1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIsrael

Tentara Cadangan Israel Kritik Perombakan Sistem Peradilan

24 Maret 2023

Tentara cadangan Israel mengancam akan berhenti bertugas, jika pemerintah melanjutkan perombakan sistem peradilan. Protes dari kalangan tentara seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Aksi protes anggota pasukan cadangan di Tel Aviv
Aksi protes anggota pasukan cadangan di Tel Aviv, 22 Maret 2023Foto: Oded Balilty/AP/picture alliance

Mantan pilot angkatan udara Guy Poran melakukan wawancara hampir tanpa henti dengan media. Ini adalah terobosan langka baginya, yang merupakan salah satu pemimpin perhimpunan yang terdiri dari sekitar 1.300 mantan pilot militer Israel yang dikenal sebagai Forum 555. Sejak beberapa kelompok pasukan cadangan menyuarakan protes terhadap "reformasi peradilan" yang diputuskan pemerintahan Benjamin Netanyahu, dia memang terus dibuntuti wartawan untuk diwawancara.

"Ini adalah hari-hari yang sibuk," kata Gus Poran. Dia sudah menghabiskan beberapa minggu terakhir memberikan wawancara untuk menjelaskan, mengapa tentara cadangan yang dia wakili mengkritik perombakan hukum yang diusulkan koalisi ultra kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Memang saat ini belum ada pasukan cadangan menolak perintah", kata Guy Poran menegaskan. Tetapi relawan angkatan udara telah menyatakan bahwa jika koalisi mengesahkan undang-undang itu, mereka tidak akan dapat terus bertugas di angkatan udara.

"Kami adalah sukarelawan. Jika negara ini tidak demokratis lagi...kami tidak akan menjadi sukarelawan lagi," kata Guy Poran kepada DW.

Undang-undang yang diusulkan pemerintah akan membatasi kekuasaan kehakiman dan memberi parlemen kekuasaan untuk menunjuk hakim. Parlemen juga bisa membatalkan keputusan lembaga peradilan tertinggi, Mahkamah Agung, dengan suara mayoritas sederhana.

Di masa lalu, Mahkamah Agung memang terkadang membatalkan undang-undang yang disahkan oleh parlemen Israel, Knesset. Jika UU yang baru itu diberlakukan, banyak kalangan khawatir sistem demokrasi di Israel akan runtuh dan kekuasaan hanya berpusat di pemerintahan.

PM Benjamin Netanyahu dan mitra koalisinya di KnessetFoto: Maya Alleruzzo/AP Photo/picture alliance

Tradisi netralitas militer

Sejak berminggu-minggu aksi demonstrasi besar-besaran digelar secara nasional untuk menentang penyunatan wewenang Mahkamah Agung dan para hakim. Belakangan, penentangan terhadap kebijakanm itu turut menyebar di kalangan militer. Dua minggu lalu, pilot cadangan dari satuan elit Skuadron 69 mengancam akan berhenti mengikuti pelatihan, sebagai protes atas perombakan kontroversial itu.

Dalam sebuah surat yang diedarkan di media pada hari Minggu (19/3), setidaknya 450 anggota pasukan khusus militer, serta dari unit perang siber dan dari dinas rahasia Mossad serta badan intelijen dalam negeri Shin Bet, mengatakan mereka akan menolak perintah jika undang-undang tersebut disetujui.

Media Israel melaporkan hari Selasa (21/3) bahwa kelompok militer cadangan lain yang menamakan dirinya Brothers in Arms mengatakan akan mulai meminta anggotanya menandatangani deklarasi 'penolakan untuk mengabdi', jika pemerintah melanjutkan rencananya.

"Kami dan puluhan ribu lainnya akan bersama kami berhenti menjadi sukarelawan untuk tugas cadangan," kata Ron Scherf, salah satu pendiri Brothers in Arms, seperti dikutip Times of Israel.

Pria dan wanita Israel biasanya menjalani wajib militer selama dua sampai tiga tahun. Setelah itu, beberapa dari mereka terus mendaftar untuk tugas cadangan hingga usia empat puluhan, dan kemudian menjadi sukarelawan. Di beberapa unit, pasukan cadangan mengambil peran penting karena pengalaman dan keterampilan mereka.

Penolakan untuk bertugas di militer biasanya merupakan topik yang tabu. Tapi kebijakan pemerintahan Netanyahu telah sangat memecah belah warga.

Pemerintah bertekad kendalikan Mahkamah Agung

PM Benjamin Netanyahu telah menolak semua kritik terhadap rencana pemerintahnya, dan menggambarkan reformasi peradilan sebagai upaya pemulihan "keseimbangan antara cabang-cabang pemerintahan." Dia juga dengan tajam mengkritik pasukan cadangan dan mendesak kepala staf militer dan kepala dinas keamanan lainnya untuk "berjuang keras melawan penolakan untuk bertugas."

"Tidak ada tempat bagi penolakan untuk melayani dalam wacana publik," kata Benjamin Netanyahu pada awal pertemuan mingguan Kabinet hari Minggu yang lalu. Hal ini diamini oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang memperingatkan bahwa penolakan perintah itu "berbahaya" dan dapat "merugikan kemampuan" Angkatan Bersenjata Israel dalam menjalankan tugasnya.

Pemerintah Netanyahu telah membuat sedikit kelonggaran, dengan mengumumkan lebih banyak waktu untuk pemberlakuan undang-undang tersebut. Di bawah proposal baru, pemungutan suara di parlemen akan ditunda hingga sesi musim panas, yang dimulai pada 30 Apri mendatang. Para penentang menolak proposal baru ini yang dijuluki sebagai "metode salami", karena hanya sebagian dari undang-undang yang akan ditunda.

Jika disahkan, undang-undang yang baru akan memberikan kekuasaan kepada koalisi yang berkuasa untuk mengendalikan Mahkamah Agung dan para hakim agung.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait