Teori Konspirasi COVID-19: Lahir di AS, Tersebar ke Eropa
18 Mei 2021"Ini bukan virus, itu alat untuk menggunakan kekuasaan," kata Monique Lustig di Belanda. "Bagaimana jika ini semua hanya sebuah film?" tanya Christophe Charret di Prancis. Sementara di Jerman, Hellmuth Mendel berpendapat bahwa "COVID-19 adalah cerita yang diciptakan oleh mafia keuangan internasional."
Teori konspirasi yang didorong krisis kesehatan global semakin mengakar di Eropa, menarik inspirasi dari gerakan QAnon di Amerika Serikat (AS). Akun media sosial yang mendukung teori tersebut telah dihapus dari Twitter dan YouTube.
Reporter AFP menghabiskan waktu berbulan-bulan melihat arah bergulirnya teori konspirasi di Eropa, mulai dari pendukung gerakan QAnon, ultra-evangelis dan anti-vaxxer, hingga populis sayap kanan, pengangguran, dan bahkan dokter.
Sekitar 30.000 pengguna Telegram mengikuti kanal DeQodeurs di Prancis, lebih dari 100.000 orang menjadi pengikut tokoh teori konspirasi Jerman Attila Hildmann dan Xavier Naidoo, sementara hampir 150.000 orang mengikuti Charlie Ward dari Inggris.
Bill Gates "disukai" penganut teori konspirasi
Dalam beberapa tahun terakhir, podcast Lange Frans, penyanyi asal Amsterdam, menjadi sangat populer di Belanda. Subjek obrolan berkisar seputar isu COVID-19, hilangnya Penerbangan MH370 hingga UFO - topik apa pun untuk memperkaya dunia konspirasi.
Dia juga membidik Bill Gates, salah satu pendiri Microsoft yang telah berjuang selama beberapa dekade terakhir untuk meningkatkan akses ke vaksin dan merupakan orang yang paling disukai oleh para ahli teori konspirasi.
"Misalnya Bill Gates, orang harus mencari tahu tentang dia," kata Lange Frans di studionya. "Dia tidak memiliki gelar medis atau keahlian dalam vaksin," tegasnya.
Bagi Lange Frans, pandemi COVID-19 adalah "sinetron" dan "flu supermarket" yang diberitakan media sepanjang hari.
Meluas di Eropa
Di Denmark, anggota kelompok Men in Black bersikeras bahwa virus corona hanyalah "scam", sedangkan di Berlin, demonstrasi menentang pembatasan berhasil mengumpulkan hingga 10.000 orang dan banyak diantaranya mengibarkan bendera QAnon.
"QAnon adalah titik pertemuan kelompok sayap kanan ekstrem, orang-orang yang percaya pada UFO, mereka berpikir bahwa 5G (teknologi nirkabel) akan digunakan untuk mengendalikan orang," kata Tom de Smedt, seorang peneliti Belgia yang mengamati pertumbuhan gerakan QAnon di Eropa.
Gerakan QAnon yang lahir di Amerika Serikat (AS) itu menjadi terkenal secara global setelah penyerbuan Capitol pada Januari lalu, tepatnya di hari-hari terakhir pemerintahan Donald Trump.
Namanya diambil dari pesan samar yang diposting oleh seseorang yang menyebut dirinya "Q", yang diyakini sebagai pejabat senior AS yang dekat dengan Trump.
Gerakan QAnon sangat aktif di AS sejak 2017 dan secara khusus membela gagasan bahwa segelintir elit mengatur tatanan dunia. Klaim palsu mereka terkadang menentang realita bahkan imajinasi, seperti pernyataan terkait 1.000 anak dibebaskan dari kapal Ever Given yang memblokir Terusan Suez, sebagai bagian dari lingkaran perdagangan internasional yang digerakkan oleh Hillary Clinton.
Kekhawatiran intelijen Eropa
Pejabat intelijen Eropa secara terbuka khawatir teori konspirasi dapat menyebabkan destabilisasi demokrasi. "Kami khawatir orang-orang ini dapat melakukan tindakan kekerasan," kata pejabat senior intelijen Prancis, yang juga mengungkapkan keprihatinan atas campur tangan media pemerintah Rusia melalui saluran berbahasa Inggris RT dan jaringan berita Sputnik.
"Teori konspirasi telah berkembang pesat yang menyebar melalui jejaring sosial. Kami melihat sekarang bahwa orang mengatur diri mereka sendiri dalam sel klandestin. Jelas itu adalah ancaman," papar Koordinator Intelijen Nasional Prancis Laurent Nunez, yang juga mengakui bahwa teori QAnon telah merebak di negara itu.
"Gerakan-gerakan ini kurang lebih telah muncul selama 10-15 tahun terakhir. Mereka mengembangkan rasa konspirasi anti-sistem," kata seorang pejabat senior intelijen Prancis kepada AFP.
Di Jerman "suasana demonstrasi belakangan ini menjadi jauh lebih agresif," kata pejabat intelijen di Stuttgart. Pemilu legislatif di Jerman tahun ini dan pemilihan presiden Prancis pada 2022 akan menjadi ujian penting.
ha/gtp (AFP)