Persaingan untuk menarik para profesional asing dengan gaji tinggi di Asia Tenggara makin ketat. Thailand sekarang memperkenalkan fasilitas “Visa Emas” dengan izin tinggal 10 tahun.
Iklan
Skema visa baru Thailand yang disebut Visa Emas itu ditujukan untuk tenaga profesional yang bekerja di sektor teknologi dan para pekerja lepas yang disebut digital nomad. Fasilitas itu diperkirakan akan menghasilkan sekitar 26 miliar euro untuk perekonomian lokal selama 10 tahuin mendatang.
Narit Therdsteerasukdi, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Investasi Thailand, memperkirakan setidaknya 50% dari pemohon untuk program Visa Tinggal Jangka Panjang (LTR) ini akan berasal dari Eropa.
"Kami yakin LTR akan menarik minat yang signifikan pada kelompok sasaran kami di Eropa," katanya kepada DW. "Thailand sudah menjadi tujuan favorit bagi orang Eropa ... Respons yang kami dapatkan dari kampanye pra-peluncuran mencerminkan minat yang kuat. LTR akan menjadi lebih populer setelah peluncuran," tambahnya. Selama ini, Uni Eropa sudah menjadi investor terbesar kedua di Thailand setelah Jepang.
Bagaimana persyaratan Visa Emas di Thailand?
Para professional yang mendapat visa emas ini nantinya akan mendapat keringanan pajak dan hanya perlu membayar pajak 17%, setengahnya dari yang sekarang 35%. Namun, untuk mendapatkan visa kerja ini ada persyaratannya. Yaitu gaji minimal harus di atas USD80.000 per tahun atau memiliki asset senilai 1 juta dolar dan menginvestasikan sedikitnya USD500.000 dalam ekonomi lokal atau pensiunan yang memiliki pemasukan terjamin.
Iklan
Semua pemegang visa LTR akan mendapatkan izin kerja dan hak untuk masuk keluar Thailand. Visa ini berlaku selama 10 tahun dan bisa diperpanjang. Visa ini sekaligus berlaku untuk pemegang dan empat orang tanggungannya, misalnya seorang istri dan tiga orang anak.
Perusahaan yang mempekerjakan tenaga profesional asing ini juga akan mendapat keringanan, misalnya dibebaskan dari undang-undang yang mengharuskan mereka untuk mempekerjakan empat warga negara Thailand per satu karyawan asing.
Tren Wisata Terpopuler Tahun 2022
Inilah yang kita semua tunggu-tunggu: Saatnya pergi berlibur kembali! Pandemi telah membawa banyak perubahan pada industri pariwisata dan tren baru pun bermunculan. Berikut ini beberapa prediksi DW untuk tahun 2022.
Foto: totalpics/Zonar/picture alliance
Orang Jerman Tidak Berlibur ke Luar Negeri
Laut Baltik, Lüneburg Heath atau wilayah Allgäu, pandemi COVID-19 telah mengajarkan banyak warga Jerman untuk menghargai wisata di tanah air mereka. Alih-alih menuju ke tujuan populer seperti Thailand atau Yunani, kebanyakan warga memilih untuk tinggal di rumah, tren yang berlanjut pada tahun 2022. Tinggal di negara sendiri lebih mudah direncanakan dan tidak ada risiko terjebak di luar negeri.
Foto: Jens Büttner/dpa ZB/picture alliance
Mencari Kebebasan: Berkemah
Selama pandemi, hotel ditutup untuk wisatawan dalam kurun waktu yang lama. Jadi sudah tidak heran jika penjualan mobil caravan dan mobil kemping melonjak. Reservasi secepatnya tempat camping di Jerman, karena dengan cepat dipesan habis. Namun kenaikan harga bahan bakar pada tahun 2022, mengurangi keceriaan para pekemah, karena mobil besar biasanya boros bahan bakar.
Banyak hal yang disukai saat menginap di hotel, seperti menikmati sarapan prasmanan atau menggunakan kolam renang dan sauna. Namun itu tidak dimungkinkan saat musim panas 2020/21 karena pandemi. Wisatawan tiba-tiba menghindari kontak dengan orang lain dan mencari solusi untuk menjaga jarak. Naiknya popularitas dari rumah liburan dan apartemen, kemungkinan akan berlanjut pada tahun 2022.
Foto: Fokke Baarssen/Zonar/picture alliance
Cara Baru Tur Bersepeda
Tren sepeda listrik, alias e-bikes selama pandemi membuat penjual di Jerman hampir tidak dapat memenuhi pesanan. Meskipun pemesanan untuk tur sepeda anjlok selama pandemi, banyak yang memberanikan diri mencari cara baru untuk menjelajahi pedesaan sendirian. Sekarang pembatasan sebagian besar telah dihapuskan di seluruh Eropa, popularitas tur sepeda diperkirakan akan kembali lagi.
