Arsip Federal Jerman punya koleksi dokumen penting dari era kolonial. Bagi orang awam, dokumen-dokumen itu sulit dipahami. Kini, kecerdasan buatan (AI) diharapkan bisa bantu para peneliti.
Iklan
Siapa pun yang ingin melakukan penelitian serius terhadap arsip-arsip Jerman sebelum Perang Dunia II harus punya keterampilan khusus. Mereka harus bisa membaca bentuk-bentuk tulisan tangan yang kini sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa Jerman.
Sebut saja Kurrent, bentuk tulisan kursif yang berkembang di akhir era abad pertengahan, serta berbagai bentuk variannya, terutama Sütterlin yang berumur pendek. Tulisan kursif ini dikembangkan pada tahun 1911 dan diajarkan di sekolah-sekolah Jerman dari tahun 1915 hingga 1941, hingga dilarang oleh Nazi.
Setelah itu, anak-anak sekolah lebih suka mempelajari tulisan tangan yang mirip dengan tulisan kursif bahasa Inggris masa kini.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Penutur bahasa Jerman yang tumbuh bersama jenis tulisan tangan Sütterlin terus menggunakannya hingga periode setelah perang. Akan tetapi sebagian besar orang Jerman tidak dapat membaca huruf yang ditulis oleh kakek-nenek mereka.
Namun sekarang, program kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat melakukannya.
Arsip Federal Jerman, Bundesarchiv, mengembangkan alat baru untuk membantu menguraikan berbagai jenis tulisan yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen dari era kolonial.
Koleksi penting yang belum tergarap
Dokumen-dokumen dari era ini menarik karena Arsip Federal Jerman memiliki koleksi sekitar 10.000 berkas dari Kantor Kolonial Reich, yang berfungsi sebagai otoritas pusat untuk kebijakan kolonial Kekaisaran Jerman.
Berkas-berkas tersebut "dipilih karena sebagian besar ditulis tangan," kata juru bicara kearsipan, Elmar Kramer, kepada DW. Koleksi ini juga dipilih untuk program percontohan karena berkas-berkas dari Kantor Kolonial Reich telah sepenuhnya didigitalkan dan tidak ada pembatasan apa pun untuk penggunanya, jelas manajer proyek, Inger Banse.
Namun yang terpenting, seperti yang ia tunjukkan, "menerima era kolonial merupakan fokus seluruh masyarakat kita, dan kita dapat memberikan kontribusi yang baik untuk itu dengan koleksi ini."
"Sudah terlalu lama kejahatan era kolonial Jerman menjadi titik buta dalam budaya mengingat kita," kata Komisioner Jerman untuk Kebudayaan dan Media, Claudia Roth.
Ia secara khusus menyambut baik proyek Arsip Federal ini: "Untuk membantu memperkuat pengetahuan tentang bab gelap sejarah Jerman ini. Dengan demikian, proyek ini memberikan kontribusi penting untuk menerima masa lalu."
Iklan
Genosida pertama abad ke-20
Kolonisasi oleh Kekaisaran Jerman dimulai pada akhir abad ke-19 dan berfokus terutama pada pengambilalihan wilayah dan pendirian koloni di Afrika, Lautan Selatan Pasifik, dan Cina.
Kekaisaran Kolonial Jerman hanya bertahan selama 30 tahun, dari tahun 1884 hingga akhir Perang Dunia Pertama. Namun tak lama setelah didirikan, ia menjadi kekaisaran kolonial terbesar ketiga setelah Britania Raya dan Prancis. Dan pemerintahan kolonialnya sangat brutal.
Didokumentasikan dalam koleksi Arsip Federal adalah bab-bab gelap yang mencakup pemberontakan suku Sokehs dari tahun 1910/1911 yang dimulai di Pulau Sokehs di lepas pantai Kepulauan Caroline Timur, yang saat ini menjadi Negara Federasi Mikronesia.
Penguasa kolonial Jerman menerapkan kebijakan bumi hangus untuk memburu para pemberontak dan membuat suku tersebut dideportasi dari pulau mereka sendiri di Lautan Selatan Pasifik.
