T. Fabi
6. Janet Yellen
Sebagai perempuan pertama yang menjabat gubernur bank sentral, Janet Yellen secara perlahan mendikte pertumbuhan perekonomian Amerika Serikat. Pengaruhnya hampir tak berbanding dalam kebijakan moneter di AS. Kini penguasa pasar uang itu akan berhadapan dengan presiden terpilih Donald Trump. Keduanya dinilai memiliki pendekatan berbeda mengenai peran pemerintah dalam mempengaruhi dinamika pasar.
Foto: Reuters
7. Bill Gates
Bukan hartanya yang membuat Bill Gates tercatat sebagai salah satu manusia paling berkuasa di Bumi, melainkan aktivitas sosialnya melalui Bill and Melinda Gates Foundation. Bekas pemilik raksasa teknologi Microsoft itu sejak lama mendorong perbaikan kondisi kehidupan di negara berkembang dengan memerangi penyakit Polio, Malaria dan membiayai vaksinasi anak.
Foto: AP
8. Larry page
Miliyaran manusia di bumi menggunakan jasa mesin pencari yang diracik oleh Larry Page dan rekannya Sergey Brin. Tapi Page lebih dari sekedar Google. Ia kini memimpin perusahaan induk Alphabet yang menggawangi Google dan produk lainnya. Page bermimpi membawa Alphabet menjadi raksasa teknologi di bidang kecerdasan buatan, energi, teknologi informasi dan otomotif.
Foto: Getty Images
9. Narendra Modi
Perdana Menteri India, Narendra Modi, boleh jadi lebih banyak berkutat membenahi masalah di dalam negeri ketimbang membangun reputasi di panggung internasional. Namun perlahan politisi populis ini mulai berkecimpung di ranah politik global lewat isu perubahan iklim dan keamanan di kawasan Asia Selatan dan Tenggara.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ngan
10. Mark Zuckerberg
Melanjuti jejak bilyuner teknologi lain, Mark Zuckerberg menyumbangkan 99% sahamnya di Facebook untuk kegiatan sosial, antara lain memerangi penyakit di negara-negara berkembang dan mendorong pengembangan teknologi praktis. Bersamanya Facebook berhasil meraup keuntungan tak terhingga dari penjualan iklan.
Foto: Getty Images/ Oscar Siagian
10 foto1 | 10
Mencari Umar untuk bangsa Indonesia
Bagi kita, bangsa Indonesia, kisah Umar bisa menjadi pelajaran yang sangat bernilai bagi rakyat juga buat pejabat negara. Bagi rakyat ada sebuah pelajaran supaya kita dalam memilih pemimpin politik-pemerintahan tidak asal-asalan, hanya didasarkan pada pertimbangan agama, ideologi, dan pragmatisme saja tidak didasarkan pada pertimbangan integritas, kapabilitas, atau kompetensi personal sang calon pemimpin.
Sejarah membuktikan, pemilihan berdasarkan pertimbangan agama maupun ideologi-pragmatis lebih banyak menimbulkan madlarat (baca, kerugian/kemunduran) ketimbang manfaat/maslahat (baca, keadilan sosial). Pilihlah sosok pemimpin yang memiliki kompetensi personal memadai sehingga mampu mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.
Pemilihan langsung kepala negara / daerah adalah momentum berharga buat rakyat / warga Indonesia untuk memilih sang pemimpin politik-pemerintahan yang memiliki kualifikasi integritas dan kapabilitas memadai, bukan sosok pemimpin yang hanya bisa memobilisir massa dengan sentimen keagamaan, berkampanye dengan suara lantang dan bergemuruh tapi kosong tak bermakna, atau mengobral janji mau dekat dengar rakyat miskin atau bahasa sekarang "merakyat” tetapi hidup di rumah mewah dan bergelimangan harta sementara tetangganya hidup melarat tak terurus.
Dalam konteks ini, Umar adalah teladan dan sejarah yang berharga. Ketegasan, keadilan, kejujuran dan kesahajaan adalah prinsip hidup yang dipraktekkan Umar sehingga mampu memulihkan citra Umayyah yang bopeng. Spirit dan prinsip inilah yang hendaknya juga dijalankan oleh para pemimpin politik-pemerintahan di Indonesia khususnya agar ke depan Indonesia menjadi lebih baik. Sayangnya, spirit dan teladan Umar itu kini justru memudar. Para aktor politik saat ini malah rame-rame korupsi berjamaah, memanipulasi rakyat, membodohi masyarakat, dan memiskinkan negara. Wallahu ‘alam bishawab.
Penulis:
Sumanto Al Qurtuby
Dosen Antropologi Budaya dan Direktur Scientific Research in Social Sciences, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi, serta Senior Scholar di National University of Singapore. Ia memperoleh gelar doktor dari Boston University dan pernah mendapat visiting fellowship dari University of Oxford, University of Notre Dame, dan Kyoto University. Ia telah menulis ratusan artikel ilmiah dan puluhan buku, antara lain Religious Violence and Conciliation in Indonesia (London & New York: Routledge, 2016)
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Perempuan di Pucuk Pimpinan
Perempuan di pucuk pimpinan negara jaman sekarang bukan hal aneh lagi. Di Asia dan Eropa, perempuan sudah memegang posisi presiden atau perdana menteri sejak lama. Berikut beberapa di antaranya?
Foto: Reuters/N. Hall
Megawati Soekarnoputri, Indonesia
Megawati Soekarnoputri adalah presiden perempuan pertama Indonesia. Putri presiden pertama Soekarno ini menjadi presiden ke lima Indonesia dari 23 Juli 2001 hinga 20 Oktober 2004. Dalam pemilu putaran kedua 2004, ia kalah suara dari Susilo Bambang Yudhoyono. Megawati adalah ketua umum Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan
Foto: picture-alliance/dpa/D. Alangkara
Angela Merkel, Jerman
Merkel adalah kanselir perempuan pertama Jerman, dan menjabat sejak 2005. Putri seorang pendeta ini besar di bekas Jerman Timur. Ia punya gelar Doktor di bidang fisika, dan dulu aktif di bidang itu. Sejak penyatuan Jerman tahun 1989, nama Merkel mulai terdengar di dunia politik, awalnya sebagai anggota Parlemen Jerman Bundestag. Ia juga pernah pegang beberapa posisi menteri di kabinet Helmut Kohl.
Foto: Getty Images/AFP/J. Macdougall
Benazir Bhutto, Pakistan
Bhutto jadi perdana menteri perempuan pertama Pakistan yang terpilih secara demokratis tahun 1988. Setelah menjabat antara 1988-1990, ia kembali jadi perdana menteri antara 1993-1996. Kedua pemerintahannya dibubarkan presiden antara lain akibat tuduhan korupsi dan upaya kudeta. Ia pergi ke pengasingan di Dubai, dan 2007 kembali berusaha jadi perdana menteri. Desember 2007 ia tewas dibunuh.
Foto: Getty Images
Indira Gandhi, India
Indira Gandhi adalah satu-satunya perdana menteri perempuan India. Ia besar dalam keluarga yang aktif di dunia politik. Ayahnya, Jawaharlal Nehru adalah tokoh utama pejuang kemerdekaan dan PM pertama India. Indira Gandhi jadi perdana menteri dari 1966-1977 dan 1980-1984. Ia tewas dibunuh dua warga Sikh yang jadi pengawal pribadinya.
Foto: picture-alliance/KPA
Corazon Aquino, Filipina
Ia berasal dari salah satu keluarga kaya Filipina. 1954 ia menikah dengan pemimpin oposisi, Benigno Aquino yang tewas dibunuh 1983 setelah pulang dari pengasingan. "Corry" Aquino jadi tumpuan harapan oposisi untuk perangi diktator Ferdinand Marcos. Aquino jadi presiden 1986-1992. Ia adalah presiden perempuan pertama Filipina, sementara yang kedua adalah Gloria Macapagal-Arroyo.
Foto: picture alliance/CPA Media/AMN G.B. Johnson
Park Geun-hye, Korea Selatan
Presiden Korea Selatan saat ini sejak terpilih tahun 2013. Ayahnya Park Chung-hee terkenal sebagai presiden diktator. Ibu dan ayahnya tewas terbunuh dalam serangan yang diarahkan pada presiden Park. Tokoh partai konservatif ini, berjanji mengupayakan penyatuan kedua Korea. Tapi hubungan dengan negara tetangga Korea Utara sampai sekarang tidak membaik.
Foto: Reuters/J. Silva
Tsai Ing-wen, Taiwan
Ia presiden perempuan pertama Taiwan, dan mulai memangku jabatan Mei 2016 lalu. Ia menimba pendidikan di bidang hukum, ekonomi dan politik di Taiwan, AS dan Inggris. Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat mengajar sebagai dosen. Berbeda haluan presiden sebelumnya, Tsai Ing-wen menentang politik pendekatan Taiwan dengan Cina.
Foto: Reuters/T. Siu
Vigdís Finnbogadóttir, Islandia
Ia jadi presiden Islandia mulai tahun 1980 hingga 1996. Dengan masa jabatan 16 tahun, sejauh ini ia adalah perempuan yang memangku jabatan presiden terlama di dunia. Ia jadi presiden perempuan pertama Islandia, dan juga Eropa. Sampai sekarang ia jadi satu-satunya presiden perempuan Islandia. Negara itu juga pernah punya perdana menteri perempuan.
Foto: picture alliance/dpa/A. Brink
Gro Harlem Brundtland, Norwegia
Pertama kali ia jadi perdana menteri 1981, tapi tidak sampai setahun. Setelah itu, ia jadi perdana menteri lagi antara 1986-1989 dan 1990-1996. Ketika jadi perdana menteri kedua kali, ia terkenal karena menunjuk 8 perempuan dari 18 posisi menteri. Selain itu ia juga terkenal karena mendorong penggunaan energi terbarukan serta berbagai kebijakan lain di bidang lingkungan hidup.
Foto: imago/Fotoarena
Margaret Thatcher, Inggris
Ia jadi ketua Partai Konservatif Inggris 1975-1990. 1979 ia jadi perdana menteri Inggris, hingga 1990 dan dikenal dengan julukan "Iron Lady" karena politiknya yang tak kenal kompromi. Sejumlah kebijakan yang berawal dari masa pemerintahannya dikenal dengan sebutan Thatcherism. Thatcher adalah perdana menteri perempuan pertama Inggris, dan jadi perdana menteri yang memangku jabatan paling lama.
Foto: Getty Images
Theresa May, Inggris
Theresa May jadi perdana menteri perempuan kedua Inggris, setelah Margaret Thatcher. 13 Juli 2016 ia resmi mulai menjalankan kewajiban seorang perdana menteri, setelah pertemuan dengan Ratu Elizabeth II. Sebelumnya, ia jadi menteri dalam negeri. Seperti Kanselir Jerman Angela Merkel, Theresa May adalah politisi partai konservatif, dan putri seorang pendeta.