Larangan Sawit di UE, Menko Luhut: Kami Jangan Disudutkan
25 April 2018
Indonesia aktif melakukan diplomasi terkait pelarangan minyak sawit dengan mengirim Menko Luhut ke Uni Eropa. Apa hasilnya?
Iklan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Luhut Binsar Panjaitan, tengah berada di Eropa sebagai ketua tim negosiasi RI dengan Uni Eropa terkait pelarangan penggunaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) oleh UE. Pada hari Senin (23/04) Menko Luhut telah melakukan pertemuan dengan Komisioner Bidang Perdagangan UE, Cecilia Malmström.
Sebelumnya, seperti dilansir CNBC Indonesia, Wapres Jusuf Kalla menyatakan bahwa terdapat kemungkinan Indonesia akan berhenti membeli pesawat Airbus jika UE benar melarang impor CPO. "Kalau CPO dipersulit masuk di negara lain, kita juga bisa mengalihkan daya beli kita dari mobil dan pesawat ke tempat lain. Kita ini pasar yang besar bagi barang-barang produksi negara maju. Itu kekuatan kita yang harus kita manfaatkan," kata Wapres.
Senada dengan pernyataan Wapres, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, juga menyiratkan akan adanya embargo terhadap produsen pesawat dari Eropa tersebut sebagai langkah keras yang akan dilakukan jika upaya diplomasi tidak membuahkan hasil. "Jadi kita tentu mulai dari cara meyakinkan sampai dengan hal-hal yang bisa kita rundingkan, mungkin dengan cara baik-baik. Kalau (usaha itu) berjalan, bagus. Kalau nggak, akan lebih keras," katanya, seperti dimuat CNBC Indonesia.
Dalam rilis berita di situs web Kementerian Koordinator Kemaritiman, Menko Luhut menegaskan bahwa Indonesia tidak berniat melakukan tindakan balasan terhadap larangan biodiesel kelapa sawit dari UE. "Kami tidak berencana mengalihkan pembelian pesawat ke Boeing. Melakukan tindakan balasan bukan budaya kami. Kami ingin terus bernegosiasi untuk menemukan solusi yang baik bagi semua pihak. Tetapi, kami jangan terus disudutkan,” ujar Menko Luhut kepada beberapa media yang mewawancarainya pada hari Selasa (24/04) di Brussels, Belgia.
Percepatan perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia - Uni Eropa
Menko Luhut mengatakan kepada Komisioner Malmström, ia menyampaikan komitmen Indonesia untuk mempercepat proses Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) yang perundingannya masih berlangsung karena produk Indonesia yang diekspor ke UE bukan hanya sawit.
"Komisioner UE Karmenu Vella yang membawahi bidang lingkungan mengatakan akan mendorong penyelesaian yang adil untuk semua pihak dan mengatakan tidak meragukan komitmen Indonesia dalam mengatasi isu-isu lingkungan hidup dan memberantas illegal fishing tetapi ia juga meminta Indonesia untuk ikut mempercepat penyelesaian perundingan perjanjian dagang I-EU CEPA,” ujar Menko Luhut.
Selain itu, Sean Kelly, anggota Parlemen UE yang juga melakukan pertemuan dengan Menko Luhut mengatakan bahwa CPO dari Indonesia tidak akan dilarang masuk UE. "Tetapi harap diingat keputusan tentang pembatasan biofuel sawit ini masih lama dan ini bukan ban karena hal itu tidak boleh dilakukan dan bertentangan dengan prinsip WTO. Kami berharap Indonesia bisa memperbaiki kekurangannya. Kami juga berharap Indonesia segera melakukan finalisasi I-EU CEPA," tegasnya.
Menko Luhut mengatakan Indonesia dan UE juga terus melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk mencapai perjanjian yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Pada tahun lalu, UE adalah tujuan ekspor terbesar ke-6 dan asal impor terbesar ke-4 bagi Indonesia, Nilai masing-masing sebesar US$ 16,2 miliar dan US$ 11,2 miliar. Total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai US$ 27,4 miliar.
Muncul Tanda Bahaya SOS Raksasa di Perkebunan Sawit Sumatera
Seniman Lithuania 'mengukir' bekas perkebunan sawit jadi bertanda “SOS” di tepi hutan lindung Sumatera Utara sebagai ekspresi keprihatinannya atas kehancuran hutan di Indonesia.
Foto: All Is Amazing/Ernest Zacharevic
Berdampak buruk bagi masyarakat dan spesies langka
Proyek 'Save Your Souls' karya seniman Lithuania, Ernest Zacharevic ini merupakan bagian dari kampanye keprihatiannya atas dampak perkebunan kelapa sawit terhadap komunitas dan spesies langka di Indonesia. Huruf “SOS” membentang setengah kilometer di lahan seluas 100 hektar di Bukit Mas, Sumatera Utara, dekat ekosistem Leuser.
Foto: All Is Amazing/Nicholas Chin
Tanda darurat di perkebunan sawit
"Saya ingin menyuarakan besarnya masalah dampak kelapa sawit," ujar Zacharevic yang membuat proyak tulisan tanda SOS raksasa di perkebunan di Sumatera Utara. "Proyek ini merupakan upaya untuk menarik kesadaran khalayak yang lebih luas." Proyek ini, bekerja sama dengan kelompok konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS) yang berbasis masyarakat dan perusahaan kosmetik Lush.
Foto: All Is Amazing/Nicholas Chin
Mengumpulkan dana kampanye
Mereka mengumpulkan dana untuk membeli perkebunan melalui penjualan 14.600 sabun berbentuk orangutan tahun lalu. Tujuannya adalah, benar-benar menghijaukan kembali lahan itu, yang sekarang dimiliki oleh sayap organisasi SOS di Indonesia, The Orangutan Information Center (OIC), dengan bibit pohon asli. Akhirnya menghubungkan kawasan itu dengan lokasi penghijauan OIC terdekat.
Foto: All Is Amazing/Ernest Zacharevic
Mengolah konsep dan bertindak
Zacharevic berbagi ide kreatif yang sangat berani: Ia bersama kami saat itu dan kebetulan saja tanah yang baru kami beli itu adalah kanvas instalasi yang sempurna, tulis SOS di situsnya. Sekitar seminggu, seniman ini bekerja di lahan itu, menyusun konsep dan akhirnya menebang 1.100 sawit untuk menguraikan pesan ini.
Foto: Tan Wei Ming
Menanam kembali hutan
Setelah menghijaukan kembali lahan itu,sayap organisasi SOS di Indonesia, The Orangutan Information Center (OIC), menanaminya lagi dengan dengan bibit pohon asli di habitat tersebut sebagai upaya penghijauan.
Foto: Skaiste Kazragyte
Jadi sorotan dunia
Sementara itu sang seniman mewujudkan konsep yang digodok bersama sebagai penanda daruratnya kondisi hutan di Indonesia yang banyak digunduli: SOS. Indonesia telah menjadi pusat perhatian dunia dalam upaya mengendalikan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh penggundulan hutan lahan gambut untuk dijadikan perkebunan bagi industri seperti minyak sawit, pulp dan kertas.
Foto: Tan Wei Ming
Komitmen perusahaan-perusahaan
Tanda SOS ini muncul di tengah tekanan yang terus bergulir pada perusahaan kelapa sawit. PepsiCo dan perusahaan kosmetik Inggris Lush telah berkomitmen untuk mengakhiri penggunaan minyak kelapa sawit - yang ditemukan dalam beragam produk mulai dari sabun hingga sereal .
Foto: picture-alliance/dpa/V. Astapkovich
Meningkatkan transparansi
Sementara, awal tahun 2018 ini perusahaan raksasa Unilever mengatakan telah membuka informasi rantai pasokan minyak sawitnya untuk meningkatkan transparansi.
Foto: Getty Images
Masyarakat adat yang tersingkirkan
Hutan-hutan ini sering berada di daerah terpencil yang telah lama dihuni oleh masyarakat adat, yang mungkin tidak memiliki dokumen yang bisa membuktikan kepemilikan lahan atau dapat bersaing dalam akuisisi lahan di negara Asia Tenggara yang kaya sumber daya.
Foto: Skaiste Kazragyte
Flora dan fauna yang makin menghilang
Perluasan hutan juga menyebabkan berkurangnya populasi satwa liar. Cuma sekitar 14.600 orangutan yang tersisa di alam liar di Sumatera, demikian perkiraan para pemerhati lingkungan. "Kita semua berkontribusi terhadap dampak merusak dari minyak kelapa sawit yang tidak berkelanjutan, apakah itu dengan mengkonsumsi produk atau kebijakan pendukung yang mempengaruhi perdagangan," papar Zacharevic.
Para ahli lingkungan mengatakan pembukaan lahan untuk perkebunan pertanian di Indonesia, penghasil minyak sawit terbesar di dunia, bertanggung jawab atas kerusakan hutan. Penutupan hutan telah turun hampir seperempat luasnya sejak tahun 1990, demikian menurut data Bank Dunia. (ap/vlz/Ernest Zacharevic/SOS/rtr/leuserconservation/berbagai sumber)