1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

211008 Todesurteil China

22 Oktober 2008

Di Cina pada tahun 2006, wakil walikota Beijing dipecat dan dimejahijaukan dengan tuduhan korupsi. Dia dituduh menerima suap proyek pembangunan Olimpiade. Akhir pekan lalu, terdakwa divonis hukuman mati.

Gambar simbol hukuman matiFoto: idt

Menjelang Olimpiade di Beijing beberapa waktu lalu, banyak perusahaan yang memimpikan dapat ikut andil dalam proyek pembangunan stadion dan fasilitas olahraga. Sebuah impian yang kadang dapat dibeli. Mitra yang dapat diajak kompromi waktu itu adalah wakil walikota Beijing Liu Zhihua. Liu bertanggung jawab menangani penawaran proyek pembangunan fasilitas yang berkaitan dengan olimpiade. Diperkirakan, Liu Zhihua mengantongi tujuh juta Euro uang suap. Sebagai imbalannya, Liu mengutamakan sejumlah perusahaan, yang membayar suap, untuk mendapatkan proyek pembangunan tersebut.

Dua tahun lalu, santer tersiar kabar mengenai kisah uang suap itu. Katanya, seorang dari beberapa pacar gelap Liu merasa diperlakukan tidak adil dan menyebarkan cerita korupsi Liu Zhihua. Pemerintah pusat melacak kabar itu dan menangkap Liu Zhihua. Pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati. Hukuman tertinggi yang pernah dijatuhkan kepada politisi kota Beijing. Banyak warga Beijing mengatakan, hukuman itu setimpal. Seperti yang dikatakan seorang warga Beijing. "Tidak peduli, apakah dia pegawai pemerintahan atau rakyat jelata, jika dia melakukan kejahatan besar, dia harus dihukum. Dan harus dihukum mati.“

Pengadilan memerlukan dua tahun untuk mempertimbangkan putusan terhadap Liu Zhihua. Selalu terdapat spekulasi bahwa pengadilan sengaja menunda keputusannya. Olimpiade harus berjalan lancar tanpa dibayangi skandal korupsi yang berakhir dengan hukuman mati. Kini, saat Olimpiade sudah berakhir dan sudah waktunya putusan pengadilan dijatuhkan. Tetapi putusan hukuman mati terhadap Liu Zhihua masih dapat berubah. Jika Liu berperilaku baik di penjara, setelah dua tahun hukumannya dapat diringankan menjadi tahanan seumur hidup. Itu tidak adil, menurut Wang, seorang pensiunan.

Dikatakannya, “Mereka menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Mereka mengeruk uang, dan perilaku itu terjadi di mana-mana. Tentu saja dia harus mendapatkan hukuman mati. Itu tidak kejam. Kami, rakyat jelata, benci korupsi. Walau pun misalnya 10 koruptor ditembak mati, korupsi masih akan tetap ada.“

Banyak warga Cina yang naik darah jika membicarakan korupsi. Korupsi sudah mengakar di Cina. Contohnya sudah banyak. Fungsionaris daerah bermandikan uang penerimaan pajak. Pemilik pabrik, polisi dan pegawai pemerintah bersekongkol. Mereka menutupi kasus pencemaran lingkungan, skandal bahan pangan pokok atau kasus kecelakaan.

Pemerintah Cina sudah menyatakan perang terhadap korupsi. Semakin banyak pejabat pemerintahan yang ditahan karena korupsi. Kasus mantan wakil walikota Beijing bukanlah kasus korupsi pejabat Cina satu-satunya. Sempat juga berhembus kabar korupsi dari Beijing, Shanghai dan beberapa provinsi lainnya. Sebagian besar kasus korupsi berakhir dengan hukuman penjara. Di tingkat provinsi bahkan dijatuhkan hukuman mati. Seorang warga Cina, Wang, tidak percaya bahwa hukuman mati bermanfaat dalam membasmi korupsi. Saat ini, uang berarti segalanya di Cina, di negara yang sedang berkembang pesat. Semua risiko sudah diperhitungkan dengan sadar.

Lebih lanjut Wang mengatakan, "Godaan uang sangat besar. Ada peribahasa, siapa punya uang, dia berkuasa. Atau, selama kamu berkuasa, kamu punya banyak uang. Banyak pejabat pemerintah yang tidak kuat menahan godaan ini, dia akan korupsi. Itu sudah terjadi di mana-mana. Jika Anda berada di posisi tinggi, maka Anda pasti menghadapi godaan ini. (ls)