Sembuhkan Cedera Tulang dan Otot dengan Terapi Judo
18 Juli 2020
Teknik bela diri judo dikenal dengan gaya lemparan yang mematikan dan gerakan bergulat yang cepat. Tapi di Jepang, judo juga populer sebagai seni penyembuhan kuno untuk cedera sendi dan tulang.
Iklan
Setelah dipraktikkan selama bertahun-tahun, seni bela diri asal Jepang yaitu judo berkembang menjadi dua cabang. Cabang pertama yakni Sappo atau "metode mematikan" yang kemudian menjadi salah satu cabang olahraga Olimpiade. Cabang lain yaitu kappo atau "metode resusitasi" yang kemudian tumbuh menjadi seni terapi judo.
Para praktisi judo menggunakan pengetahuan mereka tentang bagaimana sendi, anggota badan dan otot bergerak untuk mengalahkan lawan. Namun dalam kappo, para terapis judo berusaha mempercepat mekanisme penyembuhan alami tubuh untuk mengobati luka yang tidak memerlukan operasi atau perawatan di rumah sakit.
"Sederhananya, kami adalah spesialis hal-hal semacam patah tulang, dislokasi, memar dan keseleo," kata Hiroyuki Mitsuhashi, dari Asosiasi Terapis Judo Jepang. "Alih-alih melakukan operasi seperti pada ortopedi, kami memakai tangan kami untuk menyembuhkan," ujar Mitsuhashi.
Perawatan alternatif percepat penyembuhan
Di negara asal Doraemon itu, ada lebih dari 73.000 terapis judo berlisensi yang bekerja di lebih dari 50.000 klinik. Semuanya harus memiliki pengalaman judo terlebih dahulu sebelum menjadi terapis judo bersertifikat.
Para terapis judo sangat populer di kalangan atlet mahasiswa dan mereka yang menderita rasa sakit akibat cedera lama yang oleh dokter konvensional dianggap telah sembuh. Salah satu orang yang mendapat manfaat dari terapi ini yaitu agen perjalanan bernama Yoshie Takahashi, yang berusia 59 tahun.
Pergelangan tangan kanan Takahashi patah pada awal Januari lalu. Dia pergi ke rumah sakit tetapi kemudian hasil rontgen menunjukkan bahwa fraktur yang terjadi tidak dapat dibenahi secara sempurna. Perempuan ini pun beralih ke terapis judo untuk memanipulasi sendi dan menyelaraskan tulangnya dengan benar.
"Saya merasa jauh lebih nyaman di sini. Saya merasa sakit saya berkurang," ujar Takahashi setelah kunjungan ke klinik milik Mitsuhashi.
Di klinik itu, Takahashi menjalani berbagai macam terapi, termasuk juga mencelupkan pergelangan tangannya ke dalam bak air hangat yang dialiri gelombang ultrasonik. Perawatan ini dikatakan dapat mempercepat penyembuhan.
"Saya pikir (terapis judo) lebih berfokus kepada pasien. Mereka terlatih dengan baik dan menjelaskan hal-hal dengan saksama hingga Anda mengerti," katanya.
Jaga lansia tetap lincah
Selain mengobati cedera, terapis judo juga berusaha menjaga agar populasi Jepang yang kian menua tetap sehat. Seperti diketahui, lebih dari 28 persen populasi Jepang berusia 65 tahun ke atas.
Banyak terapis judo menawarkan kelas reguler olahraga low-impact. Kelas-kelas tersebut terinspirasi seni bela diri yang menjaga agar para pensiunan tetap bisa lincah bergerak dan tidak mudah terjatuh.
Dalam sebuah kelas pada suatu malam awal tahun, terapis judo Taisuke Kasuya melatih lima murid lansia di sebuah ruangan kecil beralaskan tikar tatami di pusat komunitas Tokyo.
Selama sekitar tiga dekade, Kasuya telah mengajarkan versi modifikasi latihan intensitas rendah dengan gerakan lambat. Ia menggunakan teknik pernapasan yang mirip dengan praktik Tai Chi asal Cina.
Pahlevāni: Ritual Seni Bela Diri Tertua di Dunia
Ritual Pahlevāni di Iran merupakan salah satu seni bela diri tertua di dunia. Dulunya latihan ini untuk persiapan perang, kini menjadi latihan pembentukan nilai-nilai kebajikan.
Foto: Antoin Sevruguin
Ritual kuno
Ritual Pahlevāni - zoorkhāneh merupakan olahraga kuno tradisi Persia-Iran yang sudah eksis sebelum masuknya Islam di Iran. Olahragawan melakukan gerakan yang diiringi musik tetabuhan dan menggunakan alat-alat yang secara simbolis mewakili senjata kuno. Olahraga ini mulai terabadikan dalam gambar, pada masa pemerintahan dinasti Qajar (1785–1925), dimana seni fotografipun tengah populer.
Foto: Antoin Sevruguin
Sang pengabadi momen
Antoin Sevruguin (1830-1933) merupakan fotografer terkemuka kelahiran Rusia, berdarah Armenia-Georgia. Pada masa pemerintahan dinasti Qajar di Iran, ia banyak mengabadikan momen penting dan bersejarah, termasuk olahraga tradisional ini. Arsip foto-fotonya menjadi harta karun sejarah Iran.
