1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Teroris Bunuh 28 Wartawan Selama 2015

29 Desember 2015

Kelompok teror bertanggungjawab atas pembunuhan 28 wartawan saat bertugas selama tahun 2015. Sepertiganya adalah pembunuhan berencana. Suriah jadi negara yang paling banyak mencatat kasus kematian jurnalis

Krieg in Syrien Jobar
Foto: picture-alliance/dpa

Teroris banyak menyimpan dendam terhadap jurnalis. Dari 69 wartawan yang tewas saat menjalankan liputan sepanjang tahun2015, 40 persen di antaranya meregang nyawa di tangan jihadis, tulis Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), Selasa (29/12).

Temuan CPJ antara lain juga mengungkap, sepertiga kematian wartawan adalah pembunuhan berencana. Angka kematian juru berita tahun ini melebihi jumlah tahun lalu yang mencapai 61 korban jiwa.

Organisasi yang bermarkas di New York itu menyebut kelompok radikal Islam seperti Islamic State atau Al-Qaeda bertanggungjawab atas kematian 28 wartawan di seluruh dunia. Suriah tercatat sebagai kuburan terbesar dengan jumlah 13 kematian, diikuti Perancis dengan sembilan.

Sementara Irak, Brasil, Bangladesh, Sudan Selatan dan Yaman sedikitnya mencatat lima kematian di setiap negara. Di Suriah, jumlah jurnalis yang tewas jauh lebih sedikit dibanding tahun lalu. Tapi menurut CPJ data tersebut justru menunjukkan bukti bahwa jumlah kegiatan liputan di Suriah yang banyak menurun.

Adapun Perancis untuk pertamakali masuk dalam daftar negara paling bahaya untuk juru berita. Sembilan wartawan yang tewas merupakan korban serangan teror terhadap tabloid satir Charlie Hebdo, Januari silam.

Angka yang dipublikasikan CPJ berbeda tipis dengan laporan jumlah kematian jurnalis yang dirilis organsiasi Wartawan Lintas Batas, Reporters Without Borders (RWB). Menurut organisasi yang bermarkas di Berlin itu tahun ini sebanyak 67 wartawan yang tewas.

Selain itu RWB mencatat 43 kasus pembunuhan wartawan yang hingga kini belum terungkap. Organisasi itu juga menyebut 27 jurnalis warga dan tujuh staf media ikut terbunuh tahun ini selama bertugas.

"Di banyak negara jurnalis mempertaruhkan nyawa mereka untuk meriset isu kontroversial atau mengritik mereka yang berkuasa," ujar Jurubicara Reporters Without Borders, Britta Hilpert. "Angka ini menunjukkan upaya internasional telah gagal mengurangi jumlah kekerasan terhadap wartawan."

rzn/as (dpa,ap)