1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tentara Perbatasan Bangladesh Memberontak

26 Februari 2009

PM Sheikh Hasina bertemu dengan para perwira Bangaladesh Rifles (BDR) di Dhaka hari Kamis (26/02). Sehari sebelumnya, pasukan para militer perbatasan memberontak, menuntut upah dan kondisi kerja yang lebih baik.

Militer Bangladesh periksa amunisi sebelum menyerbu markas pasukan BDR, Bangladesh Rifles yang menyandera beberapa perwira militer, 25 Februari 2009 di Dhaka.Foto: picture-alliance/ dpa

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina berusaha meredam situasi panas dalam pertemuannya dengan para perwira Bangladesh Rifles (BDR). Hasina menawarkan amnesti kepada para perwira yang memberontak. Namun tak bersedia membicarakan tuntutan mereka. Satu per satu anggota pasukan paramiliter yang hadir mulai meletakan senjatanya. Meskipun di luar dan juga di ibukota Dhaka tembak menembak masih terjadi di berbagai lokasi. Begitu keterangan seorang polisi lokal kepada kantor berita Reuters.

Seorang saksi mata juga masih melaporkan bahwa anggota pasukan perbatasan itu masuk ke kota-kota sambil menembakan senapan ke udara. Mereka membarikade jalan raya yang menghubungkan dua kawasan di selatan, setelah berhasil merebut kekuasaan dari komandan militer setempat.

Ahli pertahanan militer, Jenderal purnawirawan Sayad Muhammad Ibrahim, di Dhaka menjelaskan: “BDR tidak menghendaki kehadiran militer maupun angkatan bersenjata. Ketika masa pemerintahan peralihan, terjadi ketidak-beresan dalam urusan keuangan dan tentara-tentara itu mengeluhkan bahwa sejumlah hak-hak istimewa mereka dihapus.”

Tugas utama pasukan Bangladesh Rifles atau BDR adalah menjaga kawasan perbatasan Bangladesh. Namun pasukan paramiliter ini juga berfungsi sebagai pasukan cadangan yang mendukung aksi-aksi militer atau kepolisian dalam tugas-tugas khusus untuk pertahanan dan keamanan.

Selama ini, komandan pasukan BDR dipilih dari militer. Namun kini anggota pasukan BDR menuntut agar komandan pasukan dipilih dari jajaran mereka. Selain itu, perbaikan gaji dan tambahan tunjangan. Pakar politik Hamid ul Jamal di Dhaka menjelaskan, “Anggota-anggota BDR itu mengajukan tuntutannya kepada para direktur jendral supaya bisa didiskusikan, tapi kemudian situasinya meruncing”.

Bentrokan tak dapat dihindari. Kerusuhan yang terpicu sejak hari Rabu (25/02) itu, tumpah ke jalanan ibukota Dhaka. Menurut kepolisian, para saksi menemukan sekitar 6 jenazah perwira BDR. Seorang pejabat pemerintah memperkirakan lebih dari 50 orang tewas dalam bentrokan itu. Jumlah yang pasti belum diketahui.

Di Bangladesh, kaum militer memiliki kekuasan besar. Bangladesh baru kembali ke jalan demokrasi, setelah mengalami dua tahun masa darurat di bawah pemerintah peralihan yang didukung oleh militer.

Bagi Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, yang baru memerintah kembali sejak Desember tahun lalu, insiden ini merupakan krisis pertama yang dialaminya. Ia mengimbau agar rakyat tetap tenang. Ke depan ia harus menghadapi tantangan besar untuk menjaga kesatuan militer Bangladesh, yang kerap ikut campur dalam urusan politik. (ek)