Harian Jerman “Die Zeit” menyelidiki dokumen-dokumen pemerintah, juga dokumen rahasia, seputar situasi di Afganistan menjelang kemenangan Taliban. Dinas rahasia Jerman ternyata salah perkiraan dan tidak punya persiapan.
Iklan
"Die Zeit" menurunkan laporan tentang kegagalan dinas rahasia Jerman di Afganistan minggu lalu setelah menyisir dan menganalisis ribuan dokumen pemerintah, termasuk dokumen-dokumen rahasia, email, protokol rapat dan catatan-catatan berbagai kementerian yang berhasil mereka kumpulkan. Laporan itu menggambarkan situasi pada pertengahan 2021, sampai perebutan kekuasaan oleh Taliban di ibu kota Kabul pada bulan Agustus.
Para jurnalis mendapat akses ke ribuan halaman file, catatan, brifing pagi, email dari menteri federal dan notulen rapat sekretaris negara serta rapat kabinet. Sebagian dokumen itu sebenarnya dokumen rahasia yang kemudian bocor ke media.
Tahun 2021, pemerintahan saat itu merupakan koalisi antara partai-partai CDU, CSU, dan SPD, dipimpin oleh Kanselir Angela Merkal. Namun Jerman sendiri pada saat yang sama, sedang bersiap menghapi pemilihan umum yang digelar dalam beberapa minggu kemudian. Die Zeit menulis, fokus pemerintahan saat itu memang lebih banyak ke situasi dalam negeri, bukan situasi di luar negeri. Selain itu, publik Jerman juga tidak terlalu tertarik pada perubahan yang sedang terjadi di Afganistan.
Menurut Die Zeit, Duta Besar Jerman untuk AS, Emily Haber, sebenarnya sudah melaporkan ke Berlin pada tanggal 6 Agustus bahwa AS akan segera hengkang dari Afghanistan dan bahwa AS menganggap kemungkinan besar pemerintahan yang didukung Barat di Kabul akan berakhir. Namun awalnya pemerintah di Berlin sama sekali tidak bereaksi.
Baru seminggu kemudian, pada tanggal 13 Agustus, dilakukan pertemuan krisis secara terburu-buru di Berlin. Dan dua hari kemudian pada 15 Agustus, pasukan Taliban berhasil merebut kota Kabul. Dan baru sehari kemudian, pada 16 Agustus, pemerintah Jerman akhirnya membentuk tim krisis.
Laporan "Zeit" menjelaskan, pemerintah Jerman saat itu tampaknya tidak menyadari situasi sebenarnya di Afganistan. Pemerintah Jerman sudah bertanya kepada Badan Intelijen Federal BND, kapan Taliban diperkirakan bisa merebut Kabul. Pada 3 Agustus, BND memberitahukan: "Menurut penilaian kami, itu adalah ... sebuah skenario yang kemungkinan akan terjadi paling cepat dalam dua tahun lagi." Ironisnya, dua minggu kemudian, Taliban merebut kekuasaan.
Misi Evakuasi Kabul
Ribuan orang telah dievakuasi dari Afganistan sejak Taliban mengambil alih kendali pertengahan Agustus lalu. Tetapi masih banyak yang tertinggal dan menghadapi risiko pembalasan Taliban.
Foto: U.S. Air Force/Getty Images
Helikopter AS mengevakuasi personel kedutaan
Saat Taliban memasuki ibu kota, sebuah helikopter militer Chinook AS mengevakuasi warganya dari Kedutaan Besar AS di Kabul pada 15 Agustus 2021. Jerman juga mengirim dua helikopter yang lebih kecil ke Kabul untuk membantu upaya evakuasi.
Foto: Wakil Kohsar/AFP/Getty Images
Perjuangan untuk mencapai bandara internasiomal Kabul
Ribuan orang bergegas ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul pada 16 Agustus dan hari-hari berikutnya, penuh dengan harapan bisa meninggalkan Afganistan. Adegan dramatis terlihat saat ribuan orang mencoba mengakses bandara.
Foto: Reuters
Putus asa untuk melarikan diri dari Taliban
Upaya untuk melarikan diri dari Afganistan menyebabkan ratusan orang berlari di samping pesawat yang lepas pandas. Adegan berbahaya itu menyebabkan beberapa kematian karena banyak yang terjatuh dari pesawat saat lepas landas, bahkan sisa bagian tubuh manusia juga ditemukan di roda pendaratan pesawat.
Foto: AP Photo/picture alliance
Taliban kembali memegang kendali setelah dua dekade
Setelah memerangi pasukan Afganistan dan internasional selama dua dekade, Taliban kembali menguasai Afganistan dan masuk ke Kabul
Foto: Hoshang Hashimi/AFP
Aman — untuk saat ini
Orang-orang memadati penerbangan yang akan membawa mereka keluar dari Afganistan. Orang-orang di pesawat angkut Angkatan Udara Jerman ini terbang ke Tashkent, Uzbekistan. Sebagian besar pesawat militer yang meninggalkan Kabul menuju ke Uzbekistan, Doha atau Islamabad di mana penumpang diproses dan melakukan perjalanan ke tujuan lain.
Foto: Marc Tessensohn/Bundeswehr/Reuters
Uluran bantuan
Pengungsi Afganistan di Pangkalan Udara AS Ramstein di Jerman sangat membutuhkan pasokan bantuan. Pangkalan Udara menyediakan penginapan sementara bagi ribuan pengungsi dari Afganistan sebagai bagian dari Operasi Sekutu Pengungsi.
Foto: Airman Edgar Grimaldo/AP/picture alliance
Kehidupan di bawah pemerintahan Taliban
Wanita Afganistan berpakaian burqa berbelanja di sebuah pasar di Kabul pada 23 Agustus, beberapa hari setelah Taliban mengambil alih negara itu. Organisasi Internasional untuk Migrasi IOM mengeluarkan seruan mendesak bantuan dana sebesar 24 juta dollar AS untuk menopang lebih dari 5 juta orang yang terlantar di Afganistan dan hidup dalam kondisi "sangat genting".
Foto: Hoshang Hashimi/AFP
Lintasan aman
Seorang Marinir AS mengawal seorang anak ke keluarganya selama operasi evakuasi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul pada 24 Agustus 2021. Presiden AS Joe Biden mengkonfirmasi bahwa Amerika Serikat akan menarik semua pasukan pada 31 Agustus.
Foto: Sgt. Samuel Ruiz/U.S. Marine Corps/Reuters
Ribuan orang tertinggal
Bahkan ketika ribuan orang terus berkumpul di bandara Kabul, Departemen Luar Negeri AS memperingatkan warga Amerika agar tidak bepergian ke bandara. Serangan bom bunuh diri terjadi di luar area Bandara Internasional Hamid Karzai, menewaskan banyak orang. Penjabat Duta Besar AS untuk Afganistan mengatakan "tidak diragukan lagi akan ada" banyak orang berisiko tidak dapat meninggalkan negara itu.
Foto: REUTERS
Lelah dari pelarian yang mengerikan
Banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri dari Afganistan melaporkan emosi yang campur aduk, mengatakan bahwa mereka merasa beruntung telah pergi dengan selamat tetapi masih putus asa atas nasib ribuan orang yang tidak dapat melarikan diri dari kekuasaan Taliban. Keluarga ini dievakuasi dari Kabul dan menuju ke pusat pengungsian AS di Dulles, Virginia, 25 Agustus 2021. (kp/hp)
Foto: Anna Moneymaker/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Lambatnya evakuasi pekerja lokal Afganistan
Pada pertengahan Agustus, negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Denmark mulai mengevakuasi warganya dan staf lokal Afganistan, namun Berlin belum melakukannya. Operasi penyelamatan Jerman oleh pasukan militer Bundeswehr baru dimulai pada 16 Agustus. Tentara Bundeswehr sempat terlibat baku tembak sengit dengan Taliban di bandara Kabul selama lebih dari sepuluh hari, untuk memungkinkan sebanyak mungkin warga bisa dievakuasi ke Jerman.