Sejarah Kebiadaban Kolonial Jerman
Jejak kolonialisme Jerman sudah banyak dilupakan. Namun kebiadaban pemerintahan kolonial lebih dari seabad silam masih menghantui hingga kini. Inilah penggalan sejarah kelam Jerman yang tak tuntas.
Foto: public domain
'Masa depan di Samudera'
Di Bawah kanselir Otto von Bismarck, Jerman menjajah Namibia, Kamerun, Togo dan sebagian wilayah Tanzania dan Kenya. Warisan Bismarck dilanjutkan Kaisar Wilhelm II (gambar) dengan membangun armada laut untuk memperluas wilayah kolonial Jerman. Bismarck sebenarnya bukan "pria kolonial." Agresi Jerman dilakukan cuma buat "melindungi rute perdagangan."
Foto: Hulton Archive/Getty Images
Jajahan Jerman
Jerman lalu membeli sejumlah wilayah jajahan di Pasifik, antara lain wilayah utara Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Marshall dan Solomon serta Qingdao di Cina. Sebuah konfrensi negara kolonial Eropa di Brussels tahun 1890 juga menelurkan hak buat Jerman untuk menduduki kerajaan Rwanda dan Burundi. Hingga akhir abad ke-19, perluasan wilayah kolonial Jerman resmi berakhir.
Foto: picture-alliance / akg-images
Manusa Kelas Dua
Populasi "kulit putih" di wilayah jajahan Jerman tidak lain adalah sekelompok kecil warga Eropa yang menikmati berbagai hak dan imunitas. Tahun 1914 sebanyak 25 ribu warga Jerman hidup di wilayah kolonial, hampir separuhnya menetap di Namibia. Sementara 13 juta penduduk lokal dianggap sebagai manusia kelas dua tanpa hak sipil.
Foto: picture-alliance/dpa/arkivi
Genosida Pertama Abad ke-20
Pembantaian terhadap etnis Herero dan Nama di Namibia adalah kejahatan terbesar Jerman di era kolonialisme. Pada pertempuran Waterberg, 1904, pasukan Jerman memblokir akses terhadap air buat pemberontak Herero yang melarikan diri ke gurun Namib. Akibatnya 60.000 orang mati kehausan.
Foto: public domain
Kejahatan yang Terlupakan
Cuma sekitar 16.000 anggota etnis Herero yang hidup setelah pemberontakan gagal. Mereka ditahan di kamp konsentrasi. Hasilnya sebagian meninggal dunia. Hingga kini jumlah pasti korban masih diliputi misteri. Berbeda dengan kejahatan NAZI di Perang Dunia II, Jerman belum pernah membayar ganti rugi atas pelanggaran HAM di era kolonialisme.
Foto: public domain
Alergi Masa Lalu
Antara 1905 dan 1907 berbagai kelompok etnis di wilayah yang kini bernama Burundi, Tanzania dan Rwanda bersatu untuk melawan Jerman setelah penduduk dipaksa menanam kapas untuk diekspor. Sekitar 100.000 pasukan pemberontak tewas dalam perang Maji-Maji. Hingga kini sejarah kelam tersebut jarang dibahas di Jerman. Sebaliknya pemberontakan itu adalah bagian penting dalam sejarah Tanzania.
Foto: Downluke
Reformasi Dernburg
Setelah berbagai perang pemberontakan, Jerman akhirnya merestrukturisasi pemerintahan kolonial untuk memperbaiki situasi penduduk di wilayah jajahan. Bernhard Dernburg (gambar) yang seorang pengusaha itu diangkat sebagai Menteri Kolonial dan menggulirkan reformasi untuk memperbaiki kebijakan Jerman di wilayah jajahannya. Dernburg terutama membidik manfaat ekonomi dari kolonialisme.
Foto: picture alliance/akg-images
Akhir Kolonialisme
Takluk di Perang Dunia I, Jerman lalu menandatangani perjanjian damai di Versailles tahun 1919. Dalam proses negosiasi Berlin harus menarik diri dari semua wilayah jajahannya. Akibatnya kas negara yang hampir kosong akibat perang semakin menciut. Jerman pun memasuki dekade penuh ketidakpastian ekonomi.
