Tentara Suriah Terus Maju, Arab Siapkan Pasukan Darat
8 Februari 2016
Tentara Suriah terus gempur Aleppo yang dikuasai pemberontak. Puluhan ribu warga mengungsi. Arab Saudi dan koalisinya umumkan siap kirim pasukan darat ke Suriah.
Iklan
Satu persatu kawasan yang sebelumnya dikuasai pemberontak, berhasil direbut kembali pasukan Suriah. Setelah Idlib dan Homs, kini Aleppo dikepung tentara Suriah pro Assad. Dengan didukung serangan udara Rusia dan milisi Syiah, pasukan pro Assad terus gempur Aleppo yang dikuasai pemberontak.
Aleppo kota terbesar ke-dua di Suriah, sejak 2012 terpecah antara wilayah yang dikuasai pemberontak dan wilayah yang dikuasai pemerintah di Damaskus. Akibat pertempuran yang terus berlanjut beberapa hari terakhir, sekitar 35.000 warga mengungsi ke arah perbatasan Turki. Aleppo punya akses mudah ke Turki, dan itu yang menyebabkan kelompok pemberontak bisa bertahan.
"Terjadi titik balik menentukan dalam perang di Suriah," kata Fabrice Balanche, analis dari institut untuk kajian strategis internasional di Washington. Kelompok pemberontak ingin menjadikan Aleppo dan provinsi tetangga Idlib sebagai basis Free Syria. "Sekarang impian itu buyar,",ujar Balache. Terutama serangan udara Rusia yang dimulai 30 September dengan menarget Islamic State ISIS dan kaum "teroris" lain menjadi pemicu kekalahan gerakan anti-Assad.
"Jatuhnya Aleppo ke tangan tentara pemerintah tinggal tunggu waktu," ujar Faysal Itani analis senior dari pusat kajian Rafik Hariri bagi politik Timur Tengah. Pemberontak dan warga sipil akan mati akibat pemboman, kelaparan dan eforia kemenangan tentara Suriah. Itani memprediski, pemberontak hanya punya dua pilihan, mati terbunuh atau dipaksa menyerah.
Koalisi Arab siap kirim pasukan darat
Menanggapi situasi yang berubah total di Suriah itu, Arab Saudi dan koalisinya umumkan siap kirim pasukan darat ke Suriah. Uni Emirat Arab menyatakan mendukung politik Riyadh, dan akan mengirim tentaranya untuk mendukung koalisi internasional melawan ISIS. Juru bicara militer Arab Saudi pekan silam menyatakan, siap kirim pasukan membantu koalisi internasional, jika konferensi menteri pertahanan NATO di Brussel, Belgia, bulan ini menyetujuinya.
Pemerintah Suriah bereaksi berang menanggapi rencana koalisi Arab Saudi itu. Kementrian Luar Negeri di Damaskus mengeluarkan ancaman, pihaknya akan membasmi semua pelanggaran teritorial daratnya. "Kami akan kirim pulang para agresor dalam peti mati," ujar pernyataan dari Damaskus. Juga kelompok milisi Syiah di Irak yang didukung Iran mengeluarkan ancaman serupa.
Para analis menunjukkan, Aleppo menjadi contoh bagaimana efektifnya kerjasama antara pemerintah di Damaskus dan Moskow yang berdampak pada situasi perang di Suriah. Faktor lain yang membuat kaum pemberontak yang tidak kompak harus menelan kekalahan, adalah terhentinya suplai persenjataan dari para pendukung mereka di luar negeri. "Gara-gara perundingan damai Jenewa, para pendukung pemberontak tidak mau memenuhi janji mereka untuk mengirim senjata,", jar para analis.
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.