1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEtiopia

Amnesty: Tentara Eritrea Lakukan Kejahatan Perang di Tigray

5 September 2023

Amnesty International melaporkan kejahatan perang yang dilakukan tentara Eritrea di negara tetangga, Etiopia. Antara lain pembunuhan warga sipil, perbudakan perempuan dan penjarahan di Tigray.

Kamp pengungsi Tigray di Etiopia
Kamp pengungsi Tigray di EtiopiaFoto: Million Haileselasie/DW

Menurut organisasi hak asasi Amnesty International, tentara Eritrea terus melakukan kejahatan perang di wilayah utara Tigray, di negara tetangga Etiopia, bahkan setelah perjanjian gencatan senjata.

Setelah perjanjian bulan November tahun lalu, anggota militer Eritrea terus membunuh warga sipil, memperkosa dan memperbudak perempuan serta menjarah desa-desa, kata Amnesty International di ibu kota Kenya, Nairobi, ketika merilis sebuah laporan.

Studi ini mendokumentasikan kejahatan hingga awal tahun 2023. Tindakan tersebut merupakan kejahatan perang dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata penulis laporan tersebut.

Pengamat militer Uni Afrika di Mekelle, Etiopia, membahas konflik TigrayFoto: Million Hailesilassie/DW

Konflik panjang yang brutal

Latar belakang perang dua tahun di Tigray adalah perebutan kekuasaan antara pemerintah pusat Etiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray TPLF, yang menguasai wilayah tersebut. Melalui penengahan Uni Afrika (AU), pemerintah Etiopia dan TPLF akhirnya menandatangani kesepakatan damai pada 2 November 2022. Militer Eritrea saat itu mendukung tentara Etiopia, namun perannya hampir tidak disebutkan dalam perjanjian tersebut.

Staf Amnesty International berbicara dengan 11 perempuan yang mengatakan bahwa mereka diperkosa atau diperbudak secara seksual setelah gencatan senjata ditandatangani. Selain itu, lebih dari 40 perempuan menceritakan kejadian serupa kepada organisasi masyarakat sipil setempat. Beberapa dari mereka diperkosa di sebuah kamp militer yang dikelola oleh Angkatan Bersenjata Eritrea, yang lainnya di rumah mereka sendiri, atau di gedung-gedung yang ditempati oleh angkatan bersenjata, kata laporan itu.

Amnesty juga berbicara dengan para saksi dan keluarga dari sedikitnya 20 warga sipil yang sengaja dibunuh ketika rumahnya digeledah oleh pasukan Eritrea. Selain itu, seorang pekerja sosial setempat menghitung lebih dari 100 eksekusi ilegal terhadap warga sipil. Namun, Amnesty mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi hal ini secara independen.

600 ribu orang tewas sejak November 2020

Sejak perang dimulai pada November 2020, Amnesty telah mendokumentasikan kejahatan yang melanggar hukum internasional dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat konflik, termasuk angkatan bersenjata Eritrea. Amnesty mendesak Eritrea dan Etiopia untuk secara efektif menyelidiki dan mengadili kejahatan yang melanggar hukum internasional.

Amnesty juga menuntut agar Uni Afrika segera membentuk kembali komisi penyelidikan mengenai situasi di wilayah Tigray. Pada bulan Juni 2023, mandat tersebut berakhir sebelum panel menyerahkan laporan akhir. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga harus melanjutkan dan mempublikasikan penyelidikan mereka.

Menurut perkiraan PBB, sekitar 600.000 orang telah terbunuh di wilayah Tigray sejak November 2020. Beberapa juta perempuan, anak-anak dan laki-laki harus mengungsi. Kelompok riset International Crisis Group ICG menggambarkan konflik di Etiopia utara, tempat tinggal sekitar tujuh juta orang, sebagai "salah satu yang paling mematikan di dunia."

hp/yf (dpa, afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait