1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialThailand

Thailand: Penjualan Ganja Dibatasi, Pedagang Ketar-Ketir

6 Oktober 2023

PM Thailand Srettha Thavisin mengindikasikan bahwa pemerintahnya akan membatasi penjualan ganja dengan lebih ketat. Para penjual ganja pun ketar-ketir.

May Kamkrad, kanan, seorang pemilik toko ganja di Thailand
May Kamkrad, kanan, seorang pemilik toko ganja di ThailandFoto: Tommy Walker

Industri ganja Thailand berada dalam ketidakpastian karena pemerintah mempertimbangkan rencana untuk membatasi penjualan mariyuana hanya untuk penggunaan medis. Namun, komunitas ganja di negara tersebut berharap mereka akan bisa terus berbisnis.

Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendekriminalisasi ganja tahun lalu dan sejak itu, ribuan toko yang menjual tanaman psikoaktif pun menjamur.

Namun, di sela-sela Sidang Umum PBB pada bulan September, Perdana Menteri Thailand yang baru, Srettha Thavisin, mengatakan pemerintahnya akan mengatur peraturan ganja untuk penggunaan medis saja.

Thavisin menambahkan bahwa ganja tidak akan diatur untuk sekadar bersenang-senang dan pemerintah berharap untuk membuat undang-undang baru yang memberlakukan peraturan tersebut dalam waktu enam bulan.

Ganja untuk keperluan medis telah legal di Thailand sejak tahun 2018. Negara Gajah Putih itu merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan hal tersebut.

Namun, baru pada bulan Juni 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand secara resmi menghapus ganja dari daftar narkotika sehingga kepemilikan, budidaya, distribusi, konsumsi, dan penjualan ganja semuanya legal dalam kondisi tertentu.

Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah mendaftar ke pemerintah Thailand untuk menanam ganja. Terdapat hampir 6.000 penjual ganja di seluruh Thailand pada tahun lalu dan lebih dari 1.200 di antaranya berada di Bangkok.

Apa kata penjual ganja di Thailand?

Fat Buds Weed Shop mengoperasikan dua toko di ibu kota Thailand. May Kamkrad mengoperasikan Fat Buds di lingkungan Ekkamai di Bangkok, yang dibuka tak lama setelah ganja dihapuskan dari daftar narkotika.

Pelanggan Kamkrad mencakup warga lokal Thailand dan orang asing yang mengunjungi Thailand. Dia mengatakan kepada DW bahwa menjalankan toko tersebut telah mengubah hidupnya.

"Saya harus meminjam uang untuk membukanya. Bagi saya, ganja memberi saya pekerjaan dan membuat saya belajar cara menghasilkan uang. Tadinya saya bekerja di sebuah restoran. Sekarang, saya menghasilkan lebih banyak uang daripada sebelumnya. Keluarga saya dan hidup kami menjadi lebih baik. Dan ketika saya menghasilkan uang, saya dapat menghidupi keluarga saya,” katanya.

Kamkrad mengatakan dia tidak akan senang jika ada peraturan baru yang menghalanginya untuk terus menjalankan bisnisnya.

"Saya sedih karena saya tidak akan punya pekerjaan untuk dilakukan. Mungkin saya harus protes," tambahnya.

Fat Buds memiliki interior yang kreatif dan ramah terhadap pelanggannya. Penuh dengan stiker, poster, patung, dan dinding grafiti yang dilengkapi dengan lampu redup dan suasana nyaman. Dekorasinya mencerminkan awal mulanya yang sederhana.

"Kami tidak mengeluarkan banyak uang untuk hal ini. Kami hanya punya meja dan AC. Semua ini telah ditambahkan seiring berjalannya waktu. Ini bukan sekedar sumber uang bagi kami. Kami telah melakukannya untuk jangka panjang, memperoleh kepercayaan masyarakat, berusaha melakukan hal yang benar,” kata Ricky, yang mengelola toko bersama Kamkrad.

Industri ganja di Thailand semakin sulit dijangkau?

Banyak toko ganja baru bermunculan di gedung-gedung yang telah direnovasi, dengan meja yang bersih, lampu terang, dan harga lebih tinggi. Dari luar, toko-toko ini lebih mirip pusat kesehatan.

"Saat ini, semuanya berjalan normal seperti biasanya. Saya pikir kita hanya akan menunggu dan melihat apakah mereka memutuskan untuk menerapkan peraturan yang lebih ketat. Dan semua orang memiliki pemikiran yang sama. Jika mereka beralih ke pengobatan, saya hanya berharap mereka melakukannya dengan cara yang sama, cara di mana mereka tidak akan membuat Anda melompati rintangan," tambah Ricky.

Kamar Dagang Thailand memperkirakan sektor ganja akan bernilai 1,25 miliar dolar AS pada tahun 2025. Namun, pembatasan apa pun dalam industri ini akan berdampak pada mata pencaharian orang Thailand, demikian menurut Kitty Chopaka, seorang aktivis ganja dan pemilik toko ganja Chopaka di Bangkok.

"Saya mendukung lebih dari 50 perkebunan di toko saya, satu perkebunan biasanya setara dengan minimal satu hingga lima keluarga,” katanya kepada DW. Dia menambahkan bahwa ganja harus dapat diakses secara bertanggung jawab oleh masyarakat karena industri telah menunjukkan bahwa mereka dapat mengikuti aturan.

Direktur Regional Asia untuk Konsorsium Kebijakan Narkoba Internasional, Gloria Lai, prihatin dengan siapa yang akan diuntungkan jika peraturan baru diberlakukan. "Industri ini telah berkembang jauh lebih besar sekarang. Apapun peraturan baru yang diterapkan akan berdampak pada banyak orang,” katanya kepada DW.

"Saya pikir kekhawatiran saya adalah sejauh mana pemerintah akan terbuka dan jujur mengenai apa yang akan mereka lakukan terhadap ganja dan tidak hanya berakhir dengan segelintir elite, atau perusahaan besar dan berkuasa yang dapat mengambil keuntungan dari hal tersebut,” katanya. 

"Kemudian sebagian besar petani lokal dan pemilik usaha kecil tutup,” tambahnya.

Bagaimana industri ganja bisa berubah?

Namun, Carl Linn, penulis buletin Cannabis di Thailand, yakin penggunaan ganja untuk rekreasi akan tetap ada. "Saya rasa mereka akan memiliki peraturan yang dirancang untuk menciptakan lingkungan di mana hanya ganja kelas medis yang dapat ditanam dan dijual. Tujuannya bukanlah gagasan mencolok bahwa semua produk tersebut mengandung ganja atau tidak sama sekali. Saya pikir ganja akan tersedia bagi mereka yang ingin menggunakannya di Thailand."

Namun, ia memperkirakan bahwa lebih banyak persyaratan akan mengubah lanskap bisnis untuk penggunaan rekreasi di Thailand.

"Mereka akan mewajibkan semua toko ganja untuk memberikan sertifikat analisis. Itu adalah biaya yang akan menutup banyak toko ganja yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan izin baru. Lalu akan ada semacam mandat untuk perangkat lunak pelacakan dan penelusuran untuk semua toko ganja," ujar Carl.

"Saya pikir mereka akan mencoba menemukan kembali brandingnya sehingga ganja di Thailand dilihat dalam konteks kesehatan,” tambahnya.

"Saya kira papan nama yang gila-gilaan, berisik, dan berlebihan serta menjamurnya toko-toko ganja akan hilang. Saya kira lebih dari 65% toko ganja di Thailand akan hilang sehingga lanskapnya akan terlihat sangat berbeda,” ujarnya.

(ap/yf)