Foto: Antoin Sevruguin
Tempat latihannyapun sakral
Sasana kanuragan kuno bernaha Zoorkhaneh di Iran ini disediakan khusus untuk atlet Pahlevāni - zoorkhāneh, dan tidak mudah diakses oleh sembarang orang. Zurkhaneh dianggap lokasi sakral bagi para atlet yang berlatih varzeshe Pahlevani. Olahraga ini menggabungkan seni beladiri kuno, keterampilan, musik, seni drama, dan nilai-nilai kebaikan.
Foto: Antoin Sevruguin
Alat-alat kuno
Sesi latihan dimulai dengan angkat beban, menggunakan sepasang mil (tongkat kayu seperti di foto), perisai & kabbadeh (busur besi dengan rantai logam berbobot sekitar 20 kg). Pelatihan ini diikuti gerakan seperti berputar juggling dan pelajaran nilai-nilai sufisme. Tujuannya untuk membangun kekuatan serta memperkokoh kebajikan sportivitas, kesopanan, kerendahan hati untuk hindari arogansi.
Foto: Antoin Sevruguin
Dulu ini latihan fisik sebelum perang
Sejarahnya, latihan ketangkasan dilakukan guna mempersiapkan prajurit sebelum berperang. Kini latihan mempromosikan kebaikan & kerendahan hati. Petarung wajib memegang etika tradisional dan bersifat ksatria. Mereka membentuk diri menjadi pribadi murni, jujur, dan baik. Untuk mendapatkan pangkat pahlevan (pahlawan), diperlukan penguasaan keterampilan fisik dan ketaatan prinsip agamis.
Foto: namehnews
Sempat ditekan
Ketika Raja Nasir al Din Syah Qajar masih berkuasa (1848-1896), setiap tanggal 21 Mater atau tahun baru Iran, kompetisi digelar di lapangan kerajaan. Namun seiring naiknya dinasti Pahlavi tahun 1920-an, olahraga ini ditekan oleh Syah Reza karena dianggap sebagai peninggalan dinasti Qajar. Putra Syah Reza, Muhammad Reza Pahlavi berpikiran sebaliknya. Ia menghidupkan kembali olahraga tersebut.
Foto: Antoin Sevruguin
Harmoni
Tempat latihan Zurkhaneh tidak menuntut pembayaran dari atlet dan tergantung pada sumbangan publik. Atletnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat. Mereka juga berdoa untuk kesehatan yang baik dari masing-masing peserta dan keluarganya, tanpa memandang pangkat sosial, kekayaan, atau agama. Lihat, ada gajah ikut ramaikan suasana.
Foto: Antoin Sevruguin
Spiritual
Pahlevani mengandung spiritualitas Syiah dan tasawuf. Campuran religi yang tidak biasa ini adalah refleksi dari campuran kelompok etnis, bahasa, dan budaya yang hidup berdampingan dalam masyarakat Iran.
Foto: Antoin Sevruguin
Warisan budaya yang kuat
Sebagian besar atlet adalah pria sederhana. Mereka adalah tukang pos, penjual daging, pemilik toko, atau sopir taksi. Tapi ketika mereka memasuki latihan zurkhaneh, transformasi berlangsung. Mereka menjadi pejuang, penyanyi, jamaah, dan penyair. Metamorfosis ini juga dapat dilihat sebagai gema dari budaya pra-Islam yang tersisa dan menjadi warisan budaya yang kuat di masyarakat Iran modern.
Foto: tarikhirani
Figur yang gagah
Entah mengapa dalam setiap pertandingan ataupun saat berpose untuk foto, olahragawan dalam cabang ini selalu berusaha menampilkan diri sebagai sosok yang gagah perkasa. Yang unik, gaya rambut botak di tengah pada zaman dinasti Qajar amat nge-tren. Seperti apa? Silakan simak dalam foto berikut...
Foto: irdc.ir
Warisan budaya UNESCO
Olah raga inipun telah diakui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. UNESCO menyebutnya sebagai jenis olahraga bela diri yang heroik. Editor : HK/ap (berbagai sumber)
Foto: iichs.ir
11 foto1 | 11
"Gunakan tubuh Anda secara efisien. Itu dapat meningkatkan metabolisme dan menstabilkan kondisi mental Anda," kata Kasuya yang memegang sabuk hitam judo. "Tidak seperti latihan lainnya, kami menggunakan filosofi yang bekerja pada tubuh dan pikiran Anda," katanya.
Berlatih jatuh dengan benar
Latihan berbasis judo dapat membantu meningkatkan keseimbangan dan mencegah jatuh bagi banyak orang lanjut usia, kata Koichi Haramaki, seniman bela diri yang mengajar judo di wilayah Wakayama barat. Dia memberikan kelas mingguan kepada warga senior setempat.
"Tujuan akhir dari latihan ini bukan agar para orang tua dapat menguasai gerakan," ujar Haramaki. Ia menjelaskan bahwa para lansia ini dilatih agar dapat jatuh dengan 'cara yang benar'.
"Jika Anda berlatih caranya jatuh (dengan benar), pada akhirnya, Anda akan berhenti jatuh. Keseimbangan Anda juga meningkat."