Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dari Cina yang ditugaskan di Hong Kong tertlihat meninggalkan barak untuk membantu para demonstran membersihkan jalan dari puing.
Iklan
Protes oleh para kelompok pro demokrasi yang telah berlangsung selama kurang lebih lima bulan terakhir meninggalkan beberapa kerusakan pada fasilitas umum di beberapa sudut di Hong Kong. Tentara dari Cina yang berbasis di Hong Kong ikut turun ke jalan dekat markas mereka di daerah Weibo.
Pada hari Sabtu (16/11) para tentara PLA turun membersihkan jalan dari bekas batu bata dan puing-puing bekas kerusuhan yang berlangsung selama satu minggu di daerah tersebut dengan celana pendek dan kaus olah raga,
PLA mengonfirmasi bahwa mereka ditugaskan secara singkat untuk membantu membuka jalan yang dipenuhi puing-puing di luar barak mereka di Kowloon Tong, agar dapat kembali diakses kendaraan bermotor. Penduduk di sekitar daerah tersebut memberikan tepuk tangan selagi para tentara ini mengangkut puing dan menyapu jalan.
Terakhir kali tentara PLA meninggalkan baraknya untuk melaksanakan tugas di Hong Kong adalah ketika Hong Kong dilanda bencana alam Taifun Mangkhut pada tahun 2018. Sekitar 400 personel dikerahkan pada saat itu.
Sejak protes pertama kali dimulai, tentara PLA tidak pernah sekalipun ditugaskan keluar dari barak mereka. "Aksi membersihkan puing dan barikade yang ditinggalkan oleh kelompok anti pemerintah di Hong Kong ini adalah bentuk dari inisiasi 'Kegiatan Sukarela untuk Komunitas' oleh militer," ujar juru bicara kota. "Kita tidak pernah secara langsung meminta bantuan dari PLA."
Bagaimana pun, hadirnya tentara Cina di tengah aksi protes yang belum kunjung berakhir di Hong Kong menuai berbagai kontroversi mengenai status otonomi wilayah tersebut. Ini juga dilihat sebagai pesan tersirat bahwa PLA adalah wujud Pemerintah Cina di Hong Kong, walaupun seorang tentara mengatakan "aksi ini tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Hong Kong." (pn/yp) (AFP & SCMP)
Hong Kong: 20 Tahun Setelah Dikembalikan ke Cina
Hong Kong dikembalikan ke bawah kekuasaan Cina 20 tahun lalu, setelah dikuasai Inggris selama 156 tahun. Sejarah kawasan itu selama ini sudah ditandai sejumlah aksi protes terhadap Cina.
Foto: Reuters/B. Yip
1997: Momentum Bersejarah
Penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada Cina terjadi tanggal 1 Juli 1997. Wilayah Hong Kong menjadi koloni Inggris tahun 1842 dan dikuasai Jepang selama Perang Dunia II. Setelah Hong Kong kembali ke Cina, situasi politiknya disebut "satu negara, dua sistem."
Foto: Reuters/D. Martinez
1999: Tidak Ada Reuni Keluarga
Keluarga-keluarga yang terpisah akibat perbatasan Hong Kong berharap akan bisa bersatu lagi, saat Hong Kong kembali ke Cina. Tetapi karena adanya kuota, hanya 150 orang Cina boleh tinggal di Hong Kong, banyak yang kecewa. Foto: Aksi protes warga Cina (1999) setelah permintaan izin tinggal ditolak oleh Hong Kong.
Foto: Reuters/B. Yip
2002: Harapan Yang Kandas
Masalah izin tinggal muncul lagi April 2002 ketika Hong Kong mulai mendeportasi sekitar 4.000 warga Cina yang "kalah perang" untuk dapat izin tinggal di daerah itu. Keluarga-keluarga yang melancarkan aksi protes di lapangan utama digiring secara paksa.
Foto: Reuters/K. Cheung
2003: Pandemi SARS
2003, virus SARS yang sangat mudah menular mencengkeram Hong Kong. Maret tahun itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan adanya pandemi di kawasan itu. Pria ini (foto) hadir dalam upacara penguburan Dokter Tse Yuen-man bulan Mei. Dr. Tse secara sukarela menangani pasien SARS dan tertular virus itu. Hong Kong dinyatakan bebas SARS Juni 2003. Hampir 300 orang tewas akibat penyakit ini.
Foto: Reuters/B. Yip
2004: Demonstrasi bagi Demokrasi
Politik Cina "satu negara, dua sistem" kerap sebabkan ketegangan. 2004, dalam peringatan ke tujuh penyerahan kembali Hong Kong, ratusan ribu orang memprotes, dan menuntut reformasi politik. Mereka menyerukan demokrasi dan pemilihan pemimpin Hong Kong berikutnya.
Foto: Reuters/B. Yip
2008: Tidak Ada Tempat Tinggal
Harga properti yang sangat tinggi sebabkan biaya sewa yang juga tinggi. 2008 rasanya tak aneh jika melihat orang seperti Kong Siu-kau tinggal di apa yang disebut "rumah kandang." Besarnya 1,4 m persegi, dikelilingi kawat besi, dan dalam satu ruang biasanya ada delapan. Sekarang sekitar 200.000 orang menyebut sebuah "kandang" atau satu tempat tidur di apartemen yang disewa bersama, sebagai rumah.
Foto: Reuters/V. Fraile
2009: Mengingat Lapangan Tiananmen
Saat peringatan 20 tahun pembantaian brutal pemerintah Cina di Lapangan Tiananmen (4 Juni 1989), penduduk Hong Kong berkumpul dan menyalakan lilin di Victoria Park. Ini menunjukkan perbedaan besar antara Hong Kong dan Cina. Di Cina pembantaian atas orang-orang dan mahasiswa yang prodemokrasi hanya disebut Insiden Empat Juni.
Foto: Reuters/A. Tam
2014: Aksi Occupy Central
Sejak September 2014, protes skala besar yang menuntut lebih luasnya otonomi mencengkeram Hong Kong selama lebih dari dua bulan. Ketika itu Beijing mengumumkan Cina akan memutuskan calon pemimpin eksekutif Hong Kong dalam pemilihan 2017. Aksi protes disebut Revolusi Payung, karena demonstran menggunakan payung untuk melindungi diri dari semprotan merica dan gas air mata.
Foto: Reuters/T. Siu
2015: Olah Raga Yang Penuh Politik
Kurang dari setahun setelah Occupy Central berakhir, Cina bertanding lawan Hong Kong dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia sepak bola, 17 November 2015. Para pendukung Cina tidak disambut di Hong Kong. Para fans Hong Kong mengejek dan berteriak-teriak ketika lagu kebangsaan Cina dimainkan, dan mengangkat poster bertuliskan "Hong Kong bukan Cina." Pertandingan berakhir 0-0.
Foto: Reuters/B. Yip
2016: Kekerasan Baru
February 2016 tindakan brutal polisi Hong Kong kembali jadi kepala berita. Pihak berwenang berusaha singkirkan pedagang ilegal di jalanan dari kawasan pemukiman kaum buruh di Hong Kong. Mereka mengirim polisi anti huru-hara, yang menggunakan pentungan dan semprotan merica. Bentrokan ini yang terbesar setelah Revolusi Payung 2014. Penulis: Carla Bleiker (ml/hp)