Iklan
Roderich Kiesewetter, pakar luar negeri dan keamanan CDU di parlemen Jerman Bundestag yang dihubungi DW minggu lalu, melihat kasus Afganistan sebagai simbol kebijakan luar negeri yang gagal. "Artikel Die Zeit pada dasarnya menunjukkan kebutaan strategis kebijakan keamanan, yang mengabaikan peringatan, mencoba menghindari tanggung jawab melalui debat mengenai tanggung jawab, dan gagal mengambil tindakan proaktif dan tepat waktu. Semua itu berkontribusi pada malapetaka kemanusiaan yang terjadi."
Menurut Die Zeit, hingga saat ini sudah sekitar 5.340 orang dievakuasi melalui jalur udara, termasuk 216 karyawan lokal Afganistan. Sementara masih ada sekitar 12.000 pekerja lokal terus menunggu untuk melakukan perjalanan ke Jerman. Padahal mereka dianggap pengkhianat dan harus bersembunyi dari kejaran Taliban.
Larangan Kuliah oleh Taliban, Hak Perempuan Afganistan Dirampas
Sejak merebut kekuasaan pada pertengahan 2021, Taliban semakin membatasi hak-hak perempuan dan anak perempuan Afganistan. Kini, mereka membatasi akses perempuan ke pendidikan tinggi hingga memicu kemarahan internasional.
Foto: AFP
Perpisahan untuk selamanya?
Perempuan tidak akan diizinkan untuk kembali berkuliah. Dalam pernyataan pemerintah pada hari Selasa (20/12), Taliban menginstruksikan semua universitas di Afganistan, baik swasta maupun negeri, untuk melarang perempuan mengenyam pendidikan. Sekarang ini semua mahasiswa perempuan dilarang masuk ke universitas
Foto: AFP
Perempuan disingkirkan
Pasukan Taliban menjaga pintu masuk sebuah universitas di Kabul, sehari setelah larangan untuk perempuan berkuliah diberlakukan. Para mahasiswi diberitahu bahwa mereka tidak bisa masuk kampus. Larangan diberlakukan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, sudah ada aksi protes di universitas, di mana siswa laki-laki batal mengikuti ujian dan beberapa dosen laki-laki juga mogok mengajar.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Pendidikan tinggi hanya untuk laki-laki
Sejumlah pembatasan telah diberlakukan sebelum ini. Setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, universitas harus memisahkan pintu masuk dan ruang kuliah berdasarkan jenis kelamin. Mahasiswi hanya boleh diajar oleh dosen perempuan atau oleh pria tua. Gambar ini menunjukkan ada batas pemisah untuk mahasiswi di Universitas Kandahar.
Foto: AFP/Getty Images
Angkatan terakhir
Mahasiswi Universitas Benawa di Kandahar, masih bisa ikut wisuda Maret lalu dengan gelar di bidang teknik dan ilmu komputer. Pembatasan baru atas hak-hak perempuan di Afganistan mengundang kecaman keras dari dunia internasional. Human Rights Watch menyebut larangan kuliah bagi perempuan sebagai "keputusan yang memalukan", sementara PBB menyatakan keputusan itu melanggar hak asasi perempuan.
Foto: JAVED TANVEER/AFP
Dampaknya menghancurkan masa depan negara
Ribuan perempuan dan anak perempuan mengikuti ujian masuk universitas pada Oktober lalu, salah satunya di Universitas Kabul. Banyak yang ingin belajar kedokteran atau menjadi guru. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, larangan Taliban "tidak hanya melanggar persamaan hak perempuan dan anak perempuan, tetapi akan berdampak buruk pada masa depan negara."
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Tutup peluang pendidikan untuk perempuan
Larangan untuk perempuan berkuliah adalah satu lagi pembatasan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan. Selama lebih dari setahun, gadis remaja hanya bisa bersekolah sampai kelas tujuh di sebagian besar provinsi. Gadis-gadis yang berjalan ke sekolah di Afganistan timur ini beruntung karena beberapa provinsi yang jauh dari pusat kekuatan Taliban mengabaikan larangan tersebut.
Foto: AFP
Negeri tanpa kehadiran perempuan
Perempuan dan anak perempuan sekarang disingkirkan dari sebagian besar aspek kehidupan publik Afganistan. Mereka tidak diizinkan mengunjungi gym atau taman bermain di Kabul selama berbulan-bulan. Taliban membenarkan larangan tersebut dengan berkilah, peraturan tentang pemisahan jenis kelamin tidak dipatuhi, dan banyak perempuan tidak mengenakan jilbab seperti yang diwajibkan oleh mereka.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Realitas distopia
Sejumlah perempuan mengumpulkan bunga safron di Herat. Ini adalah pekerjaan yang boleh mereka lakukan, tidak seperti kebanyakan profesi lainnya. Sejak berkuasa, Taliban telah memberlakukan banyak peraturan yang sangat membatasi kehidupan perempuan dan anak perempuan. Misalnya, mereka dilarang bepergian tanpa pendamping laki-laki dan harus mengenakan hijab di luar rumah setiap saat.
Foto: MOHSEN KARIMI/AFP
Sebuah aib yang memalukan
Banyak perempuan Afganistan menolak penghapusan hak-hak mereka dan berdemonstrasi di Kabul pada November lalu. Sebuah plakat bertuliskan "Kondisi Mengerikan Perempuan Afganistan Merupakan Noda Aib bagi Hati Nurani Dunia." Siapapun yang ikut protes perlu keberanian besar. Demonstran menghadapi risiko represi kekerasan dan pemenjaraan. Para aktivis hak-hak perempuan juga dianiaya di Afganistan.
Foto: AFP
9 foto1 | 9
Sekarang hampir tidak ada pengaruh Jerman di Afganistan
Saat ini, kemampuan pemerintah untuk melakukan apa pun bagi rakyat Afganistan sudah sangat terbatas. Roderich Kiesewetter mengatakan kepada DW: "Kita masih punya tanggung jawab politik terhadap para pekerja lokal dan keluarga mereka, yang masih menunggu untuk meninggalkan negara itu. Kita juga mpunya tanggung jawab moral terhadap penduduk sipil Afganistan. Khususnya para perempuan yang menderita akibat "bencana sosio-ekonomi dan ekonomi" sekarang. Lebih dari 17 juta warga Afghanistan berisiko mengalami kelaparan akut dan lebih dari enam juta orang terkena dampak darurat pangan," katanya.
Militer Jerman Bundeswehr mendapat mandat untuk bergabung dengan misi aliansi internasional pimpinan AS di Afganistan pada 2001. Pada awal 2015, mandat Bundeswehr dialihkan menjadi misi pelatihan tentara Afghanistan. Sebanyak 53 tentara Jerman tewas selama misi Bundeswehr itu.
Roderich Kiesewetter menarik kesimpulan serius: "Peran Jerman di Afganistan sekarang hampir tidak ada lagi, karena pemerintahan Taliban tidak diakui. Itu berarti bahwa bantuan kemanusiaan atau kerja sama ekonomi pada prinsipnya tidak mungkin dilakukan." Pada tahun 2001, kata dia, Jerman ingin menghadirkan demokrasi dan kebebasan bagi rakyat Afganistan, namun lebih dari 20 tahun kemudian hampir tidak ada lagi yang tersisa.
hp/as
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!