Terlibat Separatis, Dua Mantan Pejabat Uighur Divonis Mati
7 April 2021
Mantan kepala departemen pendidikan dan keadilan Xinjiang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan membantu kegiatan separatis. Cina bersikeras menepis tuduhan pelanggaran hak terhadap minoritas muslim Uighur.
Iklan
Kantor berita milik pemerintah, Xinhua, melaporkan pihak berwenang di provinsi Xinjiang, Cina barat laut telah menjatuhkan hukuman mati kepada dua mantan pejabat pemerintah dari kelompok minoritas Uighur.
Kedua pria dari kelompok minoritas muslim Turki itu dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan hukuman selama dua tahun pada hari Selasa (06/04), karena dituduh melakukan kegiatan separatis dan menerima suap.
Aturan penangguhan hukuman seperti yang diberikan kepada dua terpidana, kerap kali diubah menjadi penjara seumur hidup.
Shirzat Bawudun dan Sattar Sawut merupakan dua mantan pejabat Xinjiang terbaru dari kelompok muslim minoritas yang dijatuhi hukuman atas tuduhan keamanan nasional.
Cina mengatakan pihaknya telah melakukan kampanye melawan "pejabat bermuka dua" yang diduga berusaha untuk melemahkan kekuasaan Cina di wilayah tersebut.
Sebuah pernyataan yang dimuat di situs web pemerintah daerah mengatakan Bawudun, mantan Kepala Departemen Kehakiman Xinjiang, dijatuhi vonis mati karena tudingan "memecah belah negara".
Pengadilan memutuskan dia bersalah karena berkolusi dengan teroris Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) setelah bertemu dengan seorang anggota kunci dari kelompok itu pada tahun 2003, Xinhua melaporkan.
Dia didakwa secara ilegal memberikan informasi kepada pasukan asing dan melakukan kegiatan keagamaan ilegal di pernikahan putrinya.
Namun, Amerika Serikat (AS) menghapus ETIM dari daftar kelompok teroris pada November lalu dengan mengatakan "tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa ETIM masih eksis."
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Memasukkan konten radikal ke buku
Sawut, mantan Direktur Departemen Pendidikan Xinjiang dinyatakan bersalah karena memasukkan konten separatisme etnis, kekerasan, terorisme, dan ekstremisme agama dalam buku teks bahasa Uighur.
Pengadilan menghubungkan isi buku itu dengan serangan di ibu kota daerah Urumqi pada 2009 yang menewaskan sedikitnya 200 orang.
"Sattar Sawut mengambil keuntungan dari mengumpulkan dan menerbitkan buku teks berbahasa daerah untuk sekolah dasar dan menengah yang bertujuan memecah kesatuan negara, sejak tahun 2002. Dia menginstruksikan orang lain untuk memilih beberapa orang dengan pemikiran separatis untuk bergabung dengan tim kompilasi buku teks," lapor Xinhua, mengutip dari komentar Wang Langtao, Wakil Presiden Pengadilan di Xinjiang yang menjatuhkan hukuman tersebut.
Iklan
Turki panggil duta besar Cina
Pemerintah Turki memanggil duta besar Cina pada hari Selasa (06/04) setelah kedutaannya mengatakan memiliki "hak untuk menanggapi" para pemimpin oposisi yang mengkritik perlakuan Cina terhadap muslim Uighur tiga dekade lalu.
Para politisi, pemimpin Partai IYI Meral Aksener, dan Wali Kota Ankara Mansur Yavas dari oposisi utama CHP, menandai peringatan 31 tahun pemberontakan Uighur melawan pemerintah di ujung barat Cina.
Aksener mengatakan di Twitter "kami tidak akan tinggal diam atas penganiayaan mereka." Sedangkan Yavas mengatakan "kami masih merasakan sakitnya pembantaian itu" pada tahun 1990.
Duta Besar Liu Shaobin dipanggil setelah kedutaannya mencuitkan pernyataan di Twitter: "Pihak Cina dengan tegas menentang siapa pun yang mengganggu kedaulatan Cina dan integritas teritorial, serta mengutuk tindakan itu," katanya. "Cina memiliki hak yang sah untuk memberi tanggapan."