1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tentang Kegagalan Spionase Jerman di Afganistan

10 Januari 2024

Harian Jerman “Die Zeit” menyelidiki dokumen-dokumen pemerintah, juga dokumen rahasia, seputar situasi di Afganistan menjelang kemenangan Taliban. Dinas rahasia Jerman ternyata salah perkiraan dan tidak punya persiapan.

Bundeswehr mengevakuasi warga dari Kabul dengan pesawat Airbus A400
Bundeswehr mengevakuasi warga dari Kabul dengan pesawat Airbus A400, 21 Agustus 2021Foto: Marc Tessensohn/Bundeswehr/Reuters

"Die Zeit" menurunkan laporan tentang kegagalan dinas rahasia Jerman di Afganistan minggu lalu setelah menyisir dan menganalisis ribuan dokumen pemerintah, termasuk dokumen-dokumen rahasia, email, protokol rapat dan catatan-catatan berbagai kementerian yang berhasil mereka kumpulkan. Laporan itu menggambarkan situasi pada pertengahan 2021, sampai perebutan kekuasaan oleh Taliban di ibu kota Kabul pada bulan Agustus.

Para jurnalis mendapat akses ke ribuan halaman file, catatan, brifing pagi, email dari menteri federal dan notulen rapat sekretaris negara serta rapat kabinet. Sebagian dokumen itu sebenarnya dokumen rahasia yang kemudian bocor ke media.

Tahun 2021, pemerintahan saat itu merupakan koalisi antara partai-partai CDU, CSU, dan SPD, dipimpin oleh Kanselir Angela Merkal. Namun Jerman sendiri pada saat yang sama, sedang bersiap menghapi pemilihan umum yang digelar dalam beberapa minggu kemudian. Die Zeit menulis, fokus pemerintahan saat itu memang lebih banyak ke situasi dalam negeri, bukan situasi di luar negeri. Selain itu, publik Jerman juga tidak terlalu tertarik pada perubahan yang sedang terjadi di Afganistan.

Menurut Die Zeit, Duta Besar Jerman untuk AS, Emily Haber, sebenarnya sudah melaporkan ke Berlin pada tanggal 6 Agustus bahwa AS akan segera hengkang dari Afghanistan dan bahwa AS menganggap kemungkinan besar pemerintahan yang didukung Barat di Kabul akan berakhir. Namun awalnya pemerintah di Berlin sama sekali tidak bereaksi.

Baru seminggu kemudian, pada tanggal 13 Agustus, dilakukan pertemuan krisis secara terburu-buru di Berlin. Dan dua hari kemudian pada 15 Agustus, pasukan Taliban berhasil merebut kota Kabul. Dan baru sehari kemudian, pada 16 Agustus, pemerintah Jerman akhirnya membentuk tim krisis.

Laporan "Zeit" menjelaskan, pemerintah Jerman saat itu tampaknya tidak menyadari situasi sebenarnya di Afganistan. Pemerintah Jerman sudah bertanya kepada Badan Intelijen Federal BND, kapan Taliban diperkirakan bisa merebut Kabul. Pada 3 Agustus, BND memberitahukan: "Menurut penilaian kami, itu adalah ... sebuah skenario yang kemungkinan akan terjadi paling cepat dalam dua tahun lagi." Ironisnya, dua minggu kemudian, Taliban merebut kekuasaan.

Lambatnya evakuasi pekerja lokal Afganistan

Pada pertengahan Agustus, negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Denmark mulai mengevakuasi warganya dan staf lokal Afganistan, namun Berlin belum melakukannya. Operasi penyelamatan Jerman oleh pasukan militer Bundeswehr baru dimulai pada 16 Agustus. Tentara Bundeswehr sempat terlibat baku tembak sengit dengan Taliban di bandara Kabul selama lebih dari sepuluh hari, untuk memungkinkan sebanyak mungkin warga bisa dievakuasi ke Jerman.

Roderich Kiesewetter, pakar luar negeri dan keamanan CDU di parlemen Jerman Bundestag yang dihubungi DW minggu lalu, melihat kasus Afganistan sebagai simbol kebijakan luar negeri yang gagal. "Artikel Die Zeit pada dasarnya menunjukkan kebutaan strategis kebijakan keamanan, yang mengabaikan peringatan, mencoba menghindari tanggung jawab melalui debat mengenai tanggung jawab, dan gagal mengambil tindakan proaktif dan tepat waktu. Semua itu berkontribusi pada malapetaka kemanusiaan yang terjadi."

Menurut Die Zeit, hingga saat ini sudah sekitar 5.340 orang dievakuasi melalui jalur udara, termasuk 216 karyawan lokal Afganistan. Sementara masih ada sekitar 12.000 pekerja lokal terus menunggu untuk melakukan perjalanan ke Jerman. Padahal mereka dianggap pengkhianat dan harus bersembunyi dari kejaran Taliban. 

Sekarang hampir tidak ada pengaruh Jerman di Afganistan

Saat ini, kemampuan pemerintah untuk melakukan apa pun bagi rakyat Afganistan sudah sangat terbatas. Roderich Kiesewetter mengatakan kepada DW: "Kita masih punya tanggung jawab politik terhadap para pekerja lokal dan keluarga mereka, yang masih menunggu untuk meninggalkan negara itu. Kita juga mpunya tanggung jawab moral terhadap penduduk sipil Afganistan. Khususnya para perempuan yang menderita akibat "bencana sosio-ekonomi dan ekonomi" sekarang. Lebih dari 17 juta warga Afghanistan berisiko mengalami kelaparan akut dan lebih dari enam juta orang terkena dampak darurat pangan," katanya.

Militer Jerman Bundeswehr mendapat mandat untuk bergabung dengan misi aliansi internasional pimpinan AS di Afganistan pada 2001. Pada awal 2015, mandat Bundeswehr dialihkan menjadi misi pelatihan tentara Afghanistan. Sebanyak 53 tentara Jerman tewas selama misi Bundeswehr itu.

Roderich Kiesewetter menarik kesimpulan serius: "Peran Jerman di Afganistan sekarang hampir tidak ada lagi, karena pemerintahan Taliban tidak diakui. Itu berarti bahwa bantuan kemanusiaan atau kerja sama ekonomi pada prinsipnya tidak mungkin dilakukan." Pada tahun 2001, kata dia, Jerman ingin menghadirkan demokrasi dan kebebasan bagi rakyat Afganistan, namun lebih dari 20 tahun kemudian hampir tidak ada lagi yang tersisa.

hp/as

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

 

Jens Thurau Jens Thurau adalah koresponden politik senior yang meliput kebijakan lingkungan dan iklim Jerman.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait