1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Thailand, Setelah Rangkaian Serangan Bom

Nia Sutiara4 September 2006

Lima hari setelah rangkaian ledakan Bom di provinsi Yala di Thailand Selatan, kegiatan ekonomi di wilayah yang rawan kerusuhan itu kembali normal.

Tentara Thailand berjaga di Provinsi Yala, salah satu provinsi di Thailand Selatan yang bergejolak
Tentara Thailand berjaga di Provinsi Yala, salah satu provinsi di Thailand Selatan yang bergejolakFoto: AP

Serangan bom itu merusak 22 Bank, menewaskan seorang pensiunan dan melukai lebih dari 24 warga sipil. Delapan orang tersangka telah ditahan oleh militer. Semuanya warga negara Thailand dan berusia antara 23 hingga 30 tahun.

Senin (04/09) ini, bank-bank yang sempat tutup selama lima hari, mulai beroperasi kembali. Bedanya, penjagaan keamanan di bank-bank ditingkatkan, dan jumlah satuan pengamanan ditambah. Sementara, pengunjung bank harus melewati pemeriksaan sangat ketat.

Meski berita pemboman ini mengejutkan banyak orang, suasana di Bangkok dan sekitarnya tampak normal. Warga yang tinggal dan bekerja di ibukota Thailand itu, tak tampak panik. Seperti yang diungkapkan seorang pekerja asal Indonesia di Bangkok, Didi Indikus:

"Perasaan saya sih biasa aja, karena kejadian seperti ini bisa terjadi dimana saja, tidak hanya di Thailand, bisa dimana saja, jadi kita musti punya rasa was was gitu.

Mengherankan, pemboman itu seperti tidak mendapat perhatian khusus dari media massa, sehingga masyarakat termasuk warga asing yang tinggal di daerah lain tidak terlalu tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dudi Hermanto, seorang direktur di General Motor Thailand, menggambarkan:

Beritanya juga nggak jelas. Yang jelas sekarang ada pemboman oleh minoritas Muslim di sana, disini sih kita aman aman saja, nggak begitu terpengaruh.”

Kawasan selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia, belakangan ini terus bergolak. Terutama berkaitan dengan bangkitnya gerakan pemisahan diri. Alasannya, hampir 90 persen dari 700 ribu penduduknya beretnis Melayu dan beragama Islam. Sejauh ini pemerintah Thailand menuding gerakan separatis dibawah nama Bersatu sebagai otak dari berbagai kerusuhan. Bersatu menginginkan provinsi Pattani, termasuk Yala dan Narathiwat, melebur bersama dua negara bagian di Malaysia Utara, yaitu Kelantan dan Trengganu, untuk membentuk negara sendiri.

Hingga abad ke-18, provinsi Pattani, termasuk Yala dan Narathiwat merupakan sebuah kerajaan Pattani yang independen. Tetapi pada tahun 1909, berdasarkan perjanjian antara kerajaan Siam dengan Inggris, yang saat itu menjajah Malaysia, Pattani resmi menjadi wilayah Thailand.

Sejak tahun 2004, kemelut Thailand Selatan telah menelan sekitar 1.700 korban tewas dan 2.500 orang luka. Karenanya, dunia internasional mengkritik pemerintah Thailand yang dianggap terlalu keras dalam bertindak. Kini, sepertinya, pemerintah Thailand berniat mengubah kebijakan kerasnya. Dalam jumpa pers sehari setelah rangkaian ledakan bom di Yala, panglima militer Thailand, Jenderal Sonthi Boonyaratkalin, mengatakan akan membuka dialog dengan organisasi Bersatu dan menjanji akan menghindari kekerasan dalam menangani kasus ini.