Foto: ullstein bild - histopics
Perundingan Alot
Negosiasi seputar pembantaian etnis Herero dan Nama kini memasuki fase tersulir. Jerman masih enggan memberikan uang ganti rugi. Perwakilan Herero akhirnya mengajukan keberatan resmi kepada PBB setelah tidak dilibatkan dalam proses perundingan.
Foto: Dagmar Wöhrl
9 foto1 | 9
Kebrutalan lain adalah bagaimana Raja Rudolf Douala Manga Bell dan Adolf Ngoso Din dieksekusi pada tahun 1914 karena secara damai berkampanye menentang tindakan pemerintah kolonial Jerman untuk mengusir dan merelokasi orang-orang Douala dari kampung halaman mereka di wilayah pesisir dan barat daya Kamerun.
Yang paling terkenal, mereka bertanggung jawab atas genosida Suku Herero dan Nama, yang dikenal sebagai genosida pertama abad ke-20. Genosida tersebut terjadi dari tahun 1904 hingga 1908, setelah orang-orang Herero dan Nama memberontak terhadap penguasa kolonial Jerman.
Pada tahun yang sama, Arsip Federal mulai mengembangkan alat AI untuk membuat arsip era kolonial lebih mudah diakses. Itu terjadi sebelum dimulainya era AI baru, ketika ChatGPT dan model bahasa besar lainnya dirilis ke publik mengubah kecerdasan buatan menjadi topik diskusi publik.
"AI telah menjadi topik yang menarik bagi kami selama beberapa tahun. Dalam hal ini, kami dapat mengatakan bahwa kami sekarang menyatukan salah satu koleksi tertua kami dan salah satu teknologi terbaru, jika Anda mau: AI bertemu dengan kolonialisme," jelas Elmar Kramer, tentang peran perintis Arsip Federal dalam domain tersebut.
Perlu diingat bahwa AI tidak hanya harus mampu memecahkan kode Sütterlin, tetapi juga "tulisan yang sangat berantakan dan penuh coretan," kata Kramer.
Colonia Dignidad: Kisah Kelam Koloni Jerman di Chili
Colonia Dignidad, seyogyanya berarti koloni yang bermartabat. Namun, harkat kemanusiaan tak dapat ditemui di permukiman terpencil di Chili itu. Penyiksaan dan kekerasan seksual diduga bahkan menimpa anak-anak.
Tidak ada "amal"
"Organisasi Sosial bidang Pendidikan dan Amal yang Bermartabat" adalah semboyan permukiman terpencil "Colonia Dignidad" di selatan Chili tersebut. Sekte ini didirikan oleh aktivis pemuda protestan Jerman, Paul Schäfer yang berasal dari kota Bonn.
Foto: picture-alliance/dpa
"Paman Paul"
Tahun 1950 Paul Schäfer melakukan kekerasan seksual terhadap anak dari gereja Baptist Jerman. Ketika investigasi berlangsung, ia melarikan diri ke Chili dan mendirikan Colonia Dignidad. "Paman Paul" kembali melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dipaksa bekerja di sana, sebagian dari mereka bahkan diculik dari Jerman. Ia juga menggunakan perangkat listrik sebagai alat penyiksaan.
Foto: dpa - Bildfunk
Dalang di balik kekejian "Colonia Dignidad"
Paul Schäfer bersahat erat dengan lingkaran ekstrimis kanan. Semasa rezim militer, Colonia Dignidad juga digunakan sebagai tempat penyiksaan lawan politik Pinochet (1973-1990). Ketika rezim tumbang, Schäfer melarikan diri dan tertangkap di Argentina tahun 2005. Mantan tentara Hilter ini dihukum 20 tahun penjara atas 25 kasus kekerasan seksual. Ia meninggal di penjara pada usia 88 tahun.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Pisarenko
Penebusan terakhir
Kurt Schnellenkamp, rekan Paul Schäfer, dipenjara tahun 2013. Ia berusia 88 tahun saat pengadilan Chili menjatuhkan vonis atas kasus penahanan ilegal dan kekerasan seksual terhadap anak. Putranya, Klaus, yang melarikan diri dari sekte totalitarian tersebut, menuliskan kisah masa kecilnya dalam buku berjudul "Born in the Shadow of Fear," tahun 2007.
Foto: Reuters
Aktor yang tersisa
Mantan wakil kepala dan dokter Colonia Dignidad, Hartmut Hopp, melarikan diri dari vonis hukuman di Chili tahun 2011. Ia sempat hidup bebas di Jerman akibat pemerintah Jerman menolak mengekstradisi warganya. Senin (14/08/2017) pengadilan Krefeld memutuskan bahwa hukuman lima tahun penjara sesuai vonis pengadilan Chili akan dilanjutkan di Jerman.
Foto: picture alliance/dpa
Di mana anak-anak kami?
5 Mei 1988, kerabat dari para tahanan yang disiksa di Colonia Dignidad berdemonstrasi di depan pintu masuk permukiman yang berkedok sebagai komunitas sekte Kristen tersebut. Pada saat diktator Pinochet berkuasa, koloni ini berfungsi sebagai bagian dari dinas rahasia militer Chili, Dirección de Inteligencia Nacional (DINA).
Foto: dpa
Koloni pasca Pinochet
Pasca menjabat sebagai presiden pertama pasca tumbangnya era diktator, Patricio Aylwin (1990 - 1994) mendeklarasikan status Colonia Dignidad sebagai "negara di dalam negara". Presiden yang memimpin Chili di masa transisi demokrasi ini menghapus status badan amal Colonia Dignidad tahun 1999. (Pada foto tampak Aylwin bersama dengan Pinochet)
Foto: Biblioteca del Congreso Nacional de Chile
Masih banyak yang hilang
Tahun 2005, pemerintah Chili merilis arsip rahasia yang mendata sekitar 39 ribu orang yang pernah ditahan di Colonia Dignidad. Kelompok HAM masih terus berusaha mengungkap nasib para korban yang menghilang sepanjang era kediktatoran Pinochet.
Foto: Asocacion por la Memoria y los Derechos Humanos Colonia Dignidad
Diangkat ke layar lebar
Tahun 2016 film berjudul "The Colony" yang dibintangi Emma Watson dan Daniel Brühl, mengangkat kisah nyata pasangan berkewarganegaraan Jerman yang terjebak dalam gejolak politik ketika Pinochet mulai berkuasa. Tak hanya memperlihatkan peristiwa penangkapan para aktivis politik, film ini juga menceritakan kondisi mencekam yang dihadapi para penghuni Colonia Dignidad.
Foto: Majestic Filmverleih GmbH
Perjalanan ke masa lampau
Sulit dipercaya, namun realitanya Colonia Dignidad bersolek menjadi lokasi wisata yang dilengkapi dengan promosi trip menggunakan jip. Di koloni yang kini bernama "Villa Baviera" tersebut, tiap tahun pengunjung juga dapat menghadiri "Oktoberfest", festival bir layaknya di Munich. Para penghuni koloni terdahulu masih menempati lokasi seluas 30 ribu hektar tersebut.
Foto: Archivo Villa Baviera
10 foto1 | 10
"Kami melihat bagaimana model berperilaku dalam berbagai kategori ini," jelas Banse. Mereka melatih model tersebut dengan memeriksa secara manual dan menyempurnakan, baris demi baris, hasil transkripsi AI pada sekitar 170 halaman materi yang bervariasi.
Banse mengatakan bahwa mereka kini telah mencapai titik di mana model AI memberikan tingkat akurasi yang dapat diterima dalam transkripsi materi yang paling rumit sekalipun.
Mencapai kesempurnaan dalam transkripsi memerlukan investasi waktu yang panjang, kata Banse, mengutip prinsip Pareto yang menyatakan bahwa 20% proses pengoptimalan yang paling sulit memerlukan 80% upaya.
"Jadi pada titik tertentu, kami harus menentukan batasnya," jelasnya. Mereka lalu mengembangkan mesin pencari yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih luas.
Model AI Arsip Federal juga telah dilatih untuk memecahkan kode tulisan tangan Kurrent. Hal ini membuka banyak kemungkinan untuk arsip berbahasa Jerman lainnya. Namun saat ini, proyek tersebut masih merupakan proyek percontohan yang dirancang khusus untuk koleksi ini. Koleksinya dapat dilihat di lokasi, di ruang penelitian arsip di Berlin-Lichterfelde, dan akan segera tersedia secara online.