Foto: Jochen Tack/picture alliance
Era Keemasan Pengembara Digital
Bekerja dari jarak jauh jadi lebih populer selama pandemi, meskipun konsep bekerja dari tempat liburan mungkin tidak cocok untuk semua orang. Ini adalah celah pasar bisnis pariwisata, yang dimanfaatkan untuk mengisi kesenjangan finansial: Kepulauan Canary dengan hangat menyambut "pengembara digital." Namun, pekerja harus tetap terkoneksi, atau hal-hal lain bisa menjadi rumit.
Foto: Werner Lang/imageBROKER/picture alliance
Pandemi Hantam Bisnis Kapal Pesiar
Pandemi jadi pukulan berat bagi bisnis kapal pesiar. Di Jerman, jumlah penumpang turun dari 3,7 juta (2019) menjadi 1,4 juta (2020) dan hampir nol pada 2021, walaupun ada pemeriksaan harian COVID-19, standar kebersihan tinggi dan katering di kapal sesuai standar protokol corona. Bahkan jika pandemi sekarang mereda, industri ini kemungkinan harus terus berjuang.
Foto: Sina Schuldt/dpa/picture alliance
Harga Tiket Penerbangan Naik
Jadwal penerbangan perlahan-lahan kembali normal karena orang-orang mulai bepergian ke luar negeri lagi. Namun wisatawan harus merogoh kocek lebih dalam pada 2022. Harga tiket pesawat naik karena melonjaknya harga minyak akibat perang di Ukraina. Terlepas dari semua itu, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengharapkan industri ini akan pulih sepenuhnya pada tahun 2024.
Foto: Christian Bodlaj/CHROMORANGE/picture alliance
Terbang Tanpa Masker?
Perjalanan internasional semakin rumit dalam beberapa tahun terakhir. Keharusan memakai masker FFP2, menjaga jarak minimum, pengujian dan persyaratan vaksinasi yang harus diikuti. Semua ini berubah, ketika langkah-langkah terkait pandemi dan aturan masuk secara bertahap dihapuskan di seluruh dunia. Banyak maskapai juga membatalkan persyaratan untuk memakai masker di pesawat.
Foto: lev dolgachov/Zonar/picture alliance
Perjalanan Jarak Jauh Telah Kembali
Permintaan destinasi wisata jauh meningkat lagi dari tahun sebelumnya, namun masih jauh dari level sebelum pandemi. Baik Thailand, Indonesia maupun Afrika Selatan, negara tujuan wisata terpopuler itu sedang bersiap untuk menyambut kembali para pelancong. Selandia Baru (foto) dan Australia yang telah menutup akses turis selama berbulan-bulan pun ikut menyambut wisatawan kembali.
Foto: Galyna Andrushko/Zonar/picture alliance
Popularitas Eropa yang Abadi
Pemandangan alun-alun yang lengang di tujuan wisata populer Eropa, seperti St. Mark's Square di Venesia mungkin tidak akan terlihat lagi. Turis Eropa Utara sudah dalam perjalanan ke selatan: Italia adalah tujuan paling populer bagi wisatawan Jerman dan juga Austria. Mahalnya tiket pesawat tidak akan menghalangi mereka, karena dimungkinkan bepergian dengan kereta api atau mobil.
Foto: elxeneize/Zonar/picture alliance
Pariwisata Lebih Berkelanjutan
Banyak tujuan wisata terpopuler, terutama yang alami kelebihan kapasitas pelancong dalam beberapa tahun terakhir, punya kesempatan untuk merenungkan bagaimana jadinya tanpa para wisatawan. Hasilnya, penyedia jasa wisata kini menyusun konsep perjalanan berkelanjutan. Sudah ada lebih banyak koneksi kereta api di Eropa seperti Zurich ke Amsterdam, Milan ke Palermo atau Wina ke Paris. (kp/as)
Foto: Micha Korb/pressefoto_korb/picture alliance
11 foto1 | 11
Asia Tenggara bersaing ketat menarik para digital nomads
Seperti sebagian besar Asia Tenggara, Thailand sedang berusaha pulih dari dampak pandemi COVID-19 yang menjadi pukulan besar bagi sektor pariwisata. Padahal pariwisata menyumbang sekitar seperlima dari PDB pada masa sebelum pandemi.
"Pascacovid, perusahaan multinasional sedang menyelidiki dan menerapkan pengaturan hybrid atau kerja dari mana saja, di mana Thailand adalah tujuan yang menarik, dan bersaing di kawasan untuk para pekerja jarak jauh di bawah program LTR," kata Lynn Tastan, country leader di firma konsultan internasional KPMG.
Negara-negara Asia Tenggara lainnya juga sedang mempertimbangkan skema visa serupa. Kamboja baru-baru ini meluncurkan program "My 2nd Home", yang menawarkan insentif kepada orang asing dengan modal investasi USD100.000. Indonesia dilaporkan sedang mempertimbangkan visa "pengembara digital" lima tahun untuk menarik pengunjung dengan pengeluaran tinggi. Sebelumnya Indonesia sudah menawarkan visa Second Home untuk warga asing yang ingin tinggal lama di Indonesia.