1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Tempe Jari Jemari dan Tengkorak di Jerman

15 Juli 2022

Siapa tak kenal tempe? Makanan bergizi yang sudah menjadi tradisi. Di Jerman ada warga Indonesia berkreasi dengan tempe, mulai dari bentuknya hingga variasi bahannya.

Variasi bentuk tempe
Tempe berbentuk jemari buatan Venda, WNI di JermanFoto: Venda

Sanusi Debus, warga Indonesia yang tinggal di Kota Köln, sudah dua dekade bermukim di Jerman. Tapi urusan perut, tak bisa lepas dari makanan khas Indonesia. Kalau sampai tidak ketemu tempe, ia akan berusaha mencari ke berbagai toko Asia. "Enak banget, karena saya sendiri menanam sayur-sayuran yang saya olah sebagai lalapan, membuat sambal, dan tinggal goreng tempe.

Tak jarang Sanusi menggoreng beberapa tempe dan membawa nasi lalu membawanya ke taman untuk santap siang sambil piknik asyik bersama teman-temannya.

Venda Wiyono, WNI di Jerman pembuat tempeFoto: Venda Wiyono

Menjadi kreator tempe

Tidak sedikit para perantau asal Indonesia yang tidak meninggalkan kegemarannya makan tempe dengan ragam cara pengolahannya. Termasuk juga Venda Wiyono yang tinggal di Kota Hamburg, Jerman. Tak tanggung-tanggung, ia bahkan menjadi seorang kreator tempe. Dari mana inspirasinya berasal? Ternyata gara-gara pandemi!

"Sebelumnya saya tinggal di Kepulauan Cayman. Waktu di sana saya membuat tempe. Saya kerja di vegan restoran. Terus, waktu saya pindah ke Jerman sekitar setahun lalu, itu pada saat baru dimulainya pandemi, terus lockdown, jadi saya lalu berpikir, bikin apa, ya? Karena sudah sering membuat tempe, akhirnya saya berpikir, ya sudahlah, saya ingin bikin tempe di sini. Sepertinya seru juga.Terus saya mulai kreasi tempe waktu awal pandemi itu.”

Tempe yang Venda buat, bukan sembarang tempe. Dia membuat pola-polanya berbentuk kembang, tangan manusia, bahkan tengkorak, dan lain-lain. Caranya menggunakan cetakan bahan silikon.

Variasi kacang dalam tempe buatan VendaFoto: Venda

Berburu bahan untuk tempe

Bahan yang dipakai pun bukan hanya kacang kedelai. Venda memodifikasinya dengan jenis bahan lainnya yang bisa ia temukan di Jerman. "Kalau di Jerman, di sini kita bisa bisa ketemu kacang lainnya, seperti "red lentil”, terus "chickpea”, "green pea”, "black eyed pea”. Pokoknya di sini banyak varian kacangnya.”

Menurut Venda, tempe yang menggunakan kacang "chickpea” rasanya lebih gurih daripada kacang kedelai, "Unik, rasanya beda-beda tergantung kacangnya. Selain kacang-kacangan bisa juga dibuat pakai biji-bijian. Karena di Jerman banyak macam-macam ya, ada "poppy seeds”, itu saya pakai. Terus ada biji bunga matahari, biji labu, terus quinoa juga, aku bikin tempe pakai quinoa,” tambah Venda.

Namun cuaca di Jerman membuat hobinya jadi cukup menantang. "Jika di Indonesia mudah. Kita tidak perlu bingung mau fermentasinya, tinggal ditaruh saja bisa fermentasi jamurnya, karena cuacanya mendukung, begitu. Kalau di Jerman, kita harus punya inkubator atau disimpan di tempat yang hangat, misalnya di dalam oven, begitu,” ungkap Venda yang tak pelit berbagi tips membuat